Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS

Fixed Drug Eruption

SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN RSD dr. Soebandi Jember 2017
PENDAHULUAN
Fixed Drug Eruption (FDE) bukan
merupakan kasus yang mengancam jiwa
jika obat penyebab dapat diketahui dan
disingkirkan.
Segi kosmetik sangat mengganggu dan
menimbulkan perasaan tidak nyaman.
Jika tidak diterapi secara kausal maka
dapat bertambah parah dengan adanya
penambahan jumlah lesi
DEFINISI
FDE reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan
yang terjadi akibat pemberian atau pemakaian jenis obat
obatan tertentu yang biasanya dikarakteristik dengan
timbulnya lesi berulang pada tempat yang sama dan tiap
pemakaian obat akan menambah jumlah dari lokasi lesi
EPIDEMIOLOGI
FDE 10% terjadi pada anak dan dewasa, usia paling
muda 8 bulan
Tahun 1999 FDE 63% sebagai manifestasi klinis erupsi
alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak,
disusul erupsi eksantematosa 3%, dan urtikaria 12 %.
Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia,
kemungkinan disebabkan pajanan obat yang bertabah.
ETIOLOGI &
PATOGENESIS
Obat antibakteri Obat anti inflamasi non steroid
Sulfonamid (co-trimoxazole) Aspirin
Tetrasiklin Oxyphenbutazone
Penisilin Phenazone
Ampisilin Metimazole
Amoksisilin Paracetamol
Eritomisin Ibuprof
Trimethoprim en
Nistatin Phenol
Griseofulvin pthalei
Dapson n
Arsen Codein
Garam Merkuri Hydrala
P amino salicylic acid zin
Thiacetazone Oleores
Quinine in
Metronidazole Symph
Clioquinol atomim
Barbiturat dan tranquilizer etic
lainnya Symap
Derivat Barbiturat hatoliti
Opiat c
Chloral hidrat Parasy
Benzodiazepine mphato
Chlordiazepoxide litic
Anticonvulsan Hyoscine
Dextromethoephan butylbromid
e
Magnesium
hydroxide
belum diketahui pasti
diduga karena karena reaksi imunologi.
Berdasarkan mekanisme imunologik yang terjadi pada
reaksi obat dapat berupa IgE mediated drug eruption,
immunecomplex dependent drug reaction, cytotoxic drug
induced reaction dan cell mediated reaction
Penelitian Alanko dkk (1992)
lesi FDE terjadi peningkatan kadar histamine dan
komplemen yang sangat bermakna (200-640 nMol/L).
Keadaan ini diduga sebagai penyebab timbulnya reaksi
eritema, lepuh dan rasa gatal

Penelitian Visa dkk (1987)


Ternyata 60-80% sel infiltrate pada FDE adalah sel
Limfosit T ( T4 dan T8). Terlihat pula peningkatan sel mast
sebesar 5-10% serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T
(limfosit aktif) yang berada di dermis. mekanisme
imunologi bukan satu-satunya penyebab kelainan ini,
akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya FDE
GAMBARAN KLINIS
FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat secara
oral. Lesi berupa makula oval atau bulat, berawarna merah atau keunguan,
berbatas tegas, seiring dengan waktu lesi bisa menjadi bula, mengalami
deskuamasi atau menjadi krusta.. Ukuran lesi bervariasi mulai dari lentikuler
sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita meminum obat yang
sama maka lesi yang lama akan timbul kembali disertai dengan lesi yang baru.
Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama
menjelaskan arti kata fixed pada nama penyakit tersebut. 4,5,6,9, Lesi dapat
dijumpai dikulit dan membran mukosa yaitu di bibir, badan, tungkai,
tangan dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan genital. Lesi FDE pada
penis sering disangka sebagai penyakit kelamin 5,10
Gejala lokal meliputi gatal dan rasa terbakar , jarang dijumpai gejala sistemik..
Tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada FDE
jika

menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang


menetap dalam jangka waktu lama. 2,5,6,11

HISTOPATOLOGI
Gambaran histologi FDE menyerupai eritema multiforme
(EM). Seperti pada EM reaksi dapat terjadi di dermis atau
epidermis atau keduanya. Yang paling sering adalah yang
melibatkan dermis dan epidermis. 12
Pada tahap awal pemeriksaan histopatologi
menggambarkan adanya bula subepidermal dengan
degenerasi hidropik sel basal epidermis. Dapat juga
dijumpai diskeratosis keratinosit dengan sitoplasma
eosinofilik dan inti yang piknotik di epidermis.
Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofag
pada dermis bagian atas dan terdapat peningkatan
jumlah melanin pada lapisan basal epidermis.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang
khas.4 Riwayat perjalanan penyakit yang rinci, termasuk pola gejala
klinis, macam obat, dosis, waktu dan lama pajanan serta riwayat alergi
obat sebelumnya penting untuk membuat diagnosis.2 Selain itu
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis:
Biopsi kulit membantu untuk memastikan diagnosis atau menyingkirkan
diagnosis banding.2

Uji tempel obat merupakan prosedur yang tidak berbahaya . Reaksi


anafilaksis sangat jarang terjadi, dan untuk mengantisipasinya dianjurkan
mengamati penderita dalam waktu setengah jam setelah penempelan.
Secara teoritis dapat terjadi sensitisasi akibat uji tempel, namun dalam
prakteknya jarang ditemui. Tidak dianjurkan melakukan uji tempel
selama erupsi masih aktif maupun segera sesudahnya. Berdasarkan
pengalaman para peneliti, uji tempel sebaiknya dilakukan sekurang-
kurangnya 6 minggu setelah erupsi mereda.
Khusus untuk FDE Alanko (1994) menggunakan cara uji tempel yang agak berbeda. Obat dengan
konsentrasi 10% dalam vaselin atau etanol 70% diaplikasikan secara terbuka pada bekas lesi dan
punggung penderita. Observasi dilakukan dalam 24 jam pertama, dan dianggap positif bila
terdapat eritema yang jelas yang bertahan selama minimal 6 jam. Kalau cara ini tidak
memungkinkan untuk dilaksanakan dianjurkan uji tempel tertutup biasa dengan
pembacaan
pertama setelah penempelan 24 jam. 13

Hasil uji tempel yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis erupsi obat dan hasil yang positif
dapat menyokong diagnosis dan menentukan penyebab meskipun peranannya masih kontroversi.
Metode uji tempel masih memerlukan banyak perbaikan, diantaranya dengan menggiatkan
penelitian tentang konsentrasi yang sesuai untuk setiap obat, vehikulum yang tepat dan
menentukan metabolisme obat di kulit. 2,13

Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab. Uji ini
dikatakan aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan
tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis 1/10
dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya sudah
muncul dalam beberapa jam. Karena resiko yang mungkin ditimbulkannya maka uji ini harus
dilakukan dibawah pengawasan petugas medis yang terlatih. 2,3,5
DIAGNOSIS BANDING
Mastositosis: biasanya timbul urtikaria disertai tanda
Darier
Herpes labialis atau herpes genitalis: biasanya
berlangsung lebih cepat dan tidak meninggalkan bercak
hiperpigmentasi.
Dermatitis Kontak Alergi: adanya riwayat kontak
TATALAKSANA
Hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab.4

Pengobatan Sistemik
Pemberian kortikosteroid sistemik biasanya tidak diperlukan.Untuk keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang
mengganggu istirahat pasien dan orang tuanya dapat diberikan antihistamin generasi lama yang mempunyai efek
sedasi. 3,10,14
Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering atau basah. 10

Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka. Tujuannya adalah untuk mengeringkan eksudat, membersihkan debris dan
krusta serta memberikan efek menyejukkan. Pengompresan dilakukan cukup 2-3 kali sehari, biarkan basah (tetapi tidak sampai
menetes) selama 15-30 menit. Eksudat akan ikut mongering bersama penguapan. Biasanya pengompresan cukup dilakukan 2
sampai 3 hari pertama saja. Cairan kompres yang dapat dipilih antara lain larutan NaCl 0,9 atau dengan
larutan antiseptik ringan misalnya larutan Permanganas Kalikus 1:10.000 atau asam salisilat 1:1000. 4,10, 14

Jika lesi kering dapat diberi krim kortikosteroid misalnya krim hidrokortison 1 % atau 2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu
diobati karena akan menghilang dalam jangka waktu lama. 4,10
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan kortikosteroid topikal pada bayi dan anak: 15
Pilihlah potensi kortikosteroid sesuai dengan daerah atau lokasi yang akan diobati, misalnya daerah lipatan (aksila,popok) atau muka sebaiknya menggunakan
potensi rendah sedangkan pada badan atau ekstremitas dapat diberikan potensi sedang.
PIlihlah potensi terendah yang dapat menghilangkan kelainan kulit dalam waktu sesingkat mungkin. Sedapat mungkin hindari penggunaan kortikosteroid yang
sangat poten, terutama untuk anak berusia kurang dari 12 tahun.

Gunakan vehikulum yang tepat sesuai kondisi kelainan kulit, misalnya salap untuk lesi kering dan tebal serta krim untuk radang ringan atau lipatan.
Aplikasi 2 kali sehari selama 7- 14 hari biasanya cukup
Hati-hati dengan penggunaan kortikosteroid potensi sedang sebanyak > 15g/minggu.
Penggunaan di daerah yang oklusif harus hati-hati, misalnya daerah popok atau aksila.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik. Apabila obat tersangka
penyebab telah dapat dipastikan maka sebaiknya kepada
penderita diberikan catatan, berupa kartu kecil yang
memuat jenis obat tersebut serta golongannya. Kartu
tersebut dapat ditunjukkan bilamana diperlukan
(misalnya apabila penderita berobat), sehingga dapat
dicegah pajanan ulang yang memungkinkan terulangnya
FDE
REFLEKSI
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LK
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 tahun
Status : menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Semboro, Jember
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kulit wajah menghitam
RPS
Pasien dating dengan keluhan kulit wajahnya menghitam belang sejak 4
hari yang lalu. Wajah terasa panas dan perih jika terkena sinar matahari.
Bercak kehitaman muncul di pipi kanan kiri serta dahi. Awalnya kulit
wajah terasa panas dan kemerahan di pipi namun tidak gatal. Dua hari
kemudian kemerahan wajah berubah menjadi bercak kehitaman
menetap tidak hilang timbul. Sebelumnya pasien mengaku badan terasa
lelah dan temannya menganjurkan meminum obat dan membeli sendiri
di apotek. Dua jam setelah konsumsi obat wajah memerah.
RPD
Alergi antibiotic kecuali cefotaxime, badan kemeraha
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS DERMATOLOGIS
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai