Anda di halaman 1dari 84

FARMAKOTERAPI PADA NEONATUS,

MASA LAKTASI DAN ANAK

-Anak bukanlah miniatur dewasa.


-Proses tumbuh kembang ..... fungsi organ dan
keadaan

fisiologis

lainnya

masih

berkembang .... mempengaruhi respons anak


terhadap pemberian obat

Pertimbangan sehubungan dengan pemakaian


obat pada anak adalah:
a. Faktor farmakokinetik obat (absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi).
b. Pertimbangan dosis terapetik dan toksik, yakni
pemakaian obat dengan terapi lebar atau sempit
(wide or narrow therapeutic margin), dan interaksi
antar obat berdasar perjalanan penyakit.
c. Penghitungan dosis
d. Segi praktis pemakaian obat (cara pemberian,
kebiasaan, dan ketaatan pasien untuk minum
obat).

PERTIMBANGAN FARMAKOKINETIK
Absorpsi
-Kecepatan absorpsi obat ke dalam sirkulasi
sistemik tergantung pada cara pemberian dan
sifat fisikokimiawi obat, seperti misalnya berat
molekul, dan sifat lipofilik obat ....... menentukan
kecepatan dan luasnya transfer molekul obat
melalui membran ..... pada semua golongan
usia.

Beberapa saat setelah lahir akan terjadi perubahan


biokimiawi dan fisiologis pada traktus gastrointestinal. Pada
24 jam pertama kelahiran/kehidupan, terjadi peningkatan
keasaman lambung secara menyolok. Oleh sebab itu obat
yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH rendah)
sejauh mungkin dihindari.

Pengosongan lambung pada hari I dan II kehidupan


relatif lambat (6-8 jam) ..... berlangsung selama + 6 bulan
akhirnya mencapai nilai normal seperti pada dewasa ....
obat akan diabsorpsi secara lengkap dan sempurna di
lambung , sebaliknya di intestinum absorbsinya menjadi
sangat lambat/tertunda.

Injeksi i.m. /SC... Absorbsi obat tergantung pada


kecepatan aliran darah ke otot atau area subkutan
tempat injeksi. Keadaan yang menurunkan aliran darah
seperti syok kardiovaskuler, vasokonstriksi.
Absorpsi obat secara perkutan meningkat pada
neonatus, bayi dan anak, jika terdapat ekskoriasi kulit
atau luka bakar shg kadar obat dalam darah
meningkat, yang kadang mencapai dosis toksik obat.
Keadaan ini sering pada penggunaan kortikosteroid
secara berlebihan, asam borat (yang menimbulkan efek
samping diare, muntah, kejang hingga kematian), serta
aminoglikosida/polimiksin spray pada luka bakar yang
dapat menyebabkan tuli.

Pada

malnutrisi, anak sangatkurus dan volume otot menjadi


kecil .... injeksi harus sangat hati-hati..... absorpsi obat
menjadi tidak teratur dan sulit diduga ..... obat mungkin masih
tetap berada di otot dan diabsorpsi secara lambat. Pada
keadaan ini otot berlaku sebagai reservoir. Tetapi bila perfusi
tiba-tiba membaik, maka jumlah obat yang masuk sirkulasi
meningkat secara mendadak dan menyebabkan tingginya
konsentrasi obat dalam darah yang dapat mencapai kadar
toksik. Obat yang perlu diwaspadai : glikosida jantung,
aminoglikosida, dan anti kejang.
.

Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif belum teratur,


tetapi umumnya lambat. Sehingga jumlah obat yang
diabsorpsi menjadi lebih besar, hal ini memberi konsekuensi
berupa efek toksik obat.

Distribusi
-Distribusi

obat

dipengaruhi

oleh

massa

jaringan,

kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran


dan ikatan protein. Obat didistribusikan berbeda berdasar
sifat-sifat fisikokimiawinya seperti obat yang mempunyai
sifat lipofilik kecil, misalnya sulfonamida, di mana volume
distribusinya meningkat sampai 2 kali pada neonatus.

-Barier darah otak pada bayi baru lahir relatif lebih


permeabel shg obat melintasi aliran darah otak
secara mudah. Keadaan ini menguntungkan pada
pengobatan meningitis dengan antibiotika.
-Ikatan protein plasma obat sangat kecil pada bayi
(neonatus) dan baru mencapai nilai normal pada
umur 1 tahun. Hal ini
karena rendahnya
konsentrasi albumin dalam plasma dan rendahnya
kapasitas albumin untuk mengikat molekul obat
terutama
pada
bayi
malnutrisi
dan
hipoalbuminemia.

-Interaksi antara obat dengan bilirubin pada


ikatannya dengan protein plasma sangat penting
diperhatikan.
-Bilirubin bebas dapat menembus barier darah
otak pada neonatus dan menyebabkan kernikterus. Obat-obat sulfonamida, novobiosin,
diazoksida dan analog vitamin K dapat
menggeser bilirubin dari ikatannya pada albumin
plasma. Bila mekanisme konjugasi hepar belum
sempurna, bilirubin bebas dalam darah akan
meningkat dan dapat menyebabkan kern-ikterus.

Metabolisme
Perbandingan relatif volume hepar terhadap berat
badan menurun dengan bertambahnya umur. Dengan
perbandingan relatif ini, volume hepar pada bayi baru
lahir + 2 kali dibandingkan anak usia 10 tahun shg
kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa
bayi hingga awal masa kanak-kanak, dan kemudian
menurun mulai anak sampai dewasa.

Ekskresi
-Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomeruler dan fungsi
tubulus masih imatur. Perlu sekitar 6 bulan untuk
mencapai nilai normal.
-GFR pada anak adalah sekitar 30-40% dewasa. Oleh
karena itu, pada anak obat dan metabolit aktif yang
diekskresi lewat urin cenderung terakumulasi. Obat yang
diekskresi dengan filtrasi glomerulus, seperti digoksin dan
gentamisin, dan obat yang di sekresi tubuler, misalnya
penisilin, paling lambat diekskresi pada bayi baru lahir.

PENGHITUNGAN DOSIS
-Penentuan dosis obat pada anak dilakukan secara
individual ..... mengacu pada buku standard pediatrik.
Dalam keadaan terpaksa, dapat melihat petunjuk
kemasan (package insert) yang disediakan oleh industri
farmasi dalam kemasan obat yang diproduksi.
-Penghitungan dosis dapat dilakukan berdasarkan
umur, berat badan atau luas permukaan tubuh.

Pemakaian obat berdasarkan tahap


perkembangan umur anak
Periode awal kelahiran
-Per oral .... aspirasi dan beberapa obat tidak diabsorpsi
secara baik.
-Intramuskuler, sebaiknya dilakukan di tungkai atas, sebelah
anterior atau lateral.
-Penyuntikan pada pantat tidak dianjurkan mengingat masa
otot yang masih relatif kecil dan kemungkinan rusaknya saraf.
-Obat-obat yang dapat menggeser bilirubin dari ikatannya
pada albumin (seperti sulfonamida, diazoksida, novobiosin dan
analog vitamin K) hendaknya dihindari untuk mencegah
terjadinya kern ikterus.

Pemakaian kloramfenikol pada bulan pertama kelahiran


tidak dianjurkan ...... 'grey baby syndrome' akibat
tertimbunnya kloramfenikol tak terkonjugasi di dalam
darah. Secara normal kloramfenikol terkonjugasi dengan
glukuronat oleh enzim glukuronil transferase. Pada
bulan-bulan pertama kelahiran, enzim ini belum bekerja
sempurna, sementara ekskresi kloramfenikol yang tak
terkonjugasi belum adekuat. Akibatnya obat akan
terakumulasi dan menyebabkan timbulnya gejala-gejala
muntah, sulit makan dan minum, pernafasan cepat dan
tidak teratur, sianosis hingga flaksid (kaku) dan
hipotermia yang dapat berakhir dengan kematian.

Periode kanak-kanak dan prasekolah (umur 1-10 tahun)


Pada umur ini, perlu diperhatikan pemberian obat yang
metabolismenya dengan cara oksidasi dan hidroksilasi
(Fase I), seperti misalnya fenitoin, fenobarbital dan teofilin.
Obat ini pada kelompok umur 1-10 tahun memerlukan
dosis terapetik yang relatif lebih besar dari dosis dewasa.
Hal ini krn darah dibersihkan dari obat lebih cepat dan
metabolisme obatpun berlangsung cepat. Oleh sebab itu
waktu paruh obat juga lebih pendek.

Pemberian obat pada kelompok umur ini adalah:


a. Cara pemberian obat yang efektif:
Karena adanya reaksi penolakan untuk minum obat,
maka pemakaian obat dalam bentuk sirup sangat
dianjurkan. Namun, pemakaian jangka panjang obat sirup
dengan pemanis dapat menyebabkan karies gigi.
Frekuensi pemberian hendaknya dibuat seefektif
mungkin, misalnya tidak lebih dari 4 kali sehari.
Pemberian satu jenis obat lebih dianjurkan, namun jika
terpaksa memberikan secara kombinasi (lebih dari satu
macam) maka hendaknya dipilih obat yang dapat
diberikan secara bersamaan dan dipertimbangkan
kemungkinan interaksi antar obat.

b. Menghindarkan obat dari jangkauan anak:


anak cenderung ingin tahu obat apa yang mereka minum
dan berusaha untuk mengambil dan meminumnya sendiri.
c. Pengobatan pada infeksi berulang:
-Pemakaian antibiotika tidak dapat dihindarkan, cara
pemberian obat hendaknya diberitahukan sejelas mungkin
pada orang tua anak. Informasi bahwa antibiotika harus
diminum sampai habis perlu ditekankan,
-Pemberian obat simtomatik seperti analgetik-antipiretik,
dihentikan jika simptom hilang.

d. Pemakaian obat untuk penyakit kronik:


-Penyakit kronis, misalnya epilepsi dan asma, yang
memerlukan pengobatan jangka panjang. Mengingat
adanya perubahan respons terhadap obat dalam masa
tumbuh kembang ini, maka penilaian terhadap besar
dosis, frekuensi, cara dan lama pemberian, hendaknya
ditinjau kembali dari waktu ke waktu. Jika perlu, dapat
dilakukan monitoring kadar obat dalam darah.

Periode remaja
Masalah yg timbul pada pengobatan golongan umur ini
adalah,
Masalah ketidak-taatan. Hal ini tidak berarti untuk
penyakit yang akut dan sembuh sendiri (self-limiting
illnesses) seperti tonsilitis dan faringitis akut. Tetapi
ketaatan minum obat berpengaruh terhadap kualitas
penyembuhan penyakit-penyakit kronis seperti epilepsi,
diabetes melitus, dan asma.
Penyalahgunaan obat. Kecenderungan untuk
menggunakan obat sendiri (self-medication) tanpa
indikasi yang jelas

PRINSIP PERESEPAN PADA BAYI DAN ANAK


Konsep
dasar
pemberian
obat
adalah
untuk
menghilangkan gejala, menyembuhkan penyakit, atau
mencegah terjadinya penyakit. Keputusan untuk memberi
obat pada seorang anak harus diambil secara seksama
dengan mempertimbangkan rasio manfaat dan risikonya,
serta dampak lain yang mungkin terjadi akibat
pengobatan.

Obat yang diberikan


Peresepan tetrasiklin tidak dianjurkan pada anak, karena
dapat merusak gigi dan mengganggu pertumbuhan tulang.
Penggunaan kortikosteroid topikal secara rutin pada bayi
dan anak hendaknya dihindari. Hal ini untuk mencegah
terjadinya efek iritasi pada kulit dan gangguan
pertumbuhan.
Pemberian antibiotika untuk diare akut pada anak sama
sekali tidak beralasan. Anak yang diare memerlukan cairan
bukan obat, dan oralit terbukti menurunkan mortalitas diare
secara nyata.
Kloramfenikol di samping spektrumnya luas, harganya
relatif murah. Namun demikian pemberian padaneonatus
sejauh mungkin dihindari (risiko grey syndrome).

Obat sulfonamida, termasuk kotrimoksazol, sangat


tidak dianjurkan pada bayi baru lahir karena dapat
menggeser bilirubin dari ikatannya dengan albumin,
sehingga menyebabkan kern-ikterus.
Pemberian aspirin pada anak sebaiknya dihindari,
karena efek iritasi lambung, dan menyebabkan
terjadinya sindroma Reye.
Obat-obat antimuntah selain tidak bermanfaat pada
bayi dan anak, kemungkinan risiko efek sampingnya
juga jauh labih besar. Untuk itu penggunaannya pada
kelompok umur ini sangat tidak dianjurkan.

Jenis sediaan
-Pemberian secara oral adalah yang paling dianjurkan
untuk anak. obat dalam bentuk sediaan cair, tablet,
puyer perlu dipertimbangkan kondisi anak, tingkat
penerimaan, dan faktor-faktor lain yang sekiranya akan
mempengaruhi masuknya obat secara komplit ke
dalam tubuh, misalnya apakah anak sudah dapat
menelan tablet?
-Obat yang diberikan per rektal sangat sedikit,
mengingat sulitnya memperkirakan tingkat absorpsi.
Namun, diazepam per rektal paling bermanfaat dalam
mengatasi kejang demam.

-Pemakaian secara inhalasi kurang cocok untuk


Obat bentuk ini memerlukan cara penyedotan
konsisten dan dalam, yang sulit diterapkan pada
Akibatnya, dikhawatirkan dosis obat yang masuk
dapat konsisten pula.

anak.
yang
anak.
tidak

Lama pemberian
Untuk berapa lama obat diberikan pada anak sebetulnya
tidak ada standard yang pasti. Namun riwayat perjalanan
penyakit akan menentukan berapa lama obat harus
diminum.

Untuk penyakit kronis seperti tuberkulosis, dapat sampai 6,


9 bahkan 12 bulan. untuk penyakit akut dan dapat sembuh
sendiri (self limiting diseases) dapat diberikan obat
simtomatis sampai gejala kliniknya menghilang.
Hal berikut perlu diperhatikan:
Pemberian antibiotika selama 3 hari sama sekali tidak
beralasan, lebih-lebih jika penyebabnya virus.
Obat simptomatik hanya bersifat menghilangkan gejala.
Oleh sebab itu jangan abaikan kausa penyakit. Jika sudah
tidak ada keluhan/gejala, obat simtomatik harus dihentikan.

Informasi pengobatan
Keberhasilan terapi ditentukan oleh tepat dan benarnya jenis
obat yang diberikan, adanya informasi mengenai pengobatan.
Informasi yang seharusnya disampaikan juga tidak hanya
mencakup cara minum obat tetapi juga meliputi kemungkinan
terjadinya efek samping dan penanggulangannya. Dengan
melibatkan peran orang tua dan pasien secara aktif dalam
proses terapetik, maka diharapkan keberhasilan terapi dapat
dicapai seperti yang diharapkan.

Ketaatan minum obat dan pendidikan pasien


-Frekuensi pemberian dan keragaman jenis obat
Semakin tinggi frekuensi pemberian (lebih dari 3x sehari)
dan semakin banyak jenis obat yang diresepkan, akan
menurunkan ketaatan minum obat secara nyata.
-Faktor obat
Ketaatan minum obat pada anak umumnya meningkat jika
obat diberikan dalam bentuk cairan. Obat yang sulit ditelan
(tablet terlalu besar) atau tidak disukai rasanya (pahit)
akan menurunkan ketaatan

Pola penyakit
Untuk penyakit kronis, pengobatan yang diberikan
dalam jangka panjang. Hendaknya ditekankan pada
orang tua, bahwa kesempatan anak untuk sembuh
atau tidak sembuh dipengaruhi oleh ketaatan minum
obat.
Hubungan dokter-pasien dan dokter-orang tua pasien
Kemampuan dokter untuk mendorong pasien agar
mentaati tata cara pengobatan yang diberikan akan
sangat mendukung keberhasilan terapi

FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK


PADA KEHAMILAN

Farmakokinetika
-Peningkatan

cairan

tubuh

misalnya

penambahan

volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai


dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah
ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan aliran
darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700
ml/menit.

Peningkatan

cairan

tubuh

tersebut

terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik,


40% di jaringan si ibu.

-Perubahan volume cairan tubuh menyebabkan penurunan


kadar puncak obat di serum, terutama obat-obat yang
terdistribusi di air seperti aminoglikosida .
-Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran
albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan
penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang
dilepas plasenta serta obat lain yang ikatan protein
plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk
tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik
karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga
akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme
obat tersebut.

-Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak


menimbulkan efek yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran
darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian
kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara
kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya
fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya
teofilin.
-Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi
bersihan (clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama
lewat ginjal, contohnya penicilin.

Perpindahan obat lewat plasenta.


Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung
secara difusi sederhana
Perpindahan obat lewat plasenta dipengaruhi
Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah
melewati plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya ,
thiopental, dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada
bayi yang baru dilahirkan.

Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta.
Sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit melewati
membran Contohnya suksinilkholin dan tubokurarin yang
juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat
yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta
sehingga kadarnya di di janin rendah.

Ukuran molekul
-Obat dengan berat molekul sampai dengan 500
Dalton mudah melewati pori membran bergantung
pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi.
-Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton
akan lebih sulit melewati plasenta dan obat dengan
berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit
menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin,
mempunyai

berat

molekul

yang

sangat

besar

ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt


menembus

plasenta

sehingga

merupakan

antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.

obat

Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas)
yang dapat melewati membran. Derajat keterikatan obat
dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi
kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat
larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu
mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas.

Obat kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati


plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta. Bila
obat tidak larut di lemak dan terionisasi maka perpindahaan
nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan
dengan protein.
Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting,
misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein
lebih tinggi di ibu dari pada di janin.
Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah,
kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305
Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga
kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.

Metabolisme obat di plasenta dan di janin.


1.

Plasenta

yang

berperan

sebagai

penghalang

semipermiabel juga sebagai tempat metabolisme beberapa


obat yang melewatinya. Kapasitas metabolisme plasenta ini
akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah
metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari
hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin
yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di
tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di plasenta.

2. Obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi


janin lewat vena umbilikal.
Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati
janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum
janin. Obat yang masuk ke hati janin,sebagian akan
dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin,
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah,
misalnya talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal
ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel
embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan
bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu,
sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di
sel embrio.

Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu,
pada kehamilan dipengaruhi oleh hormon sesuai dengan
fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah
bermakna, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang
menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat yang tidak
dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan
pada kehamilan karena peningkatan beban jantung pada
kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol
glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.

Mekanisme kerja obat pada janin.


Beberapa penelitian kerja obat di janin berkembang
dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat
pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin
walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas.
Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang
matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.
Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi
enzim hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens
jaundice ( bayi kuning) akan berkurang. Selain itu
fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan
intrakranial bayi kurang umur.

Kerja obat teratogenik.


Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga
secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin.
Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi
lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses
perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol)
yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal.
Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik
yang potensial.
Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga
akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian
asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden
spina bifida.

Drugs in Pregnancy
FIRST TRIMESTER :
congenital malformations (teratogenesis)
SECOND & THIRD TRIMESTER :
affect growth & fetal development or
toxic effects on fetal tissues
NEAR TERM :
adverse effects on Labour or
neonate after delivery

Kategori keamanan obat ibu hamil


(FDA)
A

Data klinik dipercaya obat tidak ada


resiko

Penelitian pada hewan ada resiko,


pada manusia tidak

Ada resiko, tapi bukan malformasi

Resiko pada malformasi janin

Kontraindikasi pada kehamilan

50

Therapeutic Good Administration Australia (TGA, 2005)


mengkategorikan

obat

menurut

beberapa

kelompok.

Pengakategorian tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

Kategori A : Obat-obat yang telah konsumsi oleh sejumlah


besar wanita hamil dan wanita usia subur tanpa adanya bukti
peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek membahayakan
baik langsung maupun tidak langsung pada janin.

51

Beberapa obat dalam kategori A adalah :


Antasid (Obat Maag)
Digoksin (obat jantung)
Preparat besi oral (dengan atau tanpa asam folat) (Obat anemia defisiensi
besi)
Parasetamol (Antinyeri)
Dimenhidrinat, Difenhidramin, Metoklopramid (antimuntah)
Betametason, Kortison Deksametason, Hidrokortison, Metilprednisolon,
Prednisolon, Prednison Triamsinolon (Kortikosteroid)
Amoksisilin, Ampisilin (Antibiotik, gol Penisilin)
Eritromisin (Antibiotik, gol Makrolida)
Kodein, Dekstrometorpan (Antitusif)
Ammonium Klorida, Bromheksin (Ekspektoran)
Efedrin, salbutamol, terbutalin, teofilin derivatif (Obat Asma)
Klorfeniramin, difenhidramin, difenilamin (Antihistamin)

Kategori B1 : Obat-obat yang telah dikonsumsi


oleh sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia
subur, tanpa peningkatan frekuensi cacat lahir
atau membahayakan baik langsung maupun
tidak langsung pada janin.Tidak ada bukti yang
menunjukkan peningkatan frekuensi gangguan
janin pada efek penelitian dengan binatang coba.
Beberapa obat dalam kategori B1 adalah :
Simetidin, Famotidin, Ranitidin, Sukralfat (Obat
Maag)
Sefaklor, Sefotaksim, Seftriakson (Antibiotik, gol
Sefalosforin)

53

Kategori B2: Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh


sejumlah kecil wanita hamil atau wanita usia subur,
tanpa peningkatan frekuensi cacat lahir atau efek
membahayakan baik langsung maupun tidak
langsung pada janin.Penelitian pada binatang
jumlahnya sangat sedikit, tetapi dari hasil penelitian
yang ada, tidak menunjukkan peningkatan
frekuensi gangguan janin binatang coba. .
Beberapa obat dalam kategori B2 adalah :
Domperidon, Hiosin, Hiosin Hidrobromida
(Antimuntah)
.

54

Kategori B3 : Obat-obat yang telah dikonsumsi oleh sejumlah kecil


wanita hamil atau wanita usia subur, tanpa peningkatan frekuensi cacat
lahir atau efek membahayakan baik langsung maupun tidak langsung
pada janin. Penelitian pada hewan menunjukkan bukti peningkatan
angka kejadian gangguan janin hewan coba. Pada manusia, gangguan
janin akibat obat kategori ini masih belum dapat ditentukan.
Beberapa obat dalam kategori B3 adalah :

-Lansoprazol,
-Loperamid

Omeprazol,

Pantoprazol

(Obat

Maag)

(Obat Diare) Griseofulvin, Itrakonazol, Ketokonazol

(Antijamur)

-Siprofloksasin,
-Asiklovir,

Ofloksasin

Indinavir,

(Antibiotik,

Ritonavir,

55

gol

Valasiklivir

Kuinolon)
(Antivirus)

Kategori C : Obat-obat, karena efek farmakologinya, menyebabkan atau dicurigai


menyebabkan efek berbahaya pada

janin atau bayi

baru lahir tanpa

menyebabkan cacat lahir. Efek tersebut mungkin reversibel (dapat kembali


normal). Beberapa obat dalam kategori C adalah :

Amlodipin, Diltiazem, Nifedipin, Verapamil (Antihipertensi, gol Penghambat


Kanal Kalsium)

Dihidroergotamin, Ergotamin, Metisergid (Obat antimigrain)

Aspirin (Antinyeri)

Alprazolam, Bromazepam, Klordiazepoksid, Klobazam, Diazepam, Lorazepam,


Midazolam (Obat anticemas)

Klorpromazin (Antipsikosis)

Droperidol, Haloperidol (Antipsikosis)

Diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen, Ketorolac, Asam Mefenamat, Piroksikam


(Antinyeri)

Kotrimoksazol (Antibiotik, gol Sulfonamid)


56

Kategori D : Obat-obat yang menyebabkan, dicurigai menyebabkan, atau


diperkirakan menyebabkan peningkatan angka kejadian cacat lahir atau
kerusakan yang irreversibel (tidak bisa diperbaiki lagi). Obat-obat
golongan ini mungkin juga mempunyai efek farmakologi yang merugikan.

Beberapa

obat

dalam

kategori

adalah

Kaptopril (antihipertensi, gol ACE Inhibitor)

Losartan, Valsartan (antihipertensi, gol Angiotensin II Reseptor


Antagonis)

Doksisiklin, Minosiklin, Tetrasiklin (antibiotika, gol Tetrasiklin)

Amikasin, Gentamisin, Kanamisin, Neomisin (antibiotika, gol

aminoglikosid)

57

Kategori X : Obat-obat yang berisiko


tinggi
menyebabkan
kerusakan
permanen pada janin. Obat-obat ini
sebaiknya
tidak
digunakan
pada
kehamilan atau keadaan dimana
seorang wanita diperkirakan telah hamil.
Salah satu obat dalam kategori X
adalah : Misoprostol (Obat Maag)

58

Teratogen pd Trisemester I

Antineoplastik
Amfetamin
LSD (Lysergic acid diethylamide)
Klorpromazin
Barbiturat
Fenitoin
litium
ACE inhibitor-gangguan ginjal

59

Teratogen pd Trisemester II

Aminoglikosida (streptomicin & kuinin) tuli


Tetrasiklin- gigi berwarna & pertumbuhan tulang
terhambat
Novobiocin & sulfoamid-naiknya bilirubin sewaktu
bayi lahir
Kloramfenikol-gray baby sindrom
OAD: hipoglikemia
Obat hormonal : perubahan fisiologi pd fetus
Androgen & progesteron : maskulinasi pd fetus
perempuan
Vitamin A >>>- menaikkan tekanan intrakanial

60

Teratogen pd saat sebelum


melahirkan

Depresan CNS-depresi pernafasan saat bayi


lahir: barbiturat, narkotik, trankuilizer,
antikonvulsan, general anastetik

Perdarahan pd bayi : salisilat, indometasin,


prometasin, diazepam

AINS : perdarahan, kerusakan ginjal, penundaan


proses kelahiran

61

FARMAKOTERAPI
PADA LANSIA

PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
LANSIA

KELOMPOK KHUSUS
DALAM
FARMAKOTERAPI

LANSIA

sering luput dari


pertimbangan khusus
karena dianggap sama
dengan pasien dewasa

Klasifikasi USILA
DEPKES
1.Kelompok prasenilis 45- 59 tahun.
2.Kelompok usia lanjut 60-69 tahun.
3.Kelompok usia lanjut resiko tinggi > 70 thn.
Beberapa penelitian > 65 tahun
Populasi usila rata- rata di Indonesia 15%

MASALAH DALAM TERAPI


1.Usila mengkonsumsi 25- 30 % total obat
pada pusat pelayanan kesehatan.
2.Praktek polifarmasi sangat umum dijumpai
krn umumnya usila menderita > 1 penyakit.
3.Penelitian epidemiologis menunjukkan,
kelompok usila sangat rentan terhadap
resiko efek samping obat.

FAKTOR PENYULIT PADA USILA

1.Penurunan fungsi organ


2.Derajat beratnya penyakit
3.Penurunan kemampuan
mengurus diri
4.Menurunnya masukan cairan
dan makanan

PERUBAHAN DALAM FARMAKOTERAPI


LANSIA
Perubahan Farmakokinetik
-Proses menua menyebabkan penurunan fungsi
organ, akibat proses degenerasi /penyakit
-Kecepatan dan derajat absorpsi, metabolisme,
maupun ekskresi obat berubah pada usia lanjut

Absorpsi
-Absorpsi obat pada usia lanjut belum diketahui
secara jelas, tetapi tampaknya tidak berubah untuk
sebagian besar obat.
-Keadaan yang
mempengaruhi absorpsi adalah
perubahan kebiasaan makan, tingginya konsumsi
obat-obat non resep (misalnya antasida, laksansia)
dan lebih lambatnya kecepatan pengosongan
lambung

Distribusi
-Distribusi ditentukan oleh sifat fisiko-kimiawi
molekul obat, komposisi tubuh, ikatan protein
plasma dan aliran darah organ.
-Bertambahnya usia, prosentase air total dan
masa tubuh yang tidak mengandung lemak (lean
body mass) menjadi lebih sedikit.

-Obat yang mempunyai sifat lipofilik yang kecil,


misalnya digoksin dan propranolol, menjadi
lebih tinggi kadarnya dalam darah
-Obat yang mempunyai sifat lipofilik yang besar,
misalnya

benzodiazepin,

klordiazepoksid,

peningkatan komposisi lemak menyebabkan


menurunnya kadar obat dalam darah.

-Komposisi protein total pada usia lanjut tidak


berubah, tetapi biasanya terjadi perubahan rasio
albumin globulin.
-Penurunan albumin disebabkan oleh menurunnya
aktivitas fisik. Tetapi juga memberi petunjuk
beratnya penyakit sistemik , seperti miokard infark
akut, penyakit inflamasi dan infeksi berat.
Sehingga obat yang terikat albumin lebih banyak
dalam bentuk bebas, kadar obat tsb akan
meningkat dalam plasma. Molekul obat yang
terikat albumin adalah yang bersifat asam lemah.

Effects of Aging on Volume of


Distribution (Vd)
Aging Effect

Vd Effect

body water

ethanol, lithium
Vd for
hydrophilic drugs

lean body mass

Vd for for drugs digoxin


that bind to
muscle

fat stores

Vd for lipophilic diazepam, trazodone


drugs

plasma protein
(albumin)

% of unbound
or free drug
(active)

diazepam, valproic
acid, phenytoin,
warfarin

plasma protein

% of unbound
or free drug
(active)

quinidine, propranolol,
erythromycin,
amitriptyline

(1-acid
glycoprotein)

Examples

Metabolisme
-Hepar berperan dalam metabolisme obat, tidak
hanya mengaktifkan/mengakhiri aksi obat tetapi
juga
membantu
terbentuknya
metabolit
terionisasi yang lebih polar yang memungkinkan
berlangsungnya mekanisme ekskresi ginjal.
-Kapasitas hepar untuk memetabolisme obat
tidak berubah dengan bertambahnya umur, tetapi
terdapat penurunan aliran darah hepar yang
sangat mempengaruhi kemampuan metabolisme
obat.

-Riwayat penyakit hepar seorang lanjut usia sangat


perlu dipetimbangkan dalam pemberian obat yang
terutama dimetabolisme di hepar.
-Beberapa penyakit yang sering terjadi pada usia
lanjut seperti kegagalan jantung kongestif, dapat
mengubah kemampuan hepar untuk memetabolisme
obat dan dapat pula menurunkan aliran darah hepar.

Ekskresi ginjal
-Ginjal tempat ekskresi sebagian besar obat, baik
dalam bentuk aktif maupun hasil metabolitnya.
-Ginjal akan mengalami perubahan fisiologis dan
anatomis dengan bertambahnya umur.
-Dengan menurunnya kapasitas fungsi ginjal karena
usia lanjut, maka eliminasi sebagian besar obat juga
akan terpengaruh. Obat-obat yang dimetabolisme
kebentuk aktif, seperti: metildopa, triamteren,
spironolakton, oksifenbutazon, levodopa, dan
acetoheksamid
akan
terakumulasi
karena
memburuknya fungsi ginjal pada usia lanjut.

-Terdapat penurunan klirens yang konsisten


dengan bertambahnya umur.
-Pengukuran klirens kreatinin perlu dibuat,
sebelum pemberian obat, terutama jika ada
kelainan ginjal atau gangguan metabolisme air
dan garam, sepertinya misalnya dehidrasi
berat.
-Akibat dari turunnya klirens adalah terjadi
pemanjangan
waktu
paruh
obat
dan
tertumpuknya obat hingga mencapai kadar
toksik, bila dosis dan frekuensi pemberian
tidak diturunkan. Sebagai contoh antara lain
amioglikosida, litium, digoksin, prokainamida,
glibenklamid, alupurinol dan simetidin.

Effects of Aging on the


Kidney

Decreased kidney size


Decreased renal blood flow
Decreased number of functional nephrons
Decreased tubular secretion
Result: glomerular filtration rate (GFR)
Decreased drug clearance: atenolol,
gabapentin, H2 blockers, digoxin, allopurinol,
quinolones

Perubahan Farmakodinamik
-Usia lanjut relatif lebih sensitif terhadap aksi obat
dibanding kelompok usia muda. Hal ini karena
adanya perubahan interaksi farmakodinamika obat
terhadap reseptor yang merupakan hasil perubahan
farmakokinetika
atau
hilangnya
respons
homeostatis.
-Penelitian klinik menunjukkan bahwa usia lanjut
lebih sensitif terhadap analgetika, alkaloida,
opium,sedatif dan tranquilizer, serta antiparkinson.

EFEK SAMPING OBAT PADA USIA LANJUT


-Terdapat korelasi positif antara jumlah obat yang diminum
dengan kejadian efek samping obat.
-Makin banyak jenis obat yang diresepkan pada usia lanjut,
makin tinggi pula kemungkinan terjadinya efek samping.
-Epidemiologis, 1 dari 10 orang (10%) mengalami efek
samping setelah pemberian 1 jenis obat. Resiko ini
meningkat mencapai 100% jika jumlah obat yang diberikan
mencapai 10 jenis atau lebih.

-Angka kejadian efek samping obat pada usia lanjut


mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa.
-Obat yang sering menimbulkan efek samping pada
usia lanjut antara lain analgetika, antihipertensi,
antiparkinsion, antipsikotik, sedatif dan obat
gastrointestinal.
-Efek samping yang paling banyakdialami antara lain
hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi
urin, dan konstipasi.

Kesalahan Peresepan
-Dokter
kurang
memahami
adanya
perubahan
farmakokinetika/farmakodinamika karena usia lanjut. contoh
simetidin yang diberikan pada usia lanjut, memberi efek
samping misalnya halusinasi. Obat ini juga menghambat
metabolisme berbagai obat seperti warfarin, fenitoin dan beta
blocker, akan menimbulkan efek toksik karena meningkatnya
kadar obat dalam darah secara mendadak
Kesalahan Pasien
-Usia lanjut banyak mengkonsumsi obat yang dijual
bebas/tanpa resep (OTC). Sebagai contoh antihistamin yang
mempunyai efek sedasi, jika diberikan pada pasien
gangguan fungsi kognitif akan memberi efek samping yang
serius. Obat antimuskarinik akan menyebabkan retensi urin
(pada penderita lakilaki) atau glaukoma.

Ketidak-jelasan informasi pengobatan


-Kesalahan umumnya berupa salah minum obat
(karena banyaknya jenis obat yang diresepkan pada
suatu saat), atau berupa ketidaksesuaian dosis dan
cara pemakaian seperti yang dianjurkan.
-Kelompok usia ini tidak jarang pula memanfaatkan
obat-obat yang kadaluwarsa secara tidak sengaja,
karena ketidaktahuan ataupun ketidakjelasan informasi

Anda mungkin juga menyukai

  • ER DEPT NURSING
    ER DEPT NURSING
    Dokumen5 halaman
    ER DEPT NURSING
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6
    Kelompok 6
    Dokumen11 halaman
    Kelompok 6
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Pilihan Antihipertensi
    Pilihan Antihipertensi
    Dokumen3 halaman
    Pilihan Antihipertensi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Pilihan Antihipertensi
    Pilihan Antihipertensi
    Dokumen3 halaman
    Pilihan Antihipertensi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6
    Kelompok 6
    Dokumen11 halaman
    Kelompok 6
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Sop Pembidaian
    Sop Pembidaian
    Dokumen5 halaman
    Sop Pembidaian
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kalkulasi Dosis
    Kalkulasi Dosis
    Dokumen50 halaman
    Kalkulasi Dosis
    Aini Hayati
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen11 halaman
    Kelompok 5
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Dokumen7 halaman
    Kelompok 3
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Vitamin
    Vitamin
    Dokumen6 halaman
    Vitamin
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Vitamin
    Vitamin
    Dokumen6 halaman
    Vitamin
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kalkulasi Dosis
    Kalkulasi Dosis
    Dokumen50 halaman
    Kalkulasi Dosis
    Aini Hayati
    Belum ada peringkat
  • Askep Kehamilan1
    Askep Kehamilan1
    Dokumen5 halaman
    Askep Kehamilan1
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • FAKTOR
    FAKTOR
    Dokumen2 halaman
    FAKTOR
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • JK
    JK
    Dokumen2 halaman
    JK
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Jadi
    Jadi
    Dokumen1 halaman
    Jadi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Askep Kehamilan1
    Askep Kehamilan1
    Dokumen5 halaman
    Askep Kehamilan1
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Sejarah Perkembangan Agama-Agama Besar Di Indonesia
    Sejarah Perkembangan Agama-Agama Besar Di Indonesia
    Dokumen22 halaman
    Sejarah Perkembangan Agama-Agama Besar Di Indonesia
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Metode-Metode Psikologi
    Metode-Metode Psikologi
    Dokumen9 halaman
    Metode-Metode Psikologi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • MEMBIMBING PASIEN
    MEMBIMBING PASIEN
    Dokumen6 halaman
    MEMBIMBING PASIEN
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Imunologi
    Imunologi
    Dokumen12 halaman
    Imunologi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Unsur Psikologi Memori Daya Ingat
    Unsur Psikologi Memori Daya Ingat
    Dokumen24 halaman
    Unsur Psikologi Memori Daya Ingat
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Askep Kehamilan1
    Askep Kehamilan1
    Dokumen5 halaman
    Askep Kehamilan1
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Obesitas
    Obesitas
    Dokumen4 halaman
    Obesitas
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Belajar dan Berpikir
    Belajar dan Berpikir
    Dokumen10 halaman
    Belajar dan Berpikir
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen5 halaman
    Bab 3
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat
  • Imunologi
    Imunologi
    Dokumen12 halaman
    Imunologi
    FarikhaturRosyidah
    Belum ada peringkat