Anda di halaman 1dari 25

The Exclusive Economic

Zone
Iman Prihandono, SH., MH., LL.M
Departemen Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Airlangga
E-Mail: iprihandono@unair.ac.id
Blog: imanprihandono.wordpress.com

ZONA MARITIM

Definisi Umum
Adalah Zona sejauh 200 NM dari
baseline, dimana negara pantai
memiliki hak-hak terhadap sumber
daya alam dan yurisdiksi, dan zona
dimana negara lain memiliki
kebebasan pelayaran, penerbangan
dan menempatkan kabel dan pipa
bawah laut.

Batas/Delimitasi ZEE
Batas dalam dari ZEE adalah batas
terluar dari territorial sea (is an
area beyond and adjacent to the
territorial sea) Art. 55 LOSC.

Batas terluar dari ZEE shall not

extend beyond 200 nautical miles


from the baselines (Art. 57 LOSC).

A.L. Hollick the figure of 200 miles


seems to have been something of an
accident.

Negara-negara yang berhadapan atau


berdampingan yang jarak pantainya
kurang dari 200 mil harus melakukan
suatu delimitasi ZEE satu sama lain;

Art. 74 LOSC, shall be effected by

agreement on the basis of


international law in order to achieve
an equitable solution.;

Bandingkan dengan Art. 15 LOSC;

Elemen Utama:
1. Hak dan Kewajiban Negara Pantai
(Coastal State);

2. Hak dan Kewajiban Negara lain


(Other States);

1. Hak dan Kewajiban Coastal State

A. Sumber daya alam Non Hayati;


B. Sumber daya alam Hayati;
C. Sumber ekonomis lainnya;
D. Pembangunan Pulau Buatan dan Instalasi;
E. Penelitian Ilmiah Kelautan;
F. Kontrol terhadap Pencemaran;

1.A.) SDA Non Hayati (Art. 56)


Negara pantai memiliki hak berdaulat
for the purpose of exploring and
exploiting, conserving and managing
the non living natural resources;

Dari: a). waters superjacent to the seabed; b). the sea-bed; c). its subsoil;

Non living natural resources = mineralmineral.

1.B.) SDA Hayati (Art. 56 LOSC)


Negara pantai memiliki hak berdaulat

for the purpose of exploring and


exploiting, conserving and managing the
living natural resources;

Dari: a). waters superjacent to the seabed; b). the sea-bed; c). its subsoil;

Dibatasi dengan (Art. 61 dan 73 LOSC),


- Conservation of the living resources,
allowable catch, maximum sustainable
yield, restoring populations; - inspection,
arrest and judicial proceedings;

1.C.) Sumber ekonomis lain

(Art.

56)

Negara pantai memiliki hak-hak

berdaulat terhadap kegiatan


eksplorasi dan eksploitasi berupa
the production of energy from the
water, currents and winds;

Memberikan peluang kepada coastal


states untuk memanfaatkan
perkembangan teknologi;

Dibatasi dengan ketentuan-ketentuan


tertentu;

1.D.) P. Buatan dan Instalasi (Art. 56

LOSC)
Negara pantai memiliki YURISDIKSI
terhadap: the establishment and use of
artificial islands, installations and structures;

Diatur lebih lanjut dengan Art. 60 LOSC,

mempunyai hak eksklusif to construct and


to authorize and regulate the construction,
operation and use of;

Dibatasi dengan aturan a). giving warning of

their presence; b). establish reasonable safety


zones; c). not exceed a distance of 500 metres;

1.E.) Pen. Ilmiah Kelautan

(Art. 56

LOSC)

Negara pantai memiliki YURISDIKSI

terhadap: marine scientific research;

Diatur lebih lanjut dengan Art. 246(1)

LOSC, dalam menjalankan yurisdiksinya,


have the right to regulate, authorize
and conduct marine scientific research;

Pada prinsipnya negara pantai akan

memberikan persetujuan (consent), kecuali


terhadap penelitian tertentu;

1.F.) Pencemaran Laut

(Art. 56 LOSC)

Negara pantai memiliki YURISDIKSI

terhadap: the protection and preservation


of the marine environment;

Diatur lebih lanjut dengan Art. 210(5) dan 216


LOSC, berkaitan dengan pengaturan dan
penegakan hukum terhadap dumping of
waste.

Art. 211, 220 dan 234 LOSC berkaitan dengan


other forms of pollution from vessel;

Art. 208 dan 214 LOSC, terhadap polusi yang


timbul dari sea-bed activities;

Tambahan
...other rights and duties provided
for in this Convention

Art. 33 LOSC, Contiguous Zone;


Art. 111 LOSC, Hot Pursuit, violations
in the exclusive economic zone;

2. Hak dan Kewajiban Negara


Lain
A. Navigasi;
B. Penerbangan (Overflight);
C. Penepatan Kabel dan Pipa Bawah
Laut;

2.A.) Navigasi (Art. 58)


all States, whether coastal or land-

locked menikmati freedom of


navigation sebagaimana diatur dalam
Art. 87 LOSC;

Kebebasan pelayaran tidak tak terbatas;


Dibatasi juga dengan Art. 88 LOSC,

peaceful purposes; dan Art. 115 LOSC,


taken all reasonable precautionary
measures;

2.B.) Penerbangan (Art. 58)


all States, whether coastal or landlocked menikmati freedom of
overflight sebagaimana diatur
dalam Art. 87 LOSC;

Kebebasan penerbangan tidak tak


terbatas;

Dibatasi juga dengan Art. 88 LOSC,


peaceful purposes; dan Art. 115
LOSC, taken all reasonable
precautionary measures;

2.C.) Kabel & Pipa Bawah Laut (Art.


58)
all States, whether coastal or land-locked

menikmati freedom of laying submarine


cables and pipelines sebagaimana diatur
dalam Art. 87 LOSC;

Kebebasan penempatan tidak tak terbatas;


Dibatasi juga dengan Art. 88 LOSC, peaceful
purposes; dan Art. 115 LOSC, taken all
reasonable precautionary measures;

Masih dibatasi lagi dengan Art. 112 LOSC,


subject to the consent of coastal State,
conditions laid down by coastal State (Art.
79(3)(4) LOSC);

Tambahan hak

1. Land-locked States;
2. Geographically disadvantaged
States;

Land-locked States (Art. 69 LOSC)


a State which has no sea-coast (Art.
124) LOSC;

Berhak untuk berpartisipasi:


i). on an equitable basis;
ii). of an appropriate part;
iii). of the surplus of living
resources;

Melalui bilateral, subregional or

regional agreements, dengan


memperhatikan syarat-syarat lain.

Geographically Disadvantaged
States (Art. 70 LOSC)
coastal States, including States

bordering enclosed or semi-enclosed


seadependent upon the
exploitation of the living resources of
the EEZ of other States;

Memiliki hak untuk participate, on

an equitable basis, of an appropriate


part, of the surplus of the living
resources;

ZEE Indonesia
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983

Tentang Zona Ekonomi Eksklusif


Indonesia;
Peraturan Pemerintah Nomor 15
tahun 1984 Tentang Pengelolaan
Sumberdaya Hayati di ZEE Indonesia;
Undang-undang Nomor 23 Tahun
1997 Tentang Lingkungan Hidup;
Undang-undang No.8 Tahun 1981
Tentang KUHAP;
Undang-Undang Nomor 31 tahun
2004 Tentang Perikanan;

PENEGAKAN HUKUM Pasal 13 (UU 5/1983)


Dalam rangka melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi
dan kewajibankewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), aparatur penegak hukum Republik Indonesia yang
berwenang, dapat mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum
sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, dengan pengecualian
sebagai berikut :
(a) Penangkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga
melakukan pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
meliputi tindakan penghentian kapal sampai dengan diserahkannya
kapal dan/atau orang-orang tersebut dipelabuhan dimana perkara
tersebut dapat diproses lebih lanjut;
(b) Penyerahan kapal dan/atau orang-orang tersebut harus
dilakukan secepat mungkin dan tidak boleh melebihi jangka waktu
7 (tujuh) hari, kecuali apabila terdapat keadaan force majeure;
(c) Untuk kepentingan penahanan, tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 16 dan Pasal 17 termasuk dalam golongan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.

(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau

mengoperasikan kapal penangkap ikan


berbendera asing melakukan penangkapan ikan
di wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia, yang tidak memiliki SIPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Peradilan perikanan harus terbentuk paling lama


dua tahun sejak UU 31/2004 ditetapkan (Psl. 71
(5)).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA


PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD
HOC PENGADILAN PERIKANAN.

Anda mungkin juga menyukai