Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS

TRANSVERSE MYELITIS

Dokter Pembimbing :
dr. Gama Sita, Sp.S

Disusun Oleh :
Marita Puspitasari
20100310030

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Menurut NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)
tahun 2012, myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati)
yang disebabkan proses inflamasi. Menurut kamus kedokteran Dorland 2007,
myelitis adalah proses inflamasi pada medulla spinalis/ spinal cord. Beberapa
literatur sering menyebut beberapa inflamasi yang menyerang medulla spinalis
sebagai myelitis transverse atau myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut
dari myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut.
Makna transversa pada kasus myelitis menggambarkan secara klinis adanya
band like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau toraks. Sejak saat
itu, sindrom paralisis progresif karena inflamasi di medulla spinalis dikenal
sebagai myelitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun
yang ada pada daerah lesi dan potensial menimbulkan kerusakan. Jadi tidak ada
keterlibatan saraf tulang belakang baik dari segi patologi maupun pencitraan, tapi
hingga hari ini masih sering literatur yang menggunakannya.
2. Epidemiologi
Mielitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara
satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Meskipun
gangguan ini dapat terjadi pada umur berapapun, kasus terbanyak terjadi pada
umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus
per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi yang didapat,
khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang khusus dari myelitis
transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat penyakit dalam
keluarga.
3. Etiologi
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri,
jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus (HIV), varicella zoster,

cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non infeksi atau melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah
vaksinasi. ATM dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak,
penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi seperti chikenpox dan rabies.
Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit
autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogrens syndrome), sindrom
paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun
tidak jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai
"idiopatik".
4. Patogenesis
Mielitis transversalis akut post-vaksinasi
Evaluasi otopsi dari medulla spinalis menunjukkan hilangnya akson yang
berat dengan demielinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuclear, terutama limfosit
T pada nerve roots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi
sel limfosit di perivaskular dan parenkim di grey matter terutama pada anterior
horns. Beberapa studi menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses
autoimun yang berkembang menjadi MT.
MTA Parainfeksi
Sebanyak 30-60% kasus idiopatik myelitis transversalis, terdapat adanya
keluhan respirasi, gastrointestinal, atau penyakit sistemik sebelumnya. Kata
parainfeksi telah digunakan untuk injuri neurologis yang diakibatkan oleh
infeksi mikroba langsung dan injuri yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi
mikroba langsung dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang
asimptomatik dan diikuti respon sistemik yang menginduksi kerusakan saraf.
Beberapa virus herpes telah dikaitkan dengan myelitis, dan mungkin menjadi
penyebab infeksi langsung terhadap sel saraf di medulla spinalis. Agen lainnya,
seperti Listeria monocytogenes dibawa ke dalam akson ke saraf di medulla
spinalis. Dengan menggunakan beberapa cara, suatu agen dapat mencapai akses
ke lokasi yang kaya system imun, menghindari system imun yang berada pada

organ lainnya. Mekanisme tersebut dapat menjelaskan inflamasi yang terbatas


pada suatu focus area di medulla spinalis yang dapat dilihat pada pasien MT.
Mimikri molekuler
Mimikri molekuler sebagai mekanisme untuk menjelaskan inflamasi sistem
saraf sengat bagus diimplementasikan pada kasus GBS. Infeksi Campilobakter
jejuni dibuktikan menjadi penyebab yang penting yang mendahului terjadinya
GBS. Jaringan saraf manusia mengandung beberapa subtipe ganglioside moieties
seperti GM1, GM2, dan GQ1b di dalam dinding selnya. Komponen khas
gangliosid manusia, asam sialik, juga ditemukan pada permukaan antigen C.
jejuni dalam selubung luar lipopolisakarida. Antibody yang bereaksi dengan
gangliosid C. jejuni ditemukan dalam serum pasien GBS, dan telah dibuktikan
berikatan dengan saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf.
Mimikri molekuler pada MTA juga dapat terjadi akibat pembentukan autoantibody
sebagai respon terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya.
Microbial superantigen-mediated inflammation
Hubungan lain antara riwayat infeksi sebelumnya dengan terjadinya MTA
yaitu dengan aktivasi limfosit fulminan oleh superantigen mikroba. Superantigen
merupakan peptide mikroba yang mempunyai kapasitas unik untuk menstimulasi
sistem imun, dan berkontribusi terhadap penyakit autoimun yang bervariasi.
Superantigen yang telah diteliti yaitu enterotoksin Stafilokokus A sampai I, toksin1 sindrom syok toksik, dan eksotoksin piogen Streptokokus. Superantigen
mengaktivasi limfosit T dengan jalur yang unik dibandingkan dengan antigen
konvensional. Terlebih lagi, tidak seperti antigen konvensional, superantigen dapat
mengaktivasi limfosit T tanpa adanya molekul ko-stimulan. Dengan adanya
ssperbedaan ini, superantigen dapat mengaktivasi antara 2-20% limfosit yang
bersirkulasi dibandingkan dengan antigen konvensional. Selain itu, superantigen
sering menyebabkan ekspansi yang diikuti dengan delesi klon limfosit T yang
menyebabkan terbentuknya lubang pada limfosit T selama beberapa saat setelah
aktivasi.

Stimulasi sejumlah besar limfosit dapat mencetuskan penyakit autoimun


dengan mengaktivasi klon sel T autoreaktif. Pada manusia, banyak laporan
ekspansi golongan selected Vb pada pasien dengan penyakit autoimun, yang
menunjukkan adanya paparan superantigen sebelumnya. Sel T autoreaktif yang
diaktivasi oleh superantigen memasuki jaringan dan tertahan di dalam jaringan
dengan paparan berulang dengan autoantigen. Di sistem saraf pusat, superantigen
yang diisolasi dari Stafilokokus menginduksi paralisis pada tikus eksperimen.
Pada manusia, pasien dengan ensefalomyelitis diseminata akut dan mielopati
nekrotikan ditemukan

memiliki superantigen piogen Streptokokus yang

menginduksi aktivasi sel T yang melawan protein dasar myelin.


Abnormalitas Humoral
Salah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem
humoral, dengan berkurangnya kemampuan untuk membedakan self dan nonsel. Pembentukan antibodi yang abnormal dapat mengaktivasi komponen lainnya
dari sistem imun atau menarik elemen-elemen seluler tambahan ke medulla
spinalis.

Antibody yang bersirkulasi dapat membentuk kompleks imun dan

terdeposit di suatu area di medulla spinalis.

5. Klasifikasi
Menurut Onset :
Akut
Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu
beberapa hari saja.
Sub Akut
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2 minggu.
Kronik
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2 minggu.
Menurut NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) tahun
2012 :
Myelitis yang disebabkan oleh virus.
5

Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus.


Herpes zoster.
Rabies.
Virus B2.
Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens
dan medula spinal.
Myelitis sifilitika
Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)
Meningomielitis kronik
Myelitis piogenik atau supurativa
Meningomielitis subakut
Myelitis tuberkulosa
Meningomielitis tuberkulosa
Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural,
meningitis lokalisata atau meningomielitis dan abses.
Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.

Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi.

Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik


Degeneratif atau nekrotik
Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis :
Myelitis transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medula
spinalis
Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea
Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba
6. Tanda dan Gejala Klinis
Mielitis transversalis terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam
sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu).
Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom.

Gejala sensorik :
1) Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira 1/3 hingga 1/2 dari semua
penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang
menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki,
lengan atau badan .
2) Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang
abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki,
hilangnya sensorik. Penderita juga mengalami gangguan sensorik
seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan terbakar.
Hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi
terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan
dengan jari menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri (disebut
allodinia). Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi
terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin.
Gejala motorik :
Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi
pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita terlihat terasa berat atau
menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka karena terasa lebih
berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan.
Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang
menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut
penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi paraparesis
(kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi
paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah)
Gejala otonom :
Berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin dan buang
air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering
terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat,
beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori.

7. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk Mielitis Transversalis Akut Idiopatik dapat dilihat
pada tabel 1. Diagnosis MTA harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak ada
satupun kriteria eksklusi yang terpenuhi. Diagnosis MTA yang berhubungan
dengan penyakit lain harus memenuhi semua kriteria inklusi dan pasien juga
memiliki manifestasi klinis dari penyakit yang dicantumkan di kriteria ekslusi.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Mielitis Transversalis
Inclusion criteria
1) Development of sensory, motor or autonomic dysfunction
attributable to the spinal cord
2) Bilateral signs or symptoms (although not necessarily symmetric)
3) Clearly-defined sensory level
4) Exclusion of extra-axial compressive etiology by neuroimaging
(MRI or myelography; CT of spine not adequate)
5) Inflammation within the spinal cord demonstrated by CSF
pleocytosis or elevated IgG index or gadolinium enhancement. If
none of the inflammatory kriteria is met at symptom onset, repeat
MRI and LP evaluation between 2 and 7 days after symptom onset
meets kriteria
6) Progression to nadir between 4 h and 21 days after the onset of
symptoms (if patient awakens with symptoms, symptoms must
become more pronounced from point of awakening)
Exclusion criteria
1) History of previous radiation to the spine within the past 10 years
2) Clear arterial distribution clinical deficit consistent with thrombosis
of the anterior spinal artery
3) Abnormal flow voids on the surface of the spinal cord consistent
with AVM
4) Serological or clinical evidence of connective tissue disease
(sarcoidosis, Behcet's disease, Sjogren's syndrome, SLE, mixed
connective tissue disorder, etc.)a
5) CNS manifestations of syphilis, Lyme disease, HIV, HTLV-1,

mycoplasma, other viral infection (e.g. HSV-1, HSV-2, VZV, EBV,


CMV, HHV-6, enteroviruses) a
(a) Brain MRI abnormalities suggestive of MSa
(b) History of clinically apparent optic neuritis a
AVM, Arteriovenous malformation; CMV, cytomegalovirus; CNS, central
nervous system; CSF, cerebrospinal fluid; CT, computed tomography;
EBV,EpsteinBarr virus; HHV, human herpesvirus; HSV, herpes simplex virus;
HTLV, human T cell leukemia virus; LP, lumbar puncture; MRI, magnetic
resonance imaging; MS, multiple sclerosis; SLE, systemic lupus
erythematosus. aDo not exclude disease-associated acute transverse myelitis.
(Dikutip dari: Transverse Mielitis Consortium Working Group. Proposed diagnostik kriteria and
nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499-5

8.

Diagnosis Banding
Tabel 2. Diagnosis Banding dari Mielitis Transversalis
Inflamasi

Kompresi

Non-Inflamasi
Penyakit Demielinisasi

Osteofit

sklerosis multiple

Diskus

optik neuromyelitis

Metastasis

ensefalomyelitis diseminata

trauma

akut

myelitis transversalis akut


idiopatik

Tumor

Infeksi

Virus: coxsackie, mumps,


varicella, CMV

Sindrom Paraneolastik

Tuberculosis

Mikoplasma
Penyakit inflamasi

Lupus eritematosus
sistemik

Neurosarkoidosis

(Dikutip dari: Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis of Acute Transverse
Myelitis. Semin Liver Dis 2008; 1; 105-120.

9.

Pemeriksaan Penunjang

MRI
Evaluasi awal untuk pasien myelopati harus dapat menentukan apakah ada
penyebab structural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau
spondilolistesis) atau tidak. Idealnya, MRI dengan kontras gadolinium harus
dilakukan dalam beberapa jam setelah presentasi.

CT-myelografi
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk menilai kelainan
struktural, CT-myelografi dapat menjadi alternative selanjutnya, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla spinalis.

Punksi Lumbal
Jika

tidak

terdapat

penyebab

structural,

punksi

lumbal

merupakan

pemeriksaan yang harus dilakukan untuk membedakan myelopati inflamasi

10

ataupun non-inflamasi. Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan
glukosa) dan sitologi CSF harus diperiksa.

Kultur CSF, PCR, titer antibodi


Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi sistemik
konkuren (pneumonia atau diare), status immunokompromise (AIDS atau
penggunaan obat-obat immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi
terbakar radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis zoster,
atau adenopati sugestif untuk etiologi infeksi dari MTA. Pada kasus seperti ini,
kultur bakteri dan virus dari CSF, PCR, dan pemeriksaan titer antibody harus
dilakukan.

Pemeriksaan Lainnya
Manifestasi klinis lainnya dapat mengarahkan diagnosis untuk penyakit
inflamasi sistemik seperti Sindrom Sjogren, sindrom antifosfolipid, LES,
sarkoidosis, atau penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini,
pemeriksaan yang harus dilakukan: ACE level, ANA, anti ds-DNA, SS-A
(Ro), SS-B (La), antibody antikardiolipin, lupus antikoagulan, 2-glikoprotein,
dan level komplemen.
Tabel 3. Test Diagnostik untuk Mielitis Transversalis

Kemungkinan Penyebab
Infeksi

Pemeriksaan Penunjang
Serologi darah; kultur, serologi,
dan PCR CSF; Foto Thorax dan
pemeriksaan

imaging

dengan indikasi
Autoimun Sistemik atau Penyakit Pemeriksaan Fisik;
Inflamasi

pemeriksaan

serologi; Foto Thorax dan Sendi;


pemeriksaan

Paraneoplastik

lainnya

imaging

dengan indikasi
Foto Thorax, CT
antibody

lainnya

scan,

paraneoplastik

PET;
serum

dan CSF

11

Acquired

CNS

Demyelinating

MRI

otak

dengan

kontras

Disease (sklerosis multiple, optic

gadolinium;

CSF

rutin;

neuromyelitis)

pemeriksaan

visual

evoked

Post infeksi atau post vaksinasi

potential; serum NMO-IgG


Anamnesis riwayat infeksi

dan

vaksinasi sebelumnya; konfirmasi


serologi adanya infeksi; eksklusi
penyebab lain
(Dikutip dari: Frohman EM, Wingerchuk DM. 2010. Transverse Myelitis. The New England
Journal of Medicine 2010;363:564-72)

12

Gambar 1. Alur Diagnostik untuk Mielitis Transversalis Akut

10. Penatalaksanaan

13

The new England Journal of Medicine (NEJM) tahun 2010


-

Imunoterapi awal
Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis adalah

menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi inflamasi sumsum tulang dan
mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan standard
lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau lengkap.
-

Plasma exchange
Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak

berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati-hati terhadap pemberian plasma


exchange karena dapat menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang.
Penanganan gejala dan komplikasi ATM
-

Bantuan pernapasan dan orofaringeal


Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan melibatkan

sumsum tulang belakang bagian atas dan batang otak stem, sehingga penilaian
ulang secara regular fungsi pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama
proses perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik diperlukan untuk
beberapa pasien.
-

Kelemahan motorik dan Komplikasi Imobilisasi


Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis terhadap

trombosis vena disarankan untuk semua pasien dengan immoblitas. Kolaborasi


dengan tim kedokteran fisik harus dipertimbangkan sehingga multidisiplin
neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini.
-

Kelainan tonus otot


Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut

(selama syok spinal ), tapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan
resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak
sadar (spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat

14

baclofen, Tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan pasien dengan spastik


yang berhubungan dengan gangguan otak dan saraf tulang belakang.
-

Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan dapat

disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi


(misalnya, nyeri karena kekacauan postural), spastik atau beberapa kombinasi dari
faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan agen
antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake inhibitor
serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik.
-

Disfungsi kandung kemih dan usus


Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase akut myelitis

karena retensi urin di kandung kemih. Setelah fase akut, otot detrusor vesica
urinara mengalami hyperreflexia yang biasanya berkembang dan ditandai oleh
frekuensi berkemih, urgensi, urge incontinence. Gejala ini biasanya berkurang
dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya oxybutynin dan tolterodine).
NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) tahun

2012
Sementara tiap kasus berbeda pada semua pasien , berikut ini adalah kemungkinan
pengobatan pada pasien ATM .
-

Steroid intravena :
Pasien dengan ATM diberikan dosis tinggi metilprednisolon intravena

elama 3-5 hari. Keputusan untuk steroid lanjutan atau menambahkan pengobatan
baru sering didasarkan pada perjalanan klinis dan penampilan MRI pada hari ke 5
setelah pemberian steroid .
-

Plasma Exchange
Hal ini sering digunakan untuk pasien-pasien dengan ATM moderat dan

bentuk agresif yang tidak menunjukkan banyak perbaikan setelah dirawat dengan
steroid intravena dan oral

15

Perawatan lain untuk ATM :


Bagi pasien yang tidak beresponi baik steroid atau Plex dan terus
menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang, bentuk lain dari
intervensi berbasis kekebalan mungkin diperlukan. Penggunaan imunosupresan
atau agen imunomodulator mungkin diperlukan. Salah satunya penggunaan
siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering digunakan untuk limfoma atau
leukemia).
Terapi rehabilitasi (physical therapy, occupational therapy, vocational
therapy)
American Academy of Neurology tahun 2011

Dosis tinggi metilprednisolon (1 g IV setiap hari selama 3-7 hari) biasanya


lini pertama treatment pada awal serangan ATM. Keputusan untuk
memperpanjang steroid atau memberikan modalitas pengobatan tambahan
didasarkan pada perjalanan klinis dan gambaran MRI setelah selesai
pemberian steroid.

Plasma exchange sering ditambahkan ke rejimen jika pasien menunjukkan


sedikit perbaikan klinis setelah pemberian steroid standar. Plasma
exchange dapat dianggap sebagai pengobatan awal jika pasien memiliki
gejala ATM yang sedang sampai parah.

Pilihan terapi lainnya adalah imunomodulator dan obat sitotoksik seperti


rituxima, azathioprine, dan siklofosfamid, meskipun tidak ada bukti
literatur yang cukup untuk mendukung penggunaanya secara rutin

Dalam satu studi retrospektif pada pasien dewasa dengan ATM , pasien
dengan tingkat yang paling parah disertai kecacatan dan mereka yang
memiliki riwayat penyakit autoimun menunjukkan beberapa manfaat
penggunaan siklofosfamid IV setelah kortikosteroid .

Dalam penelitian yang sama, subkelompok lain di mana pasien yang


menerima kortikosteroid IV diikuti pemberian plasma exchange bernasib
lebih baik daripada mereka yang menerima IV kortikosteroid saja.

16

Selanjutnya lebih mendukung penggunaan steroid diikuti oleh plasma


exchange sebagai standar terapi yang diterima secara luas.
11. Prognosis
Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien
menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan
mungkin terjadi cepat selama 36 minggu setelah onset dan dapat berlanjut
walaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita
ini kemajuan pengobatan tampak pada 2 minggu terapi.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Frohman EM, Wingerchuk DM. 2010. Transverse Myelitis. The New England
Journal of Medicine 2010;363:564-72.
2. Harsono. 2003. Mielitis Transversa dalam Kapita Selekta Neurologi. Gajah
Mada University : Yogyakarta.
3. Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis of Acute
Transverse Myelitis. Semin Liver Dis 2008; 1; 105-120.
4. Transverse Myelitis Consortium Working Group. 2002. Proposed Diagnostik
Kriteria and Nosology of Acute Transverse Myelitis. Neurology 2002; 59;
499-505.

18

Anda mungkin juga menyukai