Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan
dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
Nonmaleficence
Kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang
buruk atau merugikan terhadap manusia. Asas ini
juga sudah ada dalam Sumpah Hippokrates, Saya
akan menjaga mereka terhadap bahaya dan
ketidakadilan.
Asas ini adalah pelengkap asas pertama tadi
(beneficence).
Nonmaleficence adalah kewajiban untuk tidak
menimbulkan mudarat.
Asas ini diungkapkan juga dalam bahasa latin
sebagai primum non nocere (pertama-tama tidak
berbuat salah).
Beauchamp & Childress menerjemahkan asas nonmaleficence
ini untuk pelayanan pasien sebagai : kewajiban untuk tidak
menimbulkan cidera atau hal yang buruk pada pasien.
Jika diperhatikan, terjemahan Beauchamp & Childress di atas
tentang asas beneficence & nonmaleficence untuk pelayanan
pasien, sebenarnya 2 hal yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya bertujuan melakukan yang baik yang sekaligus
tentu berarti mencegah atau menghilangkan yang buruk dan
cidera pada pasien.
Seakan-akan 2 asas itu adalah 2 sisi dari mata uang yang
sama, yang tidak dapat dipisahkan 1 dari yang lain.
Dalam ajaran Islam, 2 asas itu selalu disebut dalam 1
kalimat : Amar maruf (beneficence) nahi mungkar
(nonmaleficence)
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
Menghormati Otonomi
Pasien
Otonomi = hak untuk memutuskan sendiri
dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri
Hak otonomi pasien adalah hak pasien untuk
mengambil keputusan dan menentukan
sendiri tentang kesehatan, kehidupan, dan
malahan secara ekstrim tentang kematiannya.
Ini berlawanan dengan budaya tradisional
Hippokrates, di mana umumnya dokterlah
yang menentukan apa yg dianggapnya paling
baik untuk pasien.
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil
keputusan termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Keadilan (Justice)
Asas keadilan lahir dari hak asasi
manusia; setiap orang berhak untuk
mendapat pelayanan kesehatan yang adil,
karena kesehatan adalah hak yang sama
bagi setiap warga negara. Hak ini dijamin
dalam amandemen UUD 1945.
Keadilan dalam pelayanan kesehatan
berarti perlakuan yang sama pada kasus
yang sama, tanpa melihat latar belakang
seseorang.
Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia, asas
keadilan terungkap sbb : Saya akan berikhtiar
dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau
kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban
terhadap penderita.
Keadilan dalam lafal sumpah di atas adalah
bersikap fair dalam hubungan dokter pasien.
Keadilan dapat juga berarti keadilan distributif,
yaitu keadilan dalam distribusi sumber daya
kesehatan antara 1 daerah dan daerah lain.
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
PRINSIP TERJADINYA
PRIMA FACIE
Prima Facie
Sebagai dokter kita mempunyai
kewajiban prima facie yang
terdiri atas empat kaidah dasar
moral
Dalam kondisi atau konteks
tertentu, seorang dokter harus
melakukan pemilihan 1 kaidah
dasar etik ter-absah sesuai
konteksnya berdasarkan data
atau situasi konkrit terabsah.
The Prima Facie
The four principles referred to here are non-hierarchical,
meaning no one principle routinely trumps another
Yet, when two or more principles apply, we may find that
they are in conflict
In other words, in the face of no other competing claims,
we have a duty to uphold each of these principles
(aprima facieduty).
However, in theactual situation, we must balance the
demands of these principles by determining which carries
more weight in the particular case
A moral person'sactual dutyis determined by weighing
and balancing all competingprima facieduties in any
particular case (Frankena, 1973)
KODEKI
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan
atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP
TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman
sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil
alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau
berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP
DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa
mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/
kesehatan.
SUMPAH DOKTER
Sumpah Dokter
Sumpah dokter pernyataan yang
diucapkan secara resmi oleh seorang
dokter baru dengan bersaksi kepada
Tuhan atau sesuatu yang dianggap
suci, bahwa ia bertekad teguh akan
menjalankan profesi dokter sebaik-
baiknya sesuai dengan hakikat,
martabat, dan tujuan luhur profesi itu
STR
REKOMENDASI IDI
SIP
SERTIFIKASI KOMPETENSI
SURAT IZIN PRAKTIK
Adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah
kepada dokter atau dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran setelah
memenuhi persyaratan
Pasal 1 butir 7
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP
Pasal 36
SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang di Kabupaten/Kota tempat praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan
Pasal 37 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
SIP dokter atau dokter gigi hanya
diberikan untuk paling banyak tiga tempat
Pasal 37 ayat 2
Satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat
praktik
Pasal 37 ayat 3
Syarat mendapatkan SIP
STR dokter atau dokter gigi yang masih
berlaku
Mempunyai tempat praktik
Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
Pasal 38 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
SIP masih berlaku sepanjang
Surat tanda registrasi dokter atau dokter
gigi masih berlaku
Tempat prakti masih sesuai dengan
yang tercantum dalam SIP
Pasal 38 ayat 2
UU NO.29 TAHUN 2004
UU no 29 tahun 2004
Bab VI: Registrasi Dokter dan Dokter
Gigi
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi
yang melakukan praktik kedokteran
di Indonesia wajib memiliki surat
tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi
(2) Surat tanda registrasi dokter dan
surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter
gigi, atau dokter gigi spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah
mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun
dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali
dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d
(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil
kedokteran gigi dalam melakukan registrasi ulang
harus mendengar pertimbangan ketua divisi
registrasi dan ketua divisi pembinaan
(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil
kedokteran gigi berkewajiban untuk memelihara
dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan
melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus
dilakukan evaluasi
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang
dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program
adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara
asing selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
harus melengkapi surat izin kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kemampuan berbahasa
Indonesia
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran
Indonesia
Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan
kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing
yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di
bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang
bersifat sementara di Indonesia
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama
1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun berikutnya
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan
apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta
program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan
pelatihan di Indonesia
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan
memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu, tidak
memerlukan surat tanda registrasi bersyarat
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari
Konsil Kedokteran Indonesia
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui
penyelenggara pendidikan dan pelatihan
Pasal 33
Surat tanda registrasi tidak berlaku
karena
a. dicabut atas dasar ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang
bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia;
atau
e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara registrasi, registrasi ulang,
registrasi sementara, dan registrasi
bersyarat diatur dengan Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 35
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang
dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik
di daerah terpencil yang tidak ada apotek
(2) Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kewenangan
lainnya diatur dengan Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran
PERMENKES NO.269
TAHUN 2008
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Jenis dan isi rekam
medis
Pasal 2
(1) Rekam medis harus dibuat secara
tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik
(2) Penyelenggaraan rekam medis
dengan menggunakan teknologi
informatika diatur lebih lanjut dengan
peraturan tersendiri
Bab III: Tata Cara
penyelenggaraan
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan,
dan kerahasiaan
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan,
dan tanggung jawab
Bab VI: Pengorganisasian
Pasal 15
Pengelolaan rekam medis dilaksanakan
sesuai dengan organisasi & tata kerja
sarana pelayanan kesehatan
Bab VII: Pembinaan dan
pengawasan
Bab VIII: Ketentuan
Peralihan
Pasal 18
Dokter, dokter gigi, dan sarana
pelayanan kesehatan harus
menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini
paling lambat 1 (satu) tahun terhitung
sejak tanggal ditetapkan
Bab IX: Ketentuan Penutup
HAK DAN KEWAJIBAN
DOKTER PASIEN
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran