Anda di halaman 1dari 36

Farmakoterapi I

Penyait Paru Obstruksi Kronik


Kelompok 1:
Andri Arfaldi
Era Fazira
Jenny Novita
Kurnia Ulfa

Penyakit Paru Obstruksi


Kronik
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang
bersifat progressif nonreversibel
atau reversibel parsial.

Menurut WHO yang dituangkan dalam


Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD)
tahun 2001 dan di-update tahun 2005
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
didefenisikan sebagai penyakit yang
dikarakteristir oleh adanya obstruksi
saluran pernafasan yang tidak
reversibel sepenuhnya. Sumbatan
aliran udara ini umunya bersifat
progresif dan berkaitan dengan respon

Klasifikasi PPOK
PPOK terdiri dari dua bagian,
yaitu :
Bronchitis kronis
Emfisema

Bronchitis kronis adalah kondisi dimana


terjadi sekresi mucus berlebihan kedalam
cabang bronkus yang bersifat kronis dan
kambuhan, disertai batuk yang terjadi
pada hampir setiap hari selama sedikitnya
3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun
berturut-turut.
Emfisema adalah kelainan paru-paru yang
dikarakterisir oleh pembesaran rongga
udara bagian distal sampai keujung
bronkiole yang abnormal dan permanent,
disertai dengan kerusakan dinding
alveolus. Pasien pada umumnya

Etiologi PPOK
Faktor yang disebabkan paparan lingkungan
antara lain :
1) Merokok, merupakan penyebab dari 8590% kasus PPOK.
2) Pekerjaan, Para pekerja tambang emas
atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja
yang terpapar debu katun dan debu
gandum, toluena diisosianat, dan asbes.
3) Polusi udara, asap dapur, asap pabrik

Faktor resiko yang berasal dari host /


pasiennya antara lain :
1)Usia
2)Jenis kelamin
3)Adanya gangguan fungsi paru yang
sudah terjadi
4)Predisposisi genetik, yaitu defisiensi
1 antitripsin (AAT).

Patofisiologi PPOK

Perubahan patologis pada PPOK terjadi di


saluran pernafasan, bronkiolus dan
parenkim paru.
Peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear yang diaktivasi dan
makrofag yang melepaskan elastase tidak
dapat dihalangi secara efektif oleh
antiprotease. Hal ini mengakibatkan
destruksi paru.
Peningkatan tekanan oksidatif yang

Patofisiologi PPOK
1. Bronkitis kronik
Ditandai dengan pembesaran kelenjar mukus,
perubahan struktur pada saluran pernafasan
termasuk atrofi, metaplasia sel squamous,
abnormalitas silia, hiperplasia otot lurik, proses
inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus.

Semua perubahan ini dikombinasikan bersama


kehilangan supporting alveolar attachments
menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat
penyempitan lumen saluran pernafasan dan
deformitas dinding saluran pernafasan

2. Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal dan disertai kerusakan dinding alveoli.
Terdapat 3 jenis emfisema menurut
morfologinya:
a. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi
pada bronkiolus dan meluas ke perifer, mengenai
terutamanya bagian atas paru.
b. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan
seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal serta
paling banyak pada bagian paru bawah
c. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai
saluran napas distal, duktus dan sakus. Proses ini
terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura

Tanda dan gejala


Indikator kunci untuk mempertimbangkan
diagnosis PPOK :
a. Batuk kronis
b. Produksi sputum secara kronis
c. Bronkitis akut
d. Sesak nafas (dipsnea)
e. Riwayat paparan terhadap faktor risiko
(merokok, pertikel / senyawa kimia,
dan asap dapur)

Gejala klinik PPOK :


Smokers cough (batuk khas perokok),
biasanya hanya diawali sepanjang pagi
yang dingin kemudian berkembang menjadi
sepanjang tahun.
Sputum, biasanya banyak dan lengket
(mucoid), berwarna kuning, hijau, atau
kekuningan bila terjadi infeksi.
Dipsnea (sesak nafas), ekspirasi menjadi
fase yang sulit pada saluran pernafasan.

Gejala PPOK pada eksaserbasi akut :

Peningkatan volume sputum


Perburukan pernafasan secara akut
Dada terasa berat (chest tightness)
Peningkata purulensi sputum
Peningkatan kebutuhan bronkodilator
Lelah dan lesu
Penurunan toleransi terhadap gerakan
fisik (cepat lelah, terengah-engah)

Gejala pada kasus PPOK berat :


Cyanosis (kulit membiru) akibat
terjadi kegagalan respirasi
Gagal jantung kanan (cor
pulmonale) dan edema perifer
Plethoric complexion, yaitu pasien
menunjukkan gejala wajah yang
memerah yang disebabkan
polycythemia (erythrocytosis,
jumlah eritrosit yang meningkat)

Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1) Batuk, sputum putih atau mukoid, jika ada
infeksi menjadi purulen atau muko purulen
2) Pemeriksaan fisik
biasanya tampak kurus dengan Barrel-barrel
chest (diameter anteroposterior dada
meningkat)
Perkusi terdengar hipersonor, peranjakan
hati mengecil, batas paru-hati lebih rendah,
pekak jantung berkurang.
Suara napas dan suara jantung lemah

3.Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada pada bronchitis kronik
. Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan
garis-garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal
. Corak paru yang bertambah
b. Foto dada pada emfisema paru
. Terjadi overinflasi (dengan gambaran diafragma yang
rendah dan datar, bahkan kadang-kadang terlihat
konkaf) dan pulmonary oligoemia (penciutan pembuluh
darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal)
. Corak paru yang bertambah

4) Pemeriksaan Fungsi Paru


Terdapat penurunan FEV1, FVC, FEV1/FVC%.
Kapasitas difusi pada emfisema berkurang karena
banyak alveolus yang rusak, sedangkan pada
bronchitis relative lebih normal.
5) Analisa Gas Darah
6) Pemeriksaan EKG

Penatalaksanaan umum PPOK


Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
Edukasi
Obat - obatan
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi
Rehabilitasi

Penatalaksanaan

Algoritme

Penatalaksanaan

Terapi nonfarmakologi
Berhenti merokok
Terapi oksigen
Nutrisi
Vaksinasi
Rehabilitas
Edukasi
Dukungan psikologis
Rujukan untuk kemungkinan pembedahan

Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi
Saat ini tidak ada obat yang tersedia untuk pengobatan COPD
yang telah ditunjukkan untuk memodifikasi penurunan progresif
fungsi paru-paru atau memperpanjang kelangsungan hidup. sehingga
tujuan utama dari farmakoterapi adalah untuk mengontrol gejala
pasien dan mengurangi komplikasi, termasuk frekuensi dan
keparahan eksaserbasi dan meningkatkan keseluruhan status
kesehatan dan latihan toleransi pasien
Bronkodilator
Macam - macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik
b. Golongan agonis beta - 2
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
d. Golongan xantin
e. Antiinflamasi
f. Antibiotika
g. Antioksidan

Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan
jangka panjang pada PPOK stabil
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktiviti optimal
Meningkatkan kualiti hidup

Bronkodilator

Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari ).

Golongan agonis beta - 2


Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya.digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi

Golongan xantin

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi

perawatan dirumah sakit dapat dipilih :


o Amoksilin dan klavulanat
o Sefalosporin generasi II & III injeksi
o Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
o Aminoglikose per injeksi
o Kuinolon per injeksi
o Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki
kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.Dapat
diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin

Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut
karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum
yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.

Analisa Kasus
Tn A usia 54 tahun, dengan riwayat penyakit
hipertensi mengeluhkan sesak nafas yang mulai
sekitar 4 sampai 5 tahun yang lalu. Gejalanya
secara bertahap telah memburuk sejak saat itu.
Dia sekarang mampu berjalan 100 yard tanpa
harus berhenti dan beristirahat. Dia juga memiliki
batuk berhari-hari yang biasanya menghasilkan
sputum berwarna kekuningan. Dia merokok
sekitar rokok sehari selama 30 tahun terakhir.
Dia tidak memiliki pekerjaan yang terekspos oleh
debu, gas atau uap yang berbahaya.

Subjective
Nama Pasien : Tn.X
Usia : 54 tahun
Keluhan :
Timbul sesak nafas sejak 4 sampai 5 tahun
yang lalu, sekarang bertambah parah
Batuk dan mengeluarkan sputum yang
berwarna kekuningan
Hanya mampu berjalan 100 yard tanpa
berhenti dan beristirahat
Selama 30 tahun terakhir dapat merokok
bungkus sehari
Dia tidak memiliki pekerjaan yang
terekspos oleh debu, gas atau uap yang
berbahaya.

Riwayat
penyakit :
Hipertensi

Assesment
COPD
Hipertensi

Plan
Terapi Farmakologi
COPD
Golongan antikolinergik : digunakan pada derajat
ringan sampai berat. Disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(max 4 kali perhari). Cth : Ipratropium bromida 20
gr (2 4 semprot 3-4 kali sehari ) (PDPI,2003)
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 :
Kombinasi kedua golongan obat ini akan
memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunya tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.

Plan
Terapi Farmakologi
Hipertensi
Jangan berikan obat yang bekerja beta non selektif, karena
beta non selektif dapat juga bekerja di beta 1 yang ada di
bronki, menyebabkan bronkokontriksi, sehingga dapat
memperparah COPD
Berikan obat golongan diuretik tiazid ( cth : hidklorotiazid )
Untuk penanganan hipertensi rekomendasi WHO
menganjjurkan lima daya jenis obat dgn hipotensif dan
efektifitas kurang lebih sama, yaitu diuretik tiazid, betablocker, antagonis Ca, ACE0Inhibitor dan ATIIreseptoblocker. Kini banyak ahli sependapat bahwa
diuretik atau beta-blocker atau kombinasinya merupakan
pilihan pertama (oop,2007)

Plan
Terapi non-farmakologi
COPD

Menjaga kebersihan lingkungan dan


sanitasi
Berhenti merokok
Fisioterapi ; menepuk-nepuk dada
guna mempermudah pengeluaran
dahak dan juga latihan pernafasan
serta relaksasi

Plan
Terapi Non-Farmakologi
Hipertensi
Mengurangi berat badan
Mengurangi garam (diet garam)
Membatasi kolestrol
Berhenti merokok
Membatasi minum kopi
Tidak minum alkohol
Cukup istirahat dan tidur
Olahraga ringan
(oop,2007)

Monitoring
COPD
Pemeriksaan faal paru
Hipertensi
Pemeriksaan tekanan darah

Komunikasi, edukasi dan informasi


Edukasi pasien tentang penyakit
Pastikan pasien teratur minum obat
Pastikan pasien selalu memonitoring
penyakitnya
Nerikan informasi tentang pola hidup
yang boleh dan tidak boleh dilakukan

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai