Anda di halaman 1dari 35

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN

DALAM MENDUKUNG AKREDITASI RS

Helsy Pahlemy
DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN
Semarang, 28 September 2015

LAY OUT
PENDAHULUAN

KONDISI PELAYANAN KEFARMASIAN DI


RS
AKREDITASI RS DALAM RANGKA
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN

Kemandirian, Aksesibilitas dan Mutu


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
2015-2019
TERWUJUDNYA
KEMANDIRIAN BAHAN BAKU
OBAT, OBAT TRADISIONAL
DAN ALAT KESEHATAN

ARAH
KEBIJAKAN
& STRATEGI
NASIONAL
(RPJMN
2015-2019)
ARAH
KEBIJAKAN
KEMENKES:
Penguatan
primary
health care
(UKP dan
UKM)
Continum
of care
thru life
cycle
Intervensi
berbasis
health risk

KEGIATAN GENERIK & TEKNIS


KEMENTERIAN

TERWUJUDNYA PENINGKATAN
KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
DI PUSKESMAS

Peningkatan
ketersediaan dan
keterjangkauan
obat
Peningkatan
kapasitas
management
supply chain obat
dan teknologi di
instalasi farmasi
Kabupaten/Kota

Peningkatan
promosi
penggunaan
obat dan
teknologi
rasional

Peningkatan
mutu
pelayanan
kefarmasian di
Puskesmas

Penguatan upaya
kemandirian di bidang
BBO, OT dan alat
kesehatan

daya
saing industri
farmasi dan alkes
Peningkatan

TERJAMINNYA PRODUK ALAT


KESEHATAN & PKRT YANG
MEMENUHI SYARAT DI
PEREDARAN

Peningkatan
pengawasan premarket alat kesehatan
dan perbekalan
kesehatan rumah
tangga (PKRT)
Peningkatan
pengawasan postmarket alat kesehatan
dan perbekalan
kesehatan rumah
tangga (PKRT)

SASARAN STRATEGIS

Meningkatn
ya
Sinergitas
Antar K/L
Pusat &
Daerah
Meningkatnya
tata kelola
kepemerintahan
yang baik dan
bersih

Meningkatnya Dayaguna
Kemitraan (DN & LN)
Meningkatnya Integrasi
Perencanaan, Bimtek &
Monev

Meningkatnya
Kompetensi &
Kinerja Aparatur

Meningkatn
ya
Koordinasi
&
Efektivitas
Litbangkes
Meningkatnya
Sistem Teknologi
Informasi
Komunikasi
Terintegrasi

LINGKUNGAN STRATEGIS: GLOBAL, REGIONAL, NASIONAL

KERANGKA
REGULASI:
Percepata
n Regulasi
Penyempu
rnaan
Sistem JKN
KERANGKA
PENDANAAN:
Peningkatan
Pendanaan
Preventif &
Promotif
Peningkatan
Efektivitas
Pembiayaan
Kesehatan
KERANGKA
KELEMBAGAA
N:
Peningkatan
Efektivitas
Organisasi

Kebijakan Obat Nasiona


Ketersediaan,
pemerataan & keterjangkauan
obat, termasuk obat esensial
Menjamin keamanan, khasiat dan
mutu obat yang beredar serta
melindungi masyarakat dari
penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat
Penggunaan Obat Yang Rasional

Ref: SK Menkes No. 189/Menkes/SK/III/200

KEWENANGAN APOTEKR
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Pasal 108

(1) Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan


termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan PP
PP No.
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN
51/2009

Standar
StandarPelayanan
PelayananKefarmasian
Kefarmasiandi
di
Rumah
Sakit
Rumah
Sakit
(PMK No. 58/2014 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian di RS)

(PMK No. 58/2014 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian di RS)

PERENCANAA
N,
PELAKSANAA
N MONEV
TINDAKAN
THD HASIL
MONEV

PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN,
DAN BAHAN MEDIS HABIS
PAKAI

PENGENDALIAN
MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN

PENGORGANISASIA
N
TUPOKSI IFRS
TFT
TIM LAIN YG
TERKAIT

KEBIJAKAN
PENGELOLA
AN SISTEM
SATU PINTU

PELAYANAN
FARMASI KLINIK

SUMBER DAYA
KEFARMASIAN
Rawat Inap 1 :30
Rawat Jalan 1:50
UGD/ICU/PICU/NICU
:
6
1

Pengkajian &
pelayanan
resep,
penelusuran
riwayat
penggunaan
obat,
rekonsiliasi,
PIO, Konseling,
Visite, PTO,
MESO, EPO,
PKOD,
Dispensing
sediaan steril

Jumlah Tenaga Kefarmasian Paling


sedikit terdiri atas
(PMK 56/2014 ttg Klasifikasi RS)

Kelas
A
Ka IFRS
1
Rawat Inap
5
Rawat Jalan
5
Gawat Darurat 1
ICU
1
Penerimaan & 1
Distribusi
Produksi +
1
Farklin
total
15

Kelas B
1
4
4
1
1
1

Kelas C Kelas
D
1
1
2
1
4

1
13

STANDAR AKREDITASI
AKREDITASI NASIONAL
NASIONAL RS
RS VERSI
VERSI 2012
2012
STANDAR
STAND
AR
MPO
SASARAN II:
Kelompok Standar
Manajemen RS

SASARAN I:
Kelompok Standar Pelayanan
berokus pada pasien

STANDAR
AKREDITASI
RS

SASARAN IV :
MILLENIUM DEVELOPMENT
GOALS (kematian ibu dan
bayi, kesakitan HIV dan TB)

SASARAN III:
Sasaran Keselamatan
Pasien RS

KETERKAITAN SASARAN PROGRAM DENGAN INDIKATOR


2015-2019
PROGRAM/KEGIAT
AN

SASARAN

Meningkatnya akses
PROGRAM
PEMBINAAN UPAYA pelayanan kesehatan
KESEHATAN
dasar dan rujukan yang
berkualitas bagi
masyarakat
PROGRAM
PENGEMBANGAN
DAN
PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA
MANUSIA
KESEHATAN

INDIKATOR KINERJA
PROGRAM/KEGIATAN
TERKAIT PERAN APT
Jumlah kecamatan yang
memiliki minimal 1 puskesmas
yang terakreditasi (350-5.600)
Jumlah Kab/Kota yang memiliki
minimal 1 RSUD yang
terakreditasi (233-477)

Meningkatnya ketersediaan
dan mutu sumber daya
Jumlah puskesmas yang
manusia kesehatan sesuai minimal memiliki 5 jenis tenaga
dengan standar pelayanan kesehatan (2.700-4.700)
kesehatan

Meningkatnya akses dan Persentase ketersediaan obat


mutu sediaan farmasi, dan vaksin di puskesmas (7790)
alat kesehatan, dan
Persentase puskesmas yang
perbekalan kesehatan
PROGRAM
melaksanakan pelayanan
KEFARMASIAN DAN rumah tangga (PKRT) :
kefarmasian sesuai standar (50ALAT KESEHATAN

ISU STRATEGIS

Belum terlaksananya Pelayanan Kefarmasian yang


optimal,
termasuk POR sebagai salah satu pilar Pelayanan
Kefarmasian untuk mencapai MDGs

Akreditasi RS merupakan upaya dalam


meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

10

KONDISI PELAYANAN KEFARMASIAN


DI RS

PELAYANAN KEFARMASIAN DI RS MENURUT WHO

lebih besar berinteraksi dgn dokter

Terdiri atas bbrp apoteker

Memiliki akses dgn rekam medik


Lebih mudah drpd apoteker komunitas
dalam menilai dan memantau
penggunaan obat dan merekomendasi
perubahan jika diperlukan
Berperan sebagai anggota komite
penyusunan kebijakan terkait obat
Berperan mengontrol suplai obat yang
bermutu

berperan lebih
besar dalam
meningkatakn
peresepan dan
penggunaan obat
yg rasional

kesempatan
saling
berinteraksi
memiliki
keahlian lebih
besar

dpt mempengaruhi
pemilihan obat dan
regimen dosis
memonitor kepatuhan
dan respon terapi
pasien dan mengenali
rotd
, termasuk dalam
pemilihan obat,
penggunaan antibiotik,
dan dan infeksi rumah
sakit (TFT) dan dalam
enyusunan formularium
rs

Kolaborasi Antar profesi Tenaga Kesehatan


(Interpersonal Collaboration)

Memberikan
pelayanan
kesehatan yang
efektif berpusat
pada pasien
tenaga
kesehatan harus
berkolaborasi
dengan tenaga
kesehatan

Tujuan

Defnisi

Tenaga
kesehatan dari
latar belakang
ilmu yang
berbeda bekerja
sama dengan
pasien, keluarga
pasien,
masyarakat
memberikan
pelayanan
kesehatan
dengan mutu
terbaik

Kolaborasi
KolaborasiTenaga
TenagaKesehatan
Kesehatan
Patientsafety
safety
Patient
QoL
QoL

Dokte
r

Apoteke
r TTK

Pasi
en
Nakes
lain

Bidan,
peraw
at

Penanganan pasien oleh


tim multidisiplin
mencegah kejadian
medication error, DRP dan
mendorong penggunaan
obat yang cost effectifve

TENAGA KEFARMASIAN PERLU MEMILIKI


KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DAN
FARMAKOTERAPI YANG BAIK

Tantangan Pelayanan
Kefarmasian di RS
Motivasi dan Komitmen
Apoteker dalam melaksanakan
pelayanan langsung ke pasien
Kompetensi Apoteker sebagai
bagian dari Tim Pemberi
Pelayanan Kesehatan
Dukungan managemen RS
Perubahan pada sistem
pelayanan kesehatan dalam era
JKN memerlukan perubahan
paradigma apoteker untuk
meningkatkan kompetensi di
bidangnya masing-masing

PROGRAM PELAYANAN KEFARMASIAN


DALAM MENDUKUNG AKREDITASI RS

Program Mendukung Akreditasi RS


(Terkait MPO)
Workshop Persiapan Akreditasi (sejak 2013)
Penyusunan Juknis Persiapan Akreditasi Terkait
MPO bersama Hisfarsi dan praktisi (2015)
Dilanjutkan dengan sosialisasi Juknis dan
workshop akreditasi bagi SDM di IFRS
Advokasi kepada Manajemen RS terkait
Pelayanan Kefarmasian dengan menitikberatkan
pada peran IFRS dlm akreditasi RS
Penyiapan Role Model Pelayanan kefarmasian di
RS

STANDAR DALAM MPO: 7 Fokus


1. Organisasi dan manajemen
2. Seleksi dan pengadaan
3. Penyimpanan
4. Pemesanan dan pencatatan
5. Persiapan dan penyaluran
6. Pemberian
7. Pemantauan

Organisasi dan Manajemen


MPO 1:
penggunaan obat di RS
sesuai UU dan peraturan
yang berlaku dan
diorganisir untuk
memenuhi kebutuhan
pasien.

MPO 1.1
Untuk dapat
mensupervisi pelayanan
kefarmasian, Apoteker
dan Tenaga Teknis
Kefarmasian harus
terlatih

UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


PMK no. 58 tahun 2014 tentang Standar
Formularium Nasional
Formularium Rumah Sakit
Referensi produk berupa leaflet, brosur dan lain-lain yang
dibuat oleh Instalasi Farmasi RS
Daftar obat yang tersedia di Rumah sakit
Bukti review sistem pengelolaan obat pertahun
SK pengangkatan/ surat penugasan, SIPA, STRA, STRTTK,
uraian tugas, sertifikat pelatihan
Supervisi proses pelayanan kefarmasian ( terbukti dg
dokumen supervisi)

Seleksi dan pengadaan


Standar MPO.2 :
Obat diseleksi dengan
cara yang benar dan
dipastikan tersedia
sesuai kebutuhan.

Standar MPO.2.1:
RS memiliki daftar obat
yang tersedia, memiliki
metode untuk menilai
kesesuaian antara obat
yang tersedia dengan
daftar obat tersebut
dan memantau
penggunaan obat.

Standar MPO.2.2:
Apabila obat kosong
dan/atau farmasi tutup,
RS memiliki
mekanisme tertentu
untuk pengadaan obat
tersebut.

1. Mekanisme penyusunan Formularium jelas


2. Sistem pengamanan atau perlindungan terhadap kehilangan atau
pencurian
3. Monitoring penambahan obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) yang tidak diantisipasi
4. Alur persetujuan dan pengadaan obat yang dibutuhkan yang tidak
tersedia / tidak termasuk dalam formularium

Penyimpanan

Standar MPO.3
Obat disimpan
dengan baik dan
aman.

Standar MPO.3.1
Kebijakan RS
mendukung
penyimpanan obat
dan produk nutrisi
yg tepat

Standar MPO.3.2
Obat emergensi
tersedia, dimonitor
dan aman bilamana
disimpan di luar
farmasi.

Standar MPO.3.3
RS mempunyai
sistem penarikan
(recall) obat

Obat-obat narkotik disimpan


sesuai ketentuan
Penyimpanan B3 sesuai dengan
ketentuan
Elektrolit pekat (KCl 7,46%, NaCl
3%, MgSO4 lebih dari 40%) tidak
boleh disimpan di unit
pelayanan, kecuali sesuai
indikasi klinik diperlukan
misalnya ICU, kamar operasi,
gawat darurat
Sistem FIFO, FEFO; penyimpanan
berdasarkan kelas terapi
Penyimpanan obat emergensi
harus diperhatikan dari sisi
kemudahan, ketepatan dan
kecepatan reaksi bila terjadi
kegawatdaruratan.
Pengendalian obat yang
mendekati kadaluarsa.
Obat yang dibawa pasien harus
disimpan di instalasi farmasi
Inspeksi secara berkala tempat
penyimpanan obat

Hal yang perlu diperhatikan dalam Penyimpanan

Area penyimpanan obat tidak bisa


dimasuki selain oleh petugas
farmasi
Obat disimpan dalam kondisi yang
sesuai;
Suhu penyimpanan obat harus
dipantau (pagi, siang, malam tmsk
hari libur) dg termometer yg
dikalibrasi
Penanganan jika listrik padam
kerapihan, kebersihan
penyimpanan
Pelabelan yang sesuai
Penyimpanan obat High alert
sesuai dengan ketentuan
RS menetapkan obat yang
dikategorikan sebagai obat yang
memerlukan kewaspadaan tinggi
(High alert).
Penyimpanan obat obat look
alike sound alike (LASA)/ namaobat-rupa-ucapan-mirip (NORUM)
sesuai ketentuan

Peresepan/ Permintaaan Obat dan


Penyalinan (ordering and transcribing)
Peresepan
permintaan
kebutuhan
pasien
individual

permintaan
obat
pemenuhan
kebutuhan
pelayanan
obat untuk
pasien
pemakaian
bersama,
Mis:
penggunaan
heparin, gel,
salep di ruang
rawat

Penyalinan
proses
pencatatan
kembali
peresepan/
permintaan
obat dari satu
formulir ke
formulir yang
lain.

Standar yang termasuk dalam fokus area


Peresepan/ Permintaaan Obat dan Penyalinan
adalah:
Standar MPO.4
Peresepan/
Permintaaan Obat dan
Penyalinan
dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan dan
prosedur

Standar MPO.4.1
RS menetapkan
persyaratan
Peresepan/
Permintaaan Obat
yang dapat dilayani

Standar MPO.4.2
RS menetapkan
petugas yang diberi
kewenangan untuk
menulis resep atau
permintaan obat.

Standar MPO.4.3
Obat yang diresepkan
dan diberikan pada
pasien dicatat dalam
rekam medis

Hal yang perlu diperhatikan :


Kelengkapan penulisan resep
Singkatan yang digunakan dalam
penulisan resep harus sesuai
dengan buku panduan singkatan
yang berlaku di RS
Permintaan obat secara lisan atau
melalui telepon dimungkinkan,
tetapi harus harus dieja dan
dicatat dalam buku/formulir
permintaan lisan / rekam medis ,
dilengkapi dengan tanggal, jam
dan nama dokter.
Pembatasan kewenangan
penulisan resep, sesuai
kompetensi dokter
Obat bila perlu (prn) harus
mencantumkan indikasi dan dosis
maksimal perhari, misalnya bila
suhu tubuh pasien lebih dari 38o C,
dosis maksimal 4 g perhari untuk
parasetamol.

Penyiapan Obat (dispensing)


Merupakan rangkaian proses mulai dari penerimaan instruksi obat
sampai dengan penyerahan. Penyiapan obat juga termasuk
pelayanan aseptic dispensing

Standar MPO.5
Obat disiapkan dalam
lingkungan yang aman
dan bersih

Standar MPO.5.1
Instruksi obat ditelaah
ketepatannya

Standar MPO.5.2
Diterapkan sistem yang
mema
stikan obat didistribusikan
untuk pasien yang tepat,
dengan dosis yang tepat
dan pada waktu yang
tepat

Hal yang perlu diperhatikan :


Petugas yang melakukan
aseptic dispensing harus
memiliki sertifkat
pelatihan teknik
aseptik

Etiket resep individual


meliputi identitas pasien
(nama, tanggal lahir/ usia,
nomer rekam medik)
nama obat,
dosis/konsentrasi, tanggal
penyiapan, kadaluarsa,
aturan pakai secara jelas

Sistem distribusi obat


yang seragam di seluruh
rumah sakit, dengan
sistem Unit Dose
Dispensing (UDD) untuk
rawat inap

Menetapkan standar
mutu yang meliputi
response time
(kecepatan penyiapan
obat)

Obat yang dibawa pasien


dari luar didistribusikan
dengan sistem yang
berlaku di Rumah Sakit

Penyerahan obat
pasien rawat jalan
dilakukan oleh
apoteker dan dapat
dibantu oleh TTK yang
sudah terlatih

Pemberian (administration)

Standar MPO.6
RS menetapkan
petugas yang
diberi
kewenangan
untuk
memberikan
obat.

Standar
MPO.6.1

Standar
MPO.6.2

Pemberian obat
termasuk proses
verifikasi obat
yang diberikan
sesuai dengan
instruksi obat

Kebijakan dan
prosedur ttg
pemberian obat
yang dibawa ke
dalam RS oleh
pasien, pasien
yang
menggunakan
obat secara
mandiri (selfadministration)
dan obat
penelitian

Hal yang perlu


diperhatikan :
Penetapan batasan petugas yang
kompeten dalam memberikan obat
Pasien harus diberikan edukasi
terlebih dahulu jika obat akan
digunakan mandiri oleh pasien
Seiap pemberian obat ke pasien harus
didokumentasikan

Pemantauan (monitoring)

Standar MPO.7
Efek obat
terhadap pasien
dimonitor
termasuk efek
tidak diharapkan

Standar MPO.7.1
Kesalahan obat
(medication
errors) dilaporkan
melalui proses
dan dalam
kerangka waktu
yang ditetapkan
oleh rumah sakit

Hal yang perlu


diperhatikan :
Pelaporan efek samping obat harus
ditetapkan jangka waktu pelaporannya.
Laporan insiden bersifat rahasia, tidak boleh
disimpan/ dicopy, harus lansung dikirim ke
tim keselamatan pasien.
Rumah sakit harus menetapkan jangka waktu
pelaporan insiden kesalahan obat

Pelayanan Kefarmasian Sesuai dengan


Standar Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Manajemen
Farmasi
Obat yang tersedia sesuai
dengan Formularium
IFRS bertanggung jawab
terhadap ketersediaan
obat , melakukan
pengendalian ketersediaan
dan mekanisme penyediaan
obat jika obat kosong
Sarana penyimpanan harus
sesuai dengan standar
Petugas Farmasi sudah
terlatih dan sesuai
kompetensi
Penanganan obat
emergensi dan high alert
harus sesuai ketentuan

Pelayanan farmasi Klinik


Apoteker melakukan kajian
resep shg obat yg diberikan
tepat pasien,dosis, durasi
serta terhindar dari reaksi
yang tidak diinginkan demi
keselamatan pasien
Tenaga farmasi harus
memastikan kelengkapan
etiket obat untuk
melindungi keselamatan
pasien
Penyerahan obat oleh
tenaga kefarmasian disertai
informasi obat yg tepat

Peluang Pelayanan
Kefarmasian di RS

Perubahan pada sistem pelayanan kesehatan


dalam era JKN memberikan peluang bagi Apoteker
untuk berkontribusi kepada kendali mutu dan
biaya obat
Kesempatan Apoteker untuk meningkatkan
kompetensi lebih besar mengingat program
pendidikan farmasi yang berkelanjutan makin
berkembang
Akreditasi RS versi 2012 memberikan peluang
besar bagi apoteker untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan, apt sbg bagian tim
kesehatan, dan meningkatkan outcome pasien
melalui pelaksanaan manajemen pengggunaan
obat

STRATEGI PEMBINAAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DI RS
Melakukan pembinaan terhadap RS yang
telah ditetapkan oleh BUKR menjadi RS
rujukan (rujukan nasional, propinsi dan
regional) sebagai role model pelayanan
kefarmasian yang selanjutnya akan membina
Melibatkan
jauh Dinkes Propinsi dan
IFRS lain di lebih
wilayahnya.
Hisfarsi dalam pembinaan RS role model
pelayanan kefarmasian di wilayahnya.
Program peningkatan kapasitas SDM
kefarmasian yang sejalan dengan yang
dipersyaratkan dalam akreditasi RS (aspek
MPO; termasuk dispensing sediaan steril,
pelaksanaan konseling, rekonsiliasi obat dll)
Meningkatkan kerjasama dengan Hisfarsi, BUK
serta KARS dalam pembinaan IFRS.

PENUTUP
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan cq Direkt. Bina Yanfar mendukung
dan bekerja sinergis dalam keberhasilan
pelaksanaan akreditasi RS bersama
dengan semua pihak yang terkait
Pelaksanaan akreditasi RS merupakan
momentum bagi peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian agar sesuai
standar pelayanan kefarmasian di RS

Anda mungkin juga menyukai