Anda di halaman 1dari 31

MEMBANGUN KELUAGA

ISLAMI
1B D3 TEKNIK KIMIA
INDRI ANDRIYANA
ISTY FAUZIAH
MOCH. EGI RAMADHAN
TAOFIK TRI SUDRAJAT
DEFINISI PERNIKAHAN

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau


dilaksanakan oleh 2 orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan
secara norma agama, norma hokum, dan norma social. (wikipedia bahasa
Indonesia)
Pernikahan atau tepatnya keberpasangan merupakan ketetapan ilahi atas
segala makhluk. Berulang-ulang hakikat ini ditegaskan oleh Al-Quran antara
lain dengan firman-Nya :
Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu menyadari
(kebesaran Allah) (Q.S Al-Dzariyat [51]:49)
PERSIAPAN PERNIKAHAN
Persiapan moral (spiritual), yaitu kematangan visi keislaman. Setiap calon pengantin wanita pasti
punya keinginan jika suatu hari akan dipinang oleh seorang pria shalih atau seorang pria
mendambakan bertemu pasangan wanita shalihah. Bila sang calon pengantin wanita memiliki
keinginan untuk mendapatkan seorang suami yang shalih, maka dia harus berupaya agar dirinya
menjadi wanita shalihah dulu. Diantaranya membekali diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasi dengan
akhlak islami, tujuannya tidak hanya untuk mendapatkan jodoh semata melainkan untuk
mendapatkan ridho Allah SWT.
Persiapan konsepsional, yaitu memahami konsep tentang pernikahan. Pernikahan adalah ajang untuk
menambah ibadah dan pahala bukan hanya sekedar hawa nafsu. Adapun dengan terlahirnya seorang
anak yang shalih/shalihah nantinya maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.
Pernikahan juga sebagai sarana pendidikan sekaligus ladang dakwah. Dengan menikah maka akan
banyak diperoleh pelajaran-pelajaran serta hal-hal yang baru dan berdakwah baik berdakwah pada
kelurga atau pun masyarakat
Persiapan kepribadian sang calon mempelai, yaitu penerimaan adanya seorang pemimpin dan ratu
dalam rumah tangga. Seorang wanita muslimah harus paham dan sadar betul jika menikah nanti akan
ada seorang yang baru sama sekali kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang
pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati dan taati.
PERSIAPAN PERNIKAHAN
Persiapan fisik sang calon pengantin. Persiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan tubuh kita yang
memadai, sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi sebagai suami istri secara
optimal. Sebelum menikah, jika perlu kita periksakan kesehatan tubuh, terutama factor yang
mempengaruhi masalah reproduksi dan lainnya.
Persiapan harta. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara materialsistis, yaitu hidup
yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seoarang calon suami yang akan mengemban
amanah sebagai kepala keluarga maka diutamakan dan diupayakan adanya kesiapan calon suami
untuk menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti. Dalam Al-Quran dijelaskan : Dan nikahkanlah
orang-orang yang membujang di antara kamu, juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-
hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika meraka miskin Allah akan member kemampuan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (Q.S An-
Nur : 32)
Persiapan social. Setelah nanti kedua calon pengantin menikah, maka status social masyarakat pun
akan berubah. Sehingga mereka juga harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di
kedua belah pihak keluarga atau di masyarakat dengan kegiatan social. Dalam Al-Quran dijelaskan :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah
terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin (Q.S An-Nissa : 36)
RUKUN NIKAH

Ada pengantin lelaki (suami)


Ada pengantin wanita (isteri)
Ada Wali nikah
Ada dua orang saksi
Ada ijab dan Kabul (akad nikah)
SYARAT SAH NIKAH

SYARAT SAH SUAMI SYARAT SAH ISTRI

SYARAT SAH
WALI

SYARAT SAH SAKSI SYARAT SAH IJAB & QABUL


SYARAT SAH BAKAL SUAMI

Islam
Lelaki yang tertentu
Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri
Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai 4 orang isteri yang sah dalam satu masa
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dikawini adalah sah dijadikan
isteri
SYARAT SAH BAKAL ISTRI

Islam
Perempuan tertentu
Bukan perempuan mahram dengan suami
Bukan seorang khunsa
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak dalam iddah
Bukan isteri orang
SYARAT SAH WALI

Islam, bukan kafir dan murtad


Lelaki, dan bukannya perempuan
Baligh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak fasikh
Tidak cacat fikiran, gila, terlalu tua
Merdeka
Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
SYARAT SAH SAKSI

Sekurang-kurangnya 2 orang
Islam
Berakal
Baligh
Lelaki
Memahami kandungan lafaz ijad dan qabul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil
Merdeka
SYARAT SAH IJAB & QABUL
Pernikahan ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah (nikah kontrak)
Tidak secara taklik
Ucapan harus sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Diucapkan oleh bakal suami
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah
Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qabul di ucapkan)
Menyebut nama bakal isteri
Tidak diselangi dengan perkataan lain
MAHRAM GHAIRU
MAHRAM
MAHRAM
Mahramadalah orang yang haram dinikah dan tidak membatalkan wudlu jika
bersentuhan kulit.
Firman Allah SWT dalam Al-Quran :
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS. An Nisaa : 23)
MAHRAM
Mahram Muabbad
Mereka yang termasuk mahram selama-lamanya bisa dibagi menjadi 2 kategori. Pertama karena
hubungan nasab dan yang kedua karena hubungan persusuan.
Mahram karena Nasab
Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek
Anak wanita dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan
Saudara kandung wanita
Ammat/Bibi
Khaalaat/Bibi
Banatul Akh/Anak wanita dari saudara laki-laki
Banatul Ukh/Anak wanita dari saurada wanita
MAHRAM
Mahram karena penyusuan
Ibu yang menyusui
Ibu dari wanita yang menyusui
Ibu dari suami yang isterinya menyusui
Anak wanita dari ibu yang menyusui
Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
Saudara wanita dari ibu yang menyusui
GHAIRU MAHRAM
Ghair Mahram Muabbad
Yang di maksud ghair mahram muabbad adalah wanita-wanita untuk sementara waktu saja,
namun bila terjadi sesuatu seperti perceraian, kematian, habisnya masa iddah ataupun
pindah agama, maka wanita itu boleh dinikahi.
Wanita yang masih menjadi isteri orang lain tidak boleh dinikahi. Kecuali setelah cerai
atau meninggal suaminya dan telah selesai masa iddah nya.
Saudara ipar, atau saudara wanita dari isteri. Tidak boleh dinikani sekaligus juga tidak
boleh berkhalawat atau melihat sebagian auratnya. Kalau isteri sudah dicerai maka
mereka halal untuk dinikahi. Hal ini yang sama juga belaku bagi bibi dari isteri.
Isteri yang telah ditalak 3, haram dinikahi kecuali isteri itu telah menikah dengan laki-laki
lain, kemudian dicerai dan telah habis masa iddahnya.
Menikah dalam kesempatan dengan melakukan ibadah ihram. Bukan hanya dilarang
menikah tetapi juga haram menikahkan orang lain.
Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Kecuali bila tidak
mampu membayar mahar wanita merdeka karena miskin.
Menikahi wanita pezina, kecuali yang telah bertaubat taubatan nashuha
Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau musyirikah, kecuali setelah masuk
islam atau pindah memeluk agama yahudi atau nasrani
KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI
Membayar mahar atau maskawin. Memang hal ini bukanlah suatu syarat atau rukun dalam perkawinan, tetapi mahar ini
merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan oleh suami kepada istri. Sebagaimana dalam firman Allah swt:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (QS. An-
Nisa : 4)
Memberi nafkah. Pemberian nafkah ini bersifat wajib bagi suami terhadap istrinya, ayah terhadap anaknya, dan tuan
terhadap budaknya yang meliputi keperluan hidup seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal.
Menggaulinya dengan baik. Dalam artian dengan penuh kasih sayang, pengertian, tanpa kasar dan zalim.
Berlaku adil jika istri lebih dari satu. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda: Barang siapa beristri dua,
sedangkan dia lebih mementingkan salah seorang dari keduanya, maka ia akan datang nanti pada hari kiamat,
sedangkan pinggangnya (rusuknya) dalam keadaan bungkuk.
Wajib memberikan makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak
menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri.
Wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. (Qs. Al-Ahzab : 34 dan QS. At-tahrim : 6)
Tidak boleh membuka aib (kejelekan) istri kepada siapapun
Menjaga istrinya dengan baik. Termasuk menjaga istrinya dari segala sesuatu yang menodai kehormatannya, menjaga
harga dirinya, dan menjunjung tinggi kehormatannya.
Apabila istri durhaka kepada suami, maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa.
KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMI
Mentaati perintah suami. Istri memang diwajibkan mentaati perintah suami. Namun, tidak semua perintah harus di
taati yaitu saat suami memerintahkan perkara yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda:
Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanya dalam perkara yang maruf (kebaikan). (HR.
Bukhari dan Muslim).
Tidak keluar rumah kecuali atas izin suami. Allah swt berfirman: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab : 33).
Selain itu, Ibnu Thaimiyah pun berkata dalam kitabnya: Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali
dengan izin suaminya. Beliau juga berkata: Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah
berbuat nusyuz (membangkang), bermaksiat kepada Allah swt., dan rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.
Taat kepada suami ketika di ranjang. Dari Abu Hurairah Nabi saw bersabda: Jika seorang pria mengajak istrinya
ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh. (HR.
Bukhari dan Muslim). Untuk itu, istri haruslah dapat memenuhi kebutuhan suami di atas ranjang terkecuali ada
udzur seperti sakit, haidh, nifas, dan lain-lain maka bicarakanlah secara baik-baik dengan suami.
Tidak mengizinkan orang lain masuk rumah kecuali dengan izin suami. Rasulullah saw bersabda: Tidak halal bagi
seorang istri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. dan ia tidak boleh
mengizinkan orang lain masuk rumah suami tanpa izin darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada
perintah dari suami, maka suami mendapat setengah pahalanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. Jika seorang istri berpuasa (selain puasa Ramadhan) tanpa izin
suaminya, puasanya tetap sah tapi ia telah melakukan keharaman. Menunaikan hak suami adalah suatu kewajiban,
sedangkan berpuasa sunnah hukumnya adalah sunnah. Maka, kewajiban harus lebih diutamakan daripada yang
sunnah.
KEWAJIBAN ORANG TUA PADA ANAK
Member Nafkah. Seorang ayah bertanggungjawab memberikan nafkah bagi anak-anak dan
keluarganya, sedang ibu bertanggungjawab mengasuh anak-anak dan mengatur rumah tangga sebagai
wakil dari suaminya. Tentang besarnya nafkah untuk anak dan keluarganya ini, Islam tidak
menentukan besarnya secara khusus, hal ini terserah pada kemampuan masing-masing. Firman Allah
SWT : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena laki-laki telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka, (QS. An-Nisaa : 34).
Menyuruh anak-anak untuk mendirikan shalat. Orang tua harus menanamkan aqidah yang benar
terhadap anak-anaknya jangan sampai syirik, dan menyuruh mereka untuk mendirikan shalat. Allah
berfirman : Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bershabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezqi kepadamu, Kamilah yang memberi rezqi kepadamu. Dan
akibat (yang baik) adalah bagi orang yang bertaqwa, (QS. Thaahaa : 132).
Mencarikan jodoh apabila sudah dewasa. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui, (QS. An-Nuur : 32). Jika
kita kembali merujuk kepada leteratur agama Islam, maka sesungguhnya setiap orang tua memiliki
tugas dan tanggung jawab terhadap masa depan anak-anak mereka.
KEWAJIBAN ORANG TUA PADA ANAK
Berlaku Adil Terhadap Anak. Masyarakat kafir Qurasy Jahiliyyah, sebelum datangnya Islam memang sangat
terkenal tidak adil dalam memperlakukan anak-anaknya. Ketika anaknya yang baru lahir seorang bayi laki,
mereka menyambutnya dengan suka cita. Akan tetapi, jika yang baru lahir seorang bayi perempuan, mereka
berduka cita, hitam (merah padam) mukanya dan dia sangat marah. (QS An-Nahl : 58-59). Dalam sebuah riwayat
hadits, suatu ketika datang seorang sahabat Nabi saw lalu duduk disamping beliau. Ketika anak lakinya datang ia
mempersilakannya untuk duduk di atas paha sebelah kanan. Namun, ketika anak perempuannya datang ia
menyuruhnya untuk duduk di atas lantai. Lalu Nabi menegur : Apakah anda memperlakukan anak-anakmu
seperti ini?. Lalu Nabi berkata :Berbuat adillah kalian kepada anakmu dalam pemberian sebagaimana
kamusekalian menyukai anak-anakmu berbuat adil terhadap dirimu dalam berbuat kebaikan. (HR Muslim).
Dalam riwayat lain Nabi saw mengatakan :Sama ratakanlah (Berbuat adillah) dalam pemberian terhadap anak-
anakmu. Sekiranya aku disuruh untuk memberikan keistimewaan (terhadap anak-anakku) tentu akan
mengistimewakan terhadap anak-anakku yang perempuan. (HR Tabrani).
Menghormati Anak. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Muhammad saw yang mengatakan : Hormatilah
anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka. (HR Ibnu Majah). Jadi dalam Islam, orang tua menghormati anak-
anaknya merupakan bagian dari pelajaran yang harus diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Mewasiatkan Anak Sebagai Seorang Muslim. Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran sebagai berikut.
Artinya :Apakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia berkata kepada anak-
anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalkku? Mereka menjawab : Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk dan patuh
kepada-Nya. (QS Al-Baqarah : 133).
TALAK
Perceraian menurut islam atau biasa disebut thalaq berasal dari bahasa arab yang diambil dari kata
thalaqa-yuthliqu-thalaqan yang semakna dengan kata thalaq yang bermakna al irsal atau tarku, yang
berarti melepaskan dan meninggalkan. Thalaq adalah melepaskan atau mengurai tali pengikat, baik
itu bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat
pernikahan.
Menurut ulama mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikata
perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus. Menurut mazhab
Syafii, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan itu. Menurut
ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hokum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami
istri.
TALAK
Pembagian talak
Dilihat dari segi cara suami menjatuhkan talak pada isterinya, talak dibagi menjadi 2 yaitu :
Talak Sunni, talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dan istri dalam keadaan suci atau tidak
bermasalah secara hokum syaraa seperti haidh dan selainnya.
Talak Bidi, talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dalam keadaan haid.
Dilihat dari segi boleh tidaknya suami rujuk dengan istrinya, maka talak dibagi menjadi 2 yaitu:
Talak RajI, talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya (talak 1 dan 2) yang belum habis masa
iddahnya. Dalam hal ini suami boleh rujuk pada istrinya kapan saja selama masa iddahnya
belum habis.
Talak Bain, talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddahnya. Dalam
hal ini talak bain dibagi jadi 2, talak bain shugra dan talak bain kubra. (talak bain shugra
suami boleh rujuk tetapi dengan aqad dan mahar yang baru, talak bain kubra suami boleh rujuk
tetapi istri harus menikah dulu dengan orang lain dan bercerai dengan wajar)
KHULU
Secara etimologi berarti melepaskan. Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang
diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.
Dengan kata lain khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang
tidak menyenangkan istrinya.
Contohnya:
Suami : Aku menceraikan kamu dengan uang Rp. .1.000.000
Istri : Aku menerimanya
Apabila seperti itu, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp. 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami. Apabila tidak
disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah
diterimaya dulu.
Persyaratan :
Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakuka khulu jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa
takut keduanya tidak akan menegakkan hokum Allah SWT.
Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh
suami terhadap istrinya. Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya.
Khulu itu berasal dari istri bukan dari suami. Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya maka
suami tidak berhak menerima harta apapun dari istri.
Khulu sebagai talak bain yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali
setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru.
FASAKH

Fasakh adalah jatuhnya talak oleh keputusan hakim atas dasar pengaduan istri,
setelah hakim mempertimbangkan kelayakannya sementara suami tidak mau
menjatuhkan talak. Perceraian dalam bentuk fasakh ini bisa berlaku apabila
terdapat cacat di salah satu pihak, seperti suami impoten. Fasakh juga bisa
terjadi jika suami tidak mau member biaya (nafkah), mengumpulkan 2 orang
saudara menjadi isteri, penganiayaan fisik yang berat, suami murtad/hilangnya
tidak jelas hidup & mati.
ZIHAR

Zihar ialah perbuatan seorang suami yang menyamakan isterinya dengan mana-
mana perempuan yang diharamkan berkawin dengannya. Perempuan yang
diharamkan berkawin tersebut hendaklah yang diharamkan berkawin buat
selama-lamanya seperti ibu dan anak perempuan.
Zihar hukumnya haram. Ini bermakna lelaki yang mengziharkan isterinya dikira
berdosa karena mengharamkan perkara yang halal. Perbuatan zihar sekali imbas
dapat dilihat seakan-akan ila karena kedua-duanya adalah satu pernyataan
untuk tidak bersetubuh dengan isteri dan persetubuhan hanya boleh dilakukan
setelah membayar kifarat (denda).
ILA

Ila menurut bahasa artinya bersumpah takkan melakukan sesuatu, sedangkan


menurut syara yang dimaksud ila adalah bersumpah takkan menyetubuhi istri.
Apabila seorang suami bersumpah sebagaimana sumpah tersebut, hendaklah
ditunggu selama empat bulan. Kalau dia kembali baik kepada istrinya, sebelum
sampai empat bulan dia diwajibkan membayar denda sumpah (kifarat) saja.
Tetapi sampai 4 bulan dia akan kembali baik dengan istrinya, hakim berhak
menyuruhnya memilih 2 perkara yaitu membayar kifarat sumpah serta berbuat
baik pada istrinya atau menalak istrinya. Kalau suami tidak memilih antara kedua
pilihan maka hakim berhak menceraikan mereka secara terpaksa.
LIAN

Kata lian menurut bahasa berarti allanu bainatsnaini fa shaidan (saling melaknat yang terjadi
di antara dua orang atau lebih). Sedang, menurut istilah syari, lian ialah sumpah dengan
redaksi tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang
lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa
tuduhan suaminya yang dialamatkan kepada dirinya itu bohong.
Apabila seorang laki-laki menuduh isterinya berbuat serong dengan laki-laki lain, kemudian
isterinya menganggap bahwa tuduhannya bohong, maka pihak suami harus dijatuhi hukuman
dera, kecuali dia mempunyai bukti yang kuat atau melakukan lian.
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai
saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah
dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah)
yang kelima: bahwa lanat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya
itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya
suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (QS An-Nuur: 6-9).
MASA IDDAH
Masa iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (
) yang bermakna perhitungan (

) .
Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya
masa iddah.
Menurut istilah para ulama, masa iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau
menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu
kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.
Ada yang menyatakan, masa iddah adalah istilah untuk masa tunggu seorang wanita untuk memastikan bahwa dia
tidak hamil atau karena taabbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas sang suami.
Hikmah Iddah Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa iddah, diantaranya:
Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
Syariat Islam telah mensyariatkan masa 'iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika
seorang wanita ditekan untuk segera menikah.
Masa 'iddah disyari'atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.
Masa 'iddah disyari'atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak memutuskan tali kekeluargaan,
terutama dalam kasus perceraian.
Masa 'iddah disyari'atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang
hamil.
MENIKAH DENGAN NON ISLAM
Laki-laki Muslim dan Wanita Non-Muslim
Secara umum, laki-laki Muslim tidak diijinkan untuk menikahi wanita non-Muslim. Dalam Al-Quran,
hanya ada satu ayat yang jelas menangani masalah ini. Ini adalah benar-benar ayat utama yang
menyatakan ketentuan tentang pernikahan dengan kategori non-Muslim.
Dan janganlah kamu berkawin dengan perempuan-perempuan kafir musyrik sebelum mereka
beriman (memeluk ugama Islam) dan sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman itu
lebih baik daripada perempuan kafir musyrik sekalipun keadaannya menarik hati kamu. Dan
janganlah kamu (kawinkan perempuan-perempuan Islam) dengan lelaki-lelaki kafir musyrik sebelum
mereka beriman (memeluk ugama Islam). Dan sesungguhnya seorang hamba lelaki yang beriman
lebih baik daripada seorang lelaki musyrik, sekalipun keadaannya menarik hati kamu. (Yang
demikian ialah kerana) orang-orang kafir itu mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Syurga
dan memberi keampunan dengan izinNya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayatNya (keterangan-
keterangan hukumNya) kepada umat manusia, supaya mereka dapat mengambil pelajaran
(daripadanya). (QS. Al-Baqarah (2): 221).
MENIKAH DENGAN NON ISLAM
Wanita Muslim dan Laki-laki Non-Muslim
Seorang wanita Muslim diijinkan untuk menikah dengan siapa pun, asal dengan seorang pria Muslim. Ayat yang sama (2:
221) menyebutkan, Dan janganlah kamu (kawinkan perempuan-perempuan Islam) dengan lelaki-lelaki kafir musyrik
sebelum mereka beriman (memeluk Agama Islam). Dan sesungguhnya seorang hamba lelaki yang beriman lebih baik
daripada seorang lelaki musyrik, sekalipun keadaannya menarik hati kamu
Hal itu karena seorang wanita Muslimah tidak boleh mengikuti kepemimpinan seseorang yang tidak beriman, karena suami
adalah pemimpin dalam rumah tangga.
Khalifah Umar bin Al Khattab (634-644) pernah melarang pernikahan beda agama untuk pria Muslim. Ia beralasan, selama
masih ada muslimah, sangat dianjurkan untuk menikahi wanita tersebut dan tidak memilih wanita non-Muslim.
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila orang-orang perempuan yang mengaku beriman datang berhijrah kepada
kamu, maka ujilah (iman) mereka Allah lebih mengetahui akan iman mereka dengan yang demikian, sekiranya kamu
mengetahui bahawa mereka beriman, maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang yang kafir.
Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu (sebagai isteri), dan orang-orang kafir itu pula tidak halal bagi mereka
(sebagai suami). Dan berilah kepada suami-suami (yang kafir) itu apa yang mereka telah belanjakan. Dan tidaklah
menjadi salah kamu berkahwin dengan mereka (perempuan-perempuan yang berhijrah itu) apabila kamu memberi
kepada mereka maskahwinnya. Dan janganlah kamu (wahai orang-orang Islam) tetap berpegang kepada `aqad
perkahwinan kamu dengan perempuan-perempuan yang (kekal dalam keadaan) kafir, dan minta lah balik maskahwin yang
kamu telah berikan, dan biarkanlah mereka (suami-suami yang kafir itu) meminta balik apa yang mereka telah
belanjakan. Demikianlah hukum Allah Ia hukumkan di antara kamu (dengan adil). Dan (ingatlah), Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Mumtahanah (60): 10)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai