Anda di halaman 1dari 14

BUDIDAYA JAMUR SHIITAKE

Mohammad Raihan Amin


140410140051
Jamur Shiitake
Shiitake (Lentinula edodes, dulu Agaricus edodes/Lentinus edodes) atau jamur hioko
dan sering ditulis sebagai jamur shitake adalah jamur pangan asal Asia Timur yang
terkenal di seluruh dunia dengan nama aslinya dalam bahasa Jepang. Shiitake secara
harafiah berarti jamur dari pohon shii (Castanopsis cuspidata) karena batang
pohonnya yang sudah lapuk merupakan tempat tumbuh jamur shiitake.
Shiitake banyak dibudidayakan di Tiongkok, Korea dan Jepang dan bisa dijumpai di
alam bebas di daerah pegunungan di Asia Tenggara.
Shiitake dalam bahasa Tionghoa disebut xingg ("jamur harum"), sedangkan yang
berkualitas tinggi dengan payung yang lebih tebal disebut dngg ("jamur musim
dingin") atau hug ("jamur bunga") karena pada bagian atas permukaan payung
terdapat motif retak-retak seperti seperti mekar.
Di Indonesia kadang-kadang dinamakan jamur jengkol, karena bentuk dan aromanya
seperti jengkol walaupun bagi sebagian orang rasa jamur ini seperti rasa petai.
KLASIFIKASI

Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Marasmiaceae
Genus : Lentinula
Spesies : L. Edodes
(Berk, 1878).
Deskripsi Jamur Shiitake
Jamur shiitake tumbuh di permukaan batang kayu yang melapuk dari pohon
Castanopsis cuspidata, Castanea crenata (kastanye), dan sejenis pohon ek Quercus
acutissima. Batang dari tubuh buah sering melengkung, karena shiitake tumbuh ke
atas dari permukaan batang kayu yang diberdirikan. Payung terbuka lebar, berwarna
coklat tua dengan bulu-bulu halus di bagian atas permukaan payung, sedangkan
bagian bawah payung berwarna putih.
Jamur beracun spesies Omphalotus guepiniformis terlihat agak mirip dengan jamur
shiitake sehingga banyak orang yang tertipu dan keracunan.
Sejarah Budidaya
Shiitake juga dikenal dengan nama Jamur hitam China, karena aslinya memang
berasal dari daratan Tiongkok dan sudah dibudidayakan sejak 1.000 tahun yang lalu.
Sejarah tertulis pertama tentang budidaya shiitake ditulis Wu Sang Kuang di zaman
Dinasti Song (960-1127), walaupun jamur ini sudah dimakan orang di daratan Tiongkok
sejak tahun 199 Masehi.
Di zaman Dinasti Ming (1368-1644), dokter bernama Wu Juei menulis bahwa jamur
shiitake bukan hanya bisa digunakan sebagai makanan tetapi juga sebagai obat
untuk penyakit saluran napas, melancarkan sirkulasi darah, meredakan gangguan
hati, memulihkan kelelahan dan meningkatkan energi chi. Shiitake juga dipercaya
dapat mencegah penuaan dini.
Budidaya
Budidaya jamur shiitake paling ideal dilakukan di daerah yang memiliki ketinggian 700
sampai 1.200 meter dpl. Mengingat jamur shiitake tumbuh secara alami di hutan
rimbun yang bersuhu rendah, maka tempat pemeliharaannya juga perlu disesuaikan
sedemikian rupa agar intensitas cahaya dan tingkat kelembabannya menyerupai
tempat asalnya. Begitupun dengan media pertumbuhan jamur shiitake sebaiknya
dibuat mendekati kondisi tempat tumbuh jamur ini di alam.
1. Persiapan Ruangan Budidaya
Sebagaimana jamur-jamur yang lainnya,
budidaya jamur shiitake biasanya dilakukan di
ruangan tertutup. Hal ini dilakukan guna
menciptakan kondisi lingkungan yang mirip
dengan habitat asli jamur shiitake tumbuh.
Ruangan bisa berbentuk bangunan permanen
agar lebih awet dan lebih mudah dirancang.
Untuk memaksimalkan ruangan budidaya,
sediakan beberapa rak bertingkat sebagai
tempat menyusun kantong-kantong baglog
jamur shiitake secara vertikal. Biasanya, rak-rak ini
terbuat dari material bambu tua sehingga biaya
pembuatannya lebih rendah, daya tahannya
lama, dan tidak mudah lapuk. Semakin tinggi rak
yang disediakan, semakin besar pula daya
tampung ruangan tersebut. Namun perlu
diperhatikan juga aspek kemudahan aksesibilitas
dalam pemeliharaan jamur-jamur ini nantinya.
2. Pembuatan Media Pertumbuhan
Perlu diketahui bahwa di lingkungan aslinya, jamur shiitake layak dipetik setelah usianya mencapai lebih dari 12
bulan. Dengan memanfaatkan media penanaman yang tepat, bisa mempersingkat waktu panennya menjadi
sekitar 6 bulanan.
Selain serbuk kayu, media penyimpanan juga membutuhkan bekatul sebagai sumber nutrisi, kapur (CaCO3) sebagai
pengatur tingkat keasaman, dan air sebagai pengencer media agar mudah tercampur rata. Adapun komposisi
yang biasa digunakan yaitu serbuk kayu sebanyak 80-90 persen, bekatul sejumlah 5-15 persen, kapur sekitar 1 persen,
dan air secukupnya sampai media mengandung 65 persen air. Untuk meningkatkan kandungan nutrisi yang terdapat
di dalam media log, disarankan menambahkan biji-bijian hingga 1-2 persen.
Setelah media penanaman selesai dibuat, media tersebut belum bisa dipergunakan langsung. Media harus melewati
proses fermentasi terlebih dahulu selama 4-7 hari agar kondisinya benar-benar ideal untuk pertumbuhan jamur.
Caranya yaitu masukkan campuran media penanaman tadi ke dalam ember besar, lalu tempatkan di ruangan
yang lembab dan terlindungi. Setiap hari, media perlu dibalik sedemikian rupa untuk mematikan kandungan jamur
liar di dalamnya. Proses fermentasi bisa dikatakan selesai apabila telah melewati waktu yang disarankan dan warna
media berubah menjadi cokelat tua agak kehitam-hitaman.
Langkah berikutnya adalah proses sterilisasi media penanaman. Pertama, media dimasukkan ke dalam kantong
plastik baglog lalu dipadatkan. Selanjutnya, kukuslah media penanaman tersebut menggunakan uap air bersuhu 90-
110 celcius selama 5-7 jam. Tujuan proses sterilisasi adalah untuk menyucikan baglog dari hama, kuman, bakteri, dan
bibit penyakit. Ketiga, letakkan media-media penanaman jamur shiitake ini ke dalam ruangan yang telah
dipersiapkan dan biarkan selama 24 jam agar suhunya kembali normal.
3. Penanaman Jamur Shiitake
Seluruh rangkaian proses penanaman bibit jamur
shiitake dilakukan di ruangan yang bersih dan
steril. Semprotkan lah cairan alkohol ke kapas
penyumbat botol bibit F3 lalu panaskan kapas
tersebut memakai api spiritus sampai sebagian
permukaan kapasnya terbakar. Setelah itu,
matikan api yang menyala dan lepaskan kapas
penyumbat tadi untuk membuka botolnya. Aduk-
aduk sebentar isi botol menggunakan kawat
yang sudah disterilkan. Selanjutnya, oleskan bibit
ke permukaan bagian leher baglog hingga
tertutupi penuh. Sebagai lapisan teratas, tutup
kembali permukaann baglog menggunakan
kapas di bagian atasnya.
Yang perlu diperhatikan dengan seksama saat
menanam bibit jamur adalah aspek
kebersihannya. Hal ini dikarenakan, kondisi bibit
saat berada di stadium miselium masih rentan
sekali terhadap perubahan lingkungan.
Perubahan kondisi sekecil apapun akan
berpengaruh besar terhadap tingkat
kesuksesan budidaya yang dilakukan. Selain itu,
perhatikan juga aspek kelembaban dan
temperatur di ruangan penanaman.
4. Proses Inkubasi Media Tanaman
Proses inkubasi adalah proses
pemeliharaan miselium pada baglog.
Proses ini biasanya dilakukan di dalam
ruangan yang bersuhu konstan sehingga
tingkat kelembaban di dalam baglog
dapat dipertahankan. Tidak dianjurkan
mengatur kelembaban ruangan, baik
dengan menyemprotkan air atau cara
lainnya. Hal ini dikarenakan
meningkatnya kelembaban ruangan
inkubasi tidak berpengaruh besar
terhadap kelembaban di dalam plastik.
Salah-salah justru kelembaban ruangan
bisa memunculkan spora-spora liar yang
malahan bakal mengganggu
pertumbuhan bibit jamur.
5. Pemeliharaan dan Perawatan Baglog
Jamur shiitake mempunyai keistimewaan karena tingkat kesulitan pemeliharaannya
tergolong mudah. Adapun metode perawatannya meliputi menjaga kondisi di dalam
ruangan, membuka kapas seperlunya, dan memberikan rangsangan tertentu agar
pertumbuhan jamur lebih optimal.
Setelah baglog dipenuhi miselium sepenuhnya, berikutnya baglog-baglog tersebut dapat
dipindahkan ke ruangan pemeliharaan. Selalu ingat bahwa saat ini anda berhadapan
dengan jamur yang notabene sangat rentan terhadap serangan kuman dan bakteri.
Sehingga kebersihan ruangan dan peralatan perlu menjadi prioritas utama.
Setelah melewati tahap pertumbuhan miselium, proses berikutnya akan muncul benjolan-
benjolan pada baglog shiitake yang terlihat menyumbul dengan ukuran bervariasi. Pada
tahap ini, bisa melonggarkan sedikit susunan kapas pada baglog tersebut supaya sirkulasi
udaranya menjadi lancar. Beberapa hari kemudian, terjadi proses pigmentasi yang
ditandai dengan perubahan warna baglog menjadi kecoklat-coklatan. Artinya, sudah
bisa dibuka kapas penutup baglog sepenuhnya agar permukaan baglog tersebut
mengeras seperti batang kayu. Hal ini terjadi sebagai bentuk pertahanan diri jamur
shiitake baik untuk menjaga kondisi kelembaban di dalam baglog maupun terhadap
kemungkinan serangan dari jamur-jamur liar.
(Lanjutan)
Tahap selanjutnya adalah pemberian rangsangan fisik agar proses pembuahan jamur shiitake berjalan
lancar yakni dengan memanfaatkan semprotan air untuk membuat suhu baglog menjadi dingin.
Metode yang lain, bisa juga dengan merendam baglog ke dalam air bersuhu 15 C selama semalaman
penuh. Setelah proses perangsangan selesai dilakukan, ditata kembali baglog-baglog tersebut ke rak
penyimpanan.
Proses pemeliharaan berikutnya adalah pengaturan kadar oksigen dan kelembaban udara di dalam
ruangan. Proses ini dilakukan dengan mengatur posisi ventilasi udara, seperti membuka jendela ketika
hujan dan menutupnya saat terik. Sedangkan untuk mengatur kelembaban udara ruangan bisa
dilakukan dengan menyemprotkan air ke udara, bukan ke baglog.
Kunci utama dalam budidaya jamur shiitake adalah menjadi kondisi kadar air di dalam baglog harus
terus dipertahankan pada angka 55-65 persen. Apabila kadar airnya terlalu tinggi atau terlalu rendah,
maka proses pembentukan primordial pada jamur shiitake bisa terganggu. Adapun cara
mempertahankan kadar air di dalam baglog adalah dengan menjaga tingkat kelembaban udara di
ruang budidaya berkisar 80 sampai dengan 90 persen. Setelah pertumbuhan jamur shiitake sudah
cukup dewasa, atur kembali tingkat kelembaban udara di ruangan berada di antara 65-85 persen.
Apabila kelembaban terlalu tinggi tekstur jamur yang dihasilkan akan terlalu lembek dan mudah
membusuk. Sedangkan jika tingkat kelembaban ruangannya rendah, pertumbuhan jamur shiitake-nya
kurang optimal, kecil, dan teksturnya terlalu keras.
6. Proses Pemanenan Jamur Shiitake
Pada umumnya, proses pemanenan jamur
shiitake dapat dilakukan setelah 5-6 bulan sejak
proses inkulasi yakni ketika tudung payung
jamur sudah membuka hingga 60-75 persen.
Setiap baglog bisa dipanen sampai 2-3 kali per
masa panen dengan waktu istirahat selama 6
bulan. Pemanenan yang terlalu lama akan
menyebabkan kualitas jamur menurun,
sedangkan jika terlalu cepat dilakukan maka
hasilnya kurang maksimal dan kualitasnya masih
rendah.
Proses pemanenan jamur shiitake dilakukan
dengan memotong batang-batang jamur yang
telah layak. Selanjutnya, jamur dikumpulkan di
satu tempat dan disortir menurut ukuran lebar
payungnya. Terakhir adalah mendistribusikan
jamur-jamur ini ke pengepul, pasar tradisional,
supermarket, dan restoran-restoran ala Asia
Timur.
Terimakasih!

Anda mungkin juga menyukai