ADANYA HUBUNGAN ISTIMEWA, HARGA TRANSFER DAN ADVANCED PRICING AGREEMENT PADA TRANSAKSI INTERNASIONAL Hubungan Istimewa
Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang
menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena Ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan oleh faktor kepemilikan atau penyertaan serta Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi. Berikut penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan hubungan istimewa tersebut.
1. Faktor Kepemilikan atau Penyertaan
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan berupa penyertaan modal, yaitu pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada pengusaha lain, atau hubungan antarpengusaha dengan penyertaan 25% atau lebih pada satu pengusaha atau lebih.
Contoh penyertaan secara langsung:
PT A memiliki 50% saham PT B. Kepemilikan saham PT B oleh PT A tersebut merupakan penyertaan modal secara langsung sebesar lebih dari 25%. Dalam hal ini, dianggap ada hubungan istimewa di antara PT A dan PT B.
Contoh penyertaan secara tidak langsung:
Jika PT B tersebut di atas memiliki 50% saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan tersebut di atas juga dapat terjadi antarorang pribadi atau badan. 2. Faktor Penguasaan Melalui Manajemen atau Penggunaan Teknologi Hubungan istimewa antarpengusaha dapat juga terjadi karena adanya penguasaan melalui manajemen ataupun penggunaan teknologi, meskipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa ada apabila pengusaha menguasai pengusaha lainnya, atau dua atau lebih pengusaha berada di bawah penguasaan pengusaha yang sama, baik langsung maupun tidak langsung.
Contoh penguasaan melalui manajemen:
AA direktur utama di perusahaan BB, juga menjabat sebagai direktur utama di perusahaan CC. Dalam hal ini ada hubungan istimewa antar perusahaan BB dan CC karena adanya penguasaan manajemen oleh AA terhadap perusahaan BB dan CC.
Contoh penguasaan melalui teknologi:
Perusahaan X yang memproduksi minuman menggunakan formula yang diciptakan perusahaan Y. Dalam hal ini, ada penguasaan melalui penggunaan teknologi oleh perusahaan Y terhadap perusahaan X sehingga terjadi hubungan istimewa antara perusahaan X dan perusahaan Y. 3. Faktor Hubungan Keluarga Sedarah atau Semenda
Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat dapat menimbulkan hubungan istimewa di antara orang pribadi. Pengertian Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arms length principle/ALP)
PER-43/PJ/2010 memberikan pengertian Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha (arms length principle/ALP) sebagai prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding
Penerapan ALP dilakukan terhadap transaksi antara pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa (related party). Dengan kata lain, apabila transaksi dilakukan dengan pihak yang tidak memiliki hubunggan istimewa, ALP tidak perlu dilakukan sebagaimana transaksi independen. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-undang PPh, hubungan istimewa dianggap ada jika : 1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau 2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau 3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. Adapun jenis transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang dapat mengakibatkan pelaporan penghasilan dan pengurangan yang tidak sesuai dengan prinsip ALP antara lain :
1. Penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud
maupun barang tidak berwujud; 2. Sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud; 3. Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa; 4. Alokasi biaya; dan 5. Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud. Kewajiban Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Wajib Pajak yang melakukan transaksi-transaksi di atas dengan pihak yang
memiliki hubungan istimewa wajib untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
2. Menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat; 3. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan 4. Mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Wajib Pajak harus menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat atas transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Terdapat beberapa metode harga transfer yang diatur dalam PER-43/PJ/2010 ini, yaitu : 1. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP), yaitu metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding 2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar 3. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha 4. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya. Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement / APA) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dan/atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati Kriteria-kriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar di muka para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Ketentuan Mengenai Kesepakatan Harga Transfer
Untuk mengatur dan memberikan kepastian dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 18 ayat (3a) UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 terutama dalam hal mengatur tentang kesepatakan harga transfer, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 69/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement). Tujuan dan Ruang Lingkup APA
Tujuan Kesepakatan harga Transfer adalah untuk memberikan sarana
kepada Wajib Pajak guna menyelesaikan permasalahan transfer pricing. Kesepakatan harga transfer mencakup perjanjian tertulis antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas pajak negara lain yang melibatkan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) UU PPh.
Ruang lingkup kesepakatan harga transfer meliputi seluruh atau sebagian
transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Tahap-tahap yang harus ditempuh dalam pembentukan Kesepakatan Harga Transfer adalah:
1. Pembicaraan awal (pre-lodgement meeting) antara Direktur Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak Tujuannya antara lain untuk: 1. Membahas perlu atau tidaknya diadakan Kesepakatan Harga Transfer; 2. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menjelaskan penentuan metode Penentuah Harga Transfer yang diusulkannya; 3. Membahas kemungkinan pembentukan Kesepakatan Harga Transfer yang melibatkan otoritas pajak negara lain; 4. Membahas dokumentasi dan analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak; 5. Menyepakati rencana waktu pelaksanaan pembentukan Kesepakatan Harga Transfer; dan 6. Membahas hal-hal lain yang relevan dengan pembentukan dan penerapan Kesepakatan Harga Tranfer. 2. Penyampaian permohonan formal Kesepakatan Harga Transfer oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pembicaraan awal.
3. Pembahasan Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak
4. Penerbitan surat Kesepakatan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal
Pajak; dan
5. Pelaksanaan dan evaluasi Kesepakatan Harga Tranfer.