Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 5 :

M. Guntur Khadafi (4321-5120-171)


Septhiardi (4321-5120-316)

ADANYA HUBUNGAN
ISTIMEWA, HARGA TRANSFER
DAN ADVANCED PRICING
AGREEMENT PADA TRANSAKSI
INTERNASIONAL
Hubungan Istimewa

Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang


menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat
terjadi karena
Ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan
oleh faktor kepemilikan atau penyertaan serta
Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Berikut penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan hubungan
istimewa tersebut.

1. Faktor Kepemilikan atau Penyertaan


Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan
berupa penyertaan modal, yaitu pengusaha mempunyai penyertaan langsung
atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada pengusaha lain, atau
hubungan antarpengusaha dengan penyertaan 25% atau lebih pada satu
pengusaha atau lebih.

Contoh penyertaan secara langsung:


PT A memiliki 50% saham PT B. Kepemilikan saham PT B oleh PT A tersebut
merupakan penyertaan modal secara langsung sebesar lebih dari 25%. Dalam hal ini,
dianggap ada hubungan istimewa di antara PT A dan PT B.

Contoh penyertaan secara tidak langsung:


Jika PT B tersebut di atas memiliki 50% saham PT C, PT A sebagai pemegang saham
PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal
demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa.
Hubungan kepemilikan tersebut di atas juga dapat terjadi antarorang pribadi atau
badan.
2. Faktor Penguasaan Melalui Manajemen atau
Penggunaan Teknologi
Hubungan istimewa antarpengusaha dapat juga terjadi karena adanya penguasaan
melalui manajemen ataupun penggunaan teknologi, meskipun tidak terdapat hubungan
kepemilikan. Hubungan istimewa ada apabila pengusaha menguasai pengusaha lainnya,
atau dua atau lebih pengusaha berada di bawah penguasaan pengusaha yang sama, baik
langsung maupun tidak langsung.

Contoh penguasaan melalui manajemen:


AA direktur utama di perusahaan BB, juga menjabat sebagai direktur
utama di perusahaan CC. Dalam hal ini ada hubungan istimewa antar
perusahaan BB dan CC karena adanya penguasaan manajemen oleh AA
terhadap perusahaan BB dan CC.

Contoh penguasaan melalui teknologi:


Perusahaan X yang memproduksi minuman menggunakan formula yang
diciptakan perusahaan Y. Dalam hal ini, ada penguasaan melalui
penggunaan teknologi oleh perusahaan Y terhadap perusahaan X sehingga
terjadi hubungan istimewa antara perusahaan X dan perusahaan Y.
3. Faktor Hubungan Keluarga Sedarah atau Semenda

Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan


lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat dapat menimbulkan
hubungan istimewa di antara orang pribadi.
Pengertian Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
(arms length principle/ALP)

PER-43/PJ/2010 memberikan pengertian Prinsip Kewajaran dan Kelaziman


Usaha (arms length principle/ALP) sebagai prinsip yang mengatur bahwa
apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding

Penerapan ALP dilakukan terhadap transaksi antara pihak-pihak yang


memiliki hubungan istimewa (related party). Dengan kata lain, apabila
transaksi dilakukan dengan pihak yang tidak memiliki hubunggan istimewa,
ALP tidak perlu dilakukan sebagaimana transaksi independen.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-undang PPh, hubungan istimewa
dianggap ada jika :
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib
Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau
lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir; atau
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Adapun jenis transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan
istimewa yang dapat mengakibatkan pelaporan penghasilan dan
pengurangan yang tidak sesuai dengan prinsip ALP antara lain :

1. Penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud


maupun barang tidak berwujud;
2. Sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau
pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud;
3. Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau
pemanfaatan jasa;
4. Alokasi biaya; dan
5. Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan,
dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau
perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.
Kewajiban Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Wajib Pajak yang melakukan transaksi-transaksi di atas dengan pihak yang


memiliki hubungan istimewa wajib untuk menerapkan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;


2. Menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
3. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil
Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat
ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa; dan
4. Mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau
Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Wajib
Pajak harus menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat atas
transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Terdapat beberapa metode harga transfer yang diatur dalam PER-43/PJ/2010
ini, yaitu :
1. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable
uncontrolled price/CUP), yaitu metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang
sebanding
2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga
jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar
3. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain
dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
4. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan
dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan
dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba
yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa

5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah


metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan
persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva,
atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas
transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang
dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement /
APA)
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah
perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dan/atau otoritas
pajak negara lain untuk menyepakati Kriteria-kriteria dan/atau menentukan
Harga Wajar atau Laba Wajar di muka para pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa.
Ketentuan Mengenai Kesepakatan Harga Transfer

Untuk mengatur dan memberikan kepastian dalam rangka melaksanakan


ketentuan Pasal 18 ayat (3a) UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 terutama
dalam hal mengatur tentang kesepatakan harga transfer, maka Direktur
Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
69/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Kesepakatan Harga Transfer
(Advance Pricing Agreement).
Tujuan dan Ruang Lingkup APA

Tujuan Kesepakatan harga Transfer adalah untuk memberikan sarana


kepada Wajib Pajak guna menyelesaikan permasalahan transfer pricing.
Kesepakatan harga transfer mencakup perjanjian tertulis antara Wajib
Pajak dan Direktur Jenderal Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak
dengan otoritas pajak negara lain yang melibatkan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) UU PPh.

Ruang lingkup kesepakatan harga transfer meliputi seluruh atau sebagian


transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa.
Tahap-tahap yang harus ditempuh dalam pembentukan Kesepakatan Harga
Transfer adalah:

1. Pembicaraan awal (pre-lodgement meeting) antara Direktur Jenderal Pajak


dan Wajib Pajak
Tujuannya antara lain untuk:
1. Membahas perlu atau tidaknya diadakan Kesepakatan Harga Transfer;
2. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menjelaskan
penentuan metode Penentuah Harga Transfer yang diusulkannya;
3. Membahas kemungkinan pembentukan Kesepakatan Harga Transfer
yang melibatkan otoritas pajak negara lain;
4. Membahas dokumentasi dan analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
5. Menyepakati rencana waktu pelaksanaan pembentukan Kesepakatan
Harga Transfer; dan
6. Membahas hal-hal lain yang relevan dengan pembentukan dan
penerapan Kesepakatan Harga Tranfer.
2. Penyampaian permohonan formal Kesepakatan Harga Transfer oleh
Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil
pembicaraan awal.

3. Pembahasan Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak


dan Wajib Pajak

4. Penerbitan surat Kesepakatan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal


Pajak; dan

5. Pelaksanaan dan evaluasi Kesepakatan Harga Tranfer.


Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai