Anda di halaman 1dari 8

Kebakaran Hutan

Di
Pulau Kalimantan Tengah

Kelompok 5
Ade Imanudin
12314093
Alexius Jaques Mega Azi
12314101
Halimatussaadiyah. Rahawarin
12314147
Haryati Magi Weda
12314149
Mulyani
12314177
Theo Demus David
12314227

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan gambut sangat mengkhawatirkan dan
sangat merugikan dalam berbagai hal, baik secara ekonomi dan sosial
maupun secara ekologi. Dampak yang segera terasa adalah asap,
sampai negara tetangga juga merasakannya, apalagi yang dekat
dengan sumbernya. Belum lagi dampak yang harus diterima setelah
kebakaran hutan dan lahan, yaitu rusaknya ekologi, yang dengan sendiri
akan ditanggung oleh masyarakat yang ada di sekitar dan di dalam
hutan secara langsung, dan seluruh masyarakat secara tidak langsung.
1.3 Rumusan Masalah & Batasan Masalah
Apa faktor utamanya penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan
gambut di Kalimantan Tengah.
Apa dampak yang ditimbulkan.
Siapa saja pihak yang terkait dalam permasalahan ini.
Bagaimana cara pemecahan dalam menyelesaikan problem ini.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.2 UU RIno.41Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1


Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.

2.3 Sedangkan hutan (forest) menurut FAO tahun 2010


Land spanning more than 0.5 hectares with trees higher than 5
meters and a canopy cover of more than10 percent, or trees able to
reach these thresholds in situ. It does not include land that is
predominantlyunder agricultural or urban land use.
Kira-kira demikian: Lahan yang luasnya lebih dari 0,5hektar
dengan pepohonan yang tingginya lebih dari 5meter dan tutupan tajuk
lebih dari 10persen, atau pohon dapat mencapai ambang batas ini di
lapangan. Tidak termasuk lahan yang sebagian besar digunakan untuk
pertanian atau permukiman.

2.4

Menurut Spurr (1973),

hutan dianggap sebagai persekutuan antara tumbuhan dan


binatang dalam suatu asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama
dengan lingkungannya membentuk suatu sistem ekologis dimana
organisme dan lingkungan saling berpengaruh di dalam suatu siklus
energi yang kompleks.
2.5 Soerianegara dan Indrawan (1982)
mengemukakan Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan
yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai
keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebakaran Hutan Atau Bencana Terencana
Kebakaran hutan dan lahan sangat mengkhawatirkan dan sangat merugikan dalam
berbagai hal, baik secara ekonomi dan sosial maupun secara ekologi. Dampak yang segera
terasa adalah asap, sampai negara tetangga juga merasakannya, apalagi yang dekat
dengan sumbernya. Belum lagi dampak yang harus diterima setelah kebakaran hutan dan
lahan, yaitu rusaknya ekologi, yang dengan sendiri akan ditanggung oleh masyarakat yang
ada di sekitar dan di dalam hutan secara langsung, dan seluruh masyarakat secara tidak
langsung.
3.2 Pembakaran Sempurna
Masyarakat dengan pengetahuan lokal (local knowledge) mempunyai kemampuan dalam
menentukan zonasi dalam penggunaan lahan yang sesuai dengan tipe pemanfaatan lahan
(land utilization type) dan kesesuaian lahannya (land suitability) dalam proses
perencanaan penggunaan lahan. Sehingga, lahan gambut yang terdapat kubah gambut
(peat dome) tidak akan mereka sentuh karena terlalu dalam, lebih baik dijadikan zonasi
konservasi yang perlu dilindungi untuk pemanfaatan lain, seperti tempat ikan. Namun,
kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini, menunjukkan bahwa telah terjadi
kerusakan yang luar biasa di zona yang seharusnya diperuntukkan untuk kehutanan.
Berdasarkan luasannya, tentu sangat tidak mungkin jika yang melakukan kerusakan
tersebut adalah masyarakat yang masih mengandalkan pengetahuan lokal
(indegeneous/local knowledge), tentu ada yang lebih mungkin adalah segelintir
masyarakat yang kuasa yang melakukan kerusakan tersebut.

3.3 Kebakaran Lahan Di Kalimantan Tengah


Sekelompok orang yang disebut pengecut dan tidak bertanggung jawab oleh
Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, karena mereka terus
melakukan pembakaran lahan hingga menyebabkan kabut asap yang pekat.
Sekelompok orang itu, menurutnya perlu mendapatkan sanksi sosial dari
masyarakat; kucilkan saja orang-orang tersebut (www.antaranews.com, diakses
9 September 2009; Gubernur: Pembakar Lahan Itu Pengecut). Kegeraman
gubernur sebagai suatu keprihatinan terjadinya kabut asap yang pekat yang
hampir merata di 14 kabupaten/kota akibat kebakaran lahan adalah suatu
kewajaran dan memang seharusnya.
3.4 Membakar Dengan Pengetahuan
Musim kemarau telah tiba, yang berarti diikuti oleh berbagai bentuk kebakaran.
Seolah musim kemarau punya kembarannya yang gemuk dan besar, yang
potensial menjadi musuh karena wujudnya api. Ada kebakaran perkampungan
di perkotaan, karena tata ruang perkotaan untuk sebagian wilayahnya memang
telah berkembang dan tumbuh menjadi wilayah yang rentan terhadap api.
Kebakaran perkampungan sangat merisaukan dan memilukan, terlebih lagi
biasanya perkampungan tersebut adalah bagian strata masyarakat menengah
ke bawah, sehingga kebakaran tersebut merupakan bentuk dehumanisasi.
Namun demikian, kebakaran perkampungan tersebut hanyalah berita sedih dan
pilu saja, berbeda dengan kebakaran hutan dan lahan yang dengan cepat
sampai menjadi berita internasional.

3.5 Membakar Tidak Sama Dengan Kebakaran


Sistem pengetahuan lokal (local knowledge) atau pengetahuan
penduduk asli (indegenous knowledge) tentang berladang
menempatkan tahapan pembakaran sebagai bagian yang penting
dan tidak bisa ditinggalkan. Salah satu petani ladang di Desa
Belimbing Lama Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar
mengatakan, Kada kawa mun kada disalukut. Supaya tanah tu ba
sagu. supaya banih tu subur dapatnya habu. Jadi salukut. Coba
kita buang rabanya, kapinggirakan misalnya kawa mambuang lah
jadi tanah mantah kalu kada di salukut tu, tanah mantah, balajur
banihnya kada baik, dasar kada baik mun kada dapat habu. (Tidak
bisa jika tidak dibakar. Supaya tanah menjadi subur benih tumbuh
dengan subur karena abu pembakaran. Jadi dibakar. Coba kita buang
serasah, kepinggir misalnya, tidak bisa membuang kan jadi tanah
mentah jika tidak dibakar, tanah mentah, yang menjadikan benih
tidak baik, benar-benar tidak baik jika tidak dapat abu pembakaran).

3.6 Kebakaran Hutan dan Lahan


Sejak tahun 1996, laju kehilangan hutan di Indonesia diperkirakan
mencapai 2 juta hektar per tahun (Global Forest Watch, 2001).
Sementara terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh sektor
kehutanan di era otonomi daerah (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, 2002), yakni:
(1) hutan yang semakin hari semakin rusak,
(2) praktek pengelolaan hutan tidak menjamin kelestarian hutan,
(3) pencurian kayu dan perambahan hutan,
(4) permintaan kayu yang berlebih,
(5) kebakaran hutan,
(6) hak pengelolaan dan kepemilikan masyarakat tidak jelas,
(7) kontribusi kehutanan terhadap perekonomian menurun,
(8) partisipasi masyarakat belum terbangun dengan baik, dan
(9) korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam sektor kehutanan.
Dengan demikian, laju kehilangan hutan dan beberapa tantangan
yang di hadapi oleh sektor kehutanan sudah mengindikasikan bahwa
kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh manusia yang serakah,
yang memacu greed revolution terhadap hutan.

Anda mungkin juga menyukai