Anda di halaman 1dari 17

ALUMUNIUM (Al)

Yoan Andrie Putri D1101131008


Isadora Mayasari D1101131031
Aluminium terdapat melimpah di dalam kulit bumi,
jumlahnya sekitar 8%. Dengan kelimpahan sebesar itu,
aluminium merupakan unsur ketiga terbanyak setelah
oksigen dan silikon serta merupakan unsur logam
yang paling melimpah. Namun, aluminium merupakan
logam yang mahal karena pengolahannya yang sulit.
Mineral aluminium yang bernilai ekonomis
adalah bauksit (Al2O3.2 H2O).
Sifat Kimia Dan Sifat Fisik
Aluminium
Sifat Kimia Alumunium
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif
sehingga mudah teroksidasi. Sifat-sifat Aluminium
yang lebih unggul bila dibandingkan dengan logam
lain adalah sebagai berikut:
1. Ringan
2. Kuat
3. Ketahanan terhadap korosi
4. Daya hantar listrik yang baik
5. Toksifitas
Sifat Fisik Alumunium
Hantaran panas (25oC) 0,49 cal/det oC
Kekentalan (700oC) 0,0127 poise
Panas peleburan 94,6 cal/gr
Titik lebur 660oC
Titik didih 2452oC
Potensial elektroda (25 oC) -1,67 volt
Proses Pembuatan Alumunium
Aluminium termasuk logam yang mudah bereaksi
sehingga tidak terdapat alam bentuk unsur bebas di
alam. Unsur aluminium terdapat pada kulit bumi
dalam bentuk senyawa oksida, seperti bijih bauksit
(Al2O3.2H2O) atau tanaah liat (Al2Si2O7.2H2O).
Proses Bayer
Merupakan proses pemurnian bijih bauksit untuk
memperoleh aluminium oksida (alumina).
Bijih bauksit mengandung 50-60% Al2O3 yang
bercampur dengan zat-zat pengotor terutama Fe2O3
dan SiO2. Untuk memisahkan Al2O3 dari zat-zat yang
tidak dikehendaki, kita memanfaatkan sifat amfoter
dari Al2O3
Pengolahan bijih bauksit menjadi aluminium dapat dilakukan dalam
proses Bayer.
Tahapan dalam Proses Bayer:
1. Pertama, bijih bauksit diambil dari tambang.
2. Lalu, bijih bauksit tersebut dihancurkan atau dihaluskan secara mekanik.
3. Impurities (pengotor) dihilangkan dengan cara memanaskan serbuk bauksit
dalam udara sehingga logam-logam lain teroksidasi. Misalnya besi teroksidasi
menjadi Fe2O3.
4. Kemudian, serbuk bijih yang telah dipanaskan direaksikan dengan soda kaustik
atau larutan Natrium hidroksida (NaOH) pekat dan diproses di pabrik
penggilingan untuk menghasilkan lumpur (suspensi berair) yang mengandung
partikel-partikel bijih yang sangat halus.
5. Suspensi berair tadi dipompa ke digester, yaitu sebuah tangki yang berfungsi
seperti panci presto. Larutan ini diproses pada suhu dan tekanan yang tinggi
untuk melarutkan alumina dalam bijih. Larutan dipanaskan sampai 230-520 F
(110-270 C) dan dengan tekanan 50 lb / dalam 2 (340 kPa). Kondisi ini,
dilakukan selama sekitar setengah jam atau hingga beberapa jam. Pada
prosesnya penambahan NaOH dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh
senyawa aluminium yang terkandung terlarut. Proses ini akan memisahkan bijih
dari kotoran yang tidak larut seperti senyawa silika, besi dan titanium.
Lanjutan.
6. Larutan panas dilewatkan melalui serangkaian tangki.
7. Larutan kemudian dipompa ke dalam tangki pengendapan.
Larutan SiO32- dan [Al(OH)4]- akan ditampung.Ketika suspensi
berair berada di dalam tangki ini, pengotor yang tidak larut
dalam NaOH akan mengendap di bagian bawah tangki. Residu
(disebut "red mud" atau lumpur merah) yang terakumulasi di
dasar tangki terdiri dari pasir halus, oksida besi, dan oksida dari
unsur lain seperti titanium. Al2O3 dan SiO2 akan larut,
sedangkan Fe2O3 dan pengotor lainnya tidak larut (mengendap).
Al2O3 (s) + 2OH- (aq) + 3H2O(l) 2Al(OH)4- (aq) SiO2 (s) +
2OH- (aq) SiO32- (aq) + H2O(l)
8. Setelah pengotor telah diendapkan, masih ada larutan yang
tersisa (filtrat) yang kemudian dipompa melalui serangkaian
filter
(penyaring). Setiap partikel-partikel halus dari pengotor yang
masih ada dalam larutan juga akan tersaring.
Lanjutan.
9. Larutan yang telah disaring akan dipompa melalui serangkaian tangki
pengendapan.
10. Larutan itu kemudian direaksikan dengan asam encer, yaitu larutan HCl. Ion
silikat tetap larut, sedangkan ion aluminat akan diendapkan sebagai Al(OH)3.
AlO2- (aq) + H+ (aq) Al(OH)3 (s) Atau dengan cara dialirkan CO2 ke dalam
larutan tersebut sehingga ion aluminat akan diendapkan sebagai Al(OH)3.
AlO2- (aq) + H2O(l) Al(OH)3 (s)
11. Endapan kristal atau Al(OH)3 (s) (mengendap di bagian bawah tangki)
sedangkan SiO32- tetap larut.
12. Kemudian endapan Al(OH)3 disaring dan diambil.
13. Setelah dicuci, endapan Al(OH)3 dipindahkan ke pengering untuk dilakukan
proses kalsinasi (pemanasan untuk melepaskan molekul air yang secara
kimiawi terikat pada molekul alumina). Suhu 2.000 F (1.100 C) akan
mendorong lepasnya molekul air, sehingga hanya tinggal Kristal alumina
anhidrat. Setelah meninggalkan tungku pengering, kristal akan melewati
pendingin.
14. Setelah itu, maka terbentuklah serbuk Al2O3 murni (korundum).
2Al(OH)3(s) Al2O3 (s) + 3H2O(g)
Senyawa Amfoter adalah senyawa yang dapat bersifat
asam atau basa, tergantung kondisi lingkungannya.
Senyawa amfoter akan bersifat asam dalam suasana
basa dan sebaliknya akan bersifat basa dalam suasana
atau lingkungan asam kuat. Contoh: Alumunium
hidroksida Al(OH)3
Kata ini berasal dari kata Yunani amphoteroi, yang
berarti keduanya. Banyak logam (seperti seng, timah,
timbal, aluminium, dan berilium) membentuk oksida
atau hidroksida amfoter. Amfoterisme bergantung
pada keadaan oksidasi dari oksidanya. Salah satu
spesies amfoter adalah molekul-molekul amfiprotik,
yang dapat baik menyumbang ataupun menerima
sebuah proton (H+).
Oksida Amfoter, ialah suatu oksida logam atau
oksida metaloida yang dapat bersifat baik sebagai
oksida basa, maupun sebagai oksida asam. Senyawa
oksida yang termasuk oksida amfoter adalah : ZnO,
PbO, SnO, SnO2, Al2O3, Cr2O3, As2O3, As2O5, Sb2O3,
Sb2O5 . Karena oksida-oksida tersebut bersifat amfoter
maka basa atau asamnya yang bersangkutan juga
bersifat amfoter yaitu hidroksida-hidroksida amfoter
dan asam-asam amfoter.
Berikut adalah sejumlah pemanfaatan unsur aluminium dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.

Na3AlF6 : bahan pembuatan aluminium


KAl(SO4)2.12H2O : penjernihan air
Al2O3.nH2O : bahan baku pembuatan aluminium
Al(OH)3 : pengikat zat warna pada kain
Al : alat-alat dapur, alat-alat listrik, dan sayap
pesawat terbang
Bauksit
1. Berdasarkan genesanya :
a. Bauksit pada batuan klastik yang kasar
Jenis ini berasal dari batuan beku yang telah berubah menjadi metamorf di daerah yang beriklim tropis
dan berumur Tersier Awal. Permukaan daerahnya telah mengalami erosi dan dijumpai bauksit dalam
bentuk boulder. Tekstur pisolitik dan bentuknya menyudut dengan kadar bauksit tinggi dalam bohmit
dengan posisi letaknya sesuai dengan kemiringan lereng

b. Bauksit pada terrarosa


Jenis terrrarosa banyak terdapat di sekitar Mediterranian di Eropa Selatan yang merupakan fraksi-fraksi
dari hasil pelapukan batukapur atau dolomite dan sebagian diaspor (Al2O3H2O). Jenis ini mempunyai
ikatan monohidrat, karena itulah endapan jenis terarosa mempunyai kadar alumina yang besar
dibandingkan endapan jenis laterit.
c. Bauksit pada batuan sedimen klastik.
Dijumpai pada lingkungan pengendapan sungai stadium tua atau pada delta. Karena
tertransportasi, material rombakan terbawah ke laut. Sedimen klastik berada di atas
ketinggian dasar melapuk mengandung perlapisan gravel pasir, lempung koalinit dan
kadang lignit membentuk delta corong. Deposit bauksit jenis ini yang ekonomis adalah
berumur Paleosen.

d. Bauksit pada batuan karbonat


Deposit bauksit pada batu gamping kadarnya tinggi dan berumur Paleosen.
Perkembangannya tidak berada dipermukaan tetapi pada kubah-kubah gamping.

e. Bauksit pada batuan phospat


Al phospat berwarna abu-abu, putih kehijauan dan bersifat parous yang terisi oleh berbagai
material. Lapisan bawahnya mengandung lempung antara montmorilonit dengan atapulgit.
Beberapa lapisan dalam bentuk Ca-posfat, berstruktur oolitik dan dijumpai pula pseudo-
oolitik fluorapatit. Di bagian ini mengandung Al posfat dengan mineral krandalit [(Ca
Al3H(OH6) / (PO4)] yang sangat dominan dibandingkan dengan augilit [(Al2 (OH3) /
(PO4)].
2. Berdasarkan Letak Depositnya

a. Deposit Bauksit residual


Diasosiasikan dengan kemiringan lereng yang menegah sampai hamper datar pada
batuan nefelin syenit. Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 5 dan batasan yang
umum adalah 25. Pada batuan syenit bagian bawah bertekstur granitik. Zona diatasnya
menunjukan vermikuler, pisolitik dan tekstur konkresi lainnya. Di bawah zona knkresi
adalah zona pelindian dengan dasar fragmen lempung kaolinit. walaupun dasar zona
pelindian ini melengkung, tidak dapat menghilangkan tekstur granitis. kaolinit nepelin
syenit dipisahkan dengan bauksit bertekstur granitis oleh kaolinit yang kompak dan
kasar.

b. Deposit bauksit koluvial


Diselubungi oleh kaolinit, nefelin, syenit. Deposit ini terletak di bawah lampung dan
termasuk swamp bauxite dengan tekstur pisolitik dan oolitik yang masih terlihat jelas
serta berada di daerah lembah. Di bagia atas deposit, kaolinit terus berkembang, dapat
memotong secara mendatar atau menggantikan matriks yang tebal dari tekstur pisolitik.
di beberapa tempat, lapisan lignnit yang mendatangkan lempung dapat pula memotong
badan bijih bauksit sehingga bauksit tersebut menjadi alas dari lapisan lignit ini.

c. Deposit bauksit alluvial pada perlapisan


Dapat berupa Perlapisan silang siur, dipisahkan dengan gravel yang bertekstur pisolitik.
Bauksit tipe ini halus dan tertutup oleh alur runtuhan dari tipe deposit bauksit koluvial.

d. Deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar


Deposit tipe ini umumnya menutupi bauksit boulder dengan konglomerat kasar,
terutama dari lempung karbonat dan pasir
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai