Anda di halaman 1dari 41

KEBIJAKAN NASIONAL

ELIMINASI MALARIA

WORKSHOP TATALAKSANA KASUS MALARIA


JAYAPURA, 28 OKTOBER 2016

KASUBDIT MALARIA
dr. ELVIEDA SARIWATI, M.Epid
Curriculum Vitae
Nama : dr. Elvieda Sariwati,M.Epid
Tempat/tgl lahir : Bengkulu, 20 Januari 1976
Alamat email : vielang@yahoo.com
No HP : 081316033031
Pekerjaan
Subdit Malaria 2003-2010
Kepala Seksi Bimbev Subdit Malaria 2010-2014
Kepala Subdit ISPA 2014-2016
Kepala Subdit Malaria 2016 - sekarang
Pendidikan
Dokter - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1999
Magister Epidemiologi FKM UI 2011
Sistematika

Situasi Malaria
Kebijakan
dan Strategi
Pengendalian Malaria
Kebijakan Pengobatan Malaria
Isu dan Tantangan
Kesimpulan
SITUASI MALARIA
SITUASI MALARIA DI DUNIA

Jumlah kasus malaria di dunia sebesar 214 juta, 88% terjadi


di afrika dan 10% di asia tenggara
Kematian sebesar 438.000,
Kematian pada balita sebesar 306.000
PETA ENDEMISITAS MALARIA DI INDONESIA
TAHUN 2010- 2015

Populasi Kabupaten/Kota
No Kategori
# % # %
1 Bebas Malaria 189,352,023 74.0 % 232 45.4 %
2 Endemis Rendah 39,149,810 15.3 % 147 28.8 %
3 Endemis Menengah 21,749,895 8.5 % 87 17.0 %
4 Endemis Tinggi 5,629,384 2.2 % 45 8.8 %
Total 255,881,112 100.0 % 511 100.0 %
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
INDONESIA 0.82
Papua 28.44
Papua Barat 27.74
NTT 6.89
Maluku 5.83
Maluku Utara 3.12
Bengkulu 2.06
Bangka Belitung 1.36
Sulawesi Utara 0.75
Kalimantan Selatan 0.68
Sulawesi Tengah 0.67
Lampung 0.54
Gorontalo 0.50
Jambi 0.49
NTB 0.48
Sulawesi Tenggara 0.46
Kalimantan Tengah 0.46
Kepulauan Riau 0.36
2015

Sumatera Utara 0.31


Sumatera Selatan 0.29
Kalimantan Timur 0.25
Sulawesi Barat 0.16
Aceh 0.09
Kalimantan Barat 0.09
Sulawesi Selatan 0.08
Riau 0.08
Sumatera Barat 0.07
Jateng 0.06
Kalimantan Utara 0.04
DIY 0.02
Jawa Barat 0.00
API Nasional 0,82 per 1000 Penduduk

Jawa Timur 0.00


DKI 0.00
SITUASI MALARIA DI INDONESIA TH

Bali 0.00
Banten 0.00
Trend Kasus Positif Malaria di KTI 2011-2015
200,000
180,000
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000

80% 70% 20,000


70%
60% 46% 44%
50% -
40%
30%
28% 2011 2012 2013 2014 2015
20% 10%
10%
0%

Persentasi
Persentasi Penurunan
Penurunan Kasus
Kasus

Berdasarkan grafik tren kasus terlihat bahwa terjadi penurunan kasus, persentasi penurunan kasus terbanyak di Provinsi
NTT sebanyak 70%
Kebijakan dan Strategi
Global Technical Strategy
Malaria 2016-2030
KEBIJAKAN PENGENDALIAN MALARIA

Promotif Preventif Kuratif

Media KIE :
Diagnostik :
cetak, Kelambu
Mikroskop dan
elektronik
RDT
(TV/Radio IRS
Spot),medsos
Pengobatan :
Larvasida
ACT,
Pemberdayaa Repellen
Primakuin
n masyarakat

KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN UMUM
UMUM
1.
1. malaria
Diagnosis Malaria harus dilakukan dengan konfirmasi
1. Pengendalian
KEBIJAKAN
Pengendalian malaria dilaksanakan
dilaksanakan sesuai
sesuai dengan
dengan azas
azas desentralisasi
desentralisasi
yaitu Laboratorium titik mikroskop atau tes diagnosis cepat (Rapid
yaitu kabupaten/kota
kabupaten/kota sebagai
sebagai titik berat
berat manajemen
manajemen program
program
2. 1. Pencegahan
2. Penguatan
Penguatan kebijakan
penularan
Diagnostic Test
kebijakan ditujukan
ditujukan untuk
malaria
/RDT) melalui
untuk meningkatkan
meningkatkan komitmen
manajemen
komitmen pemerintah
pemerintah
pusatvektor
pusat dan 2.
dan terpadu
Pengobatan
daerah
daerah dan dan upayatatakelola
menggunakan
dan meningkatkan
meningkatkan yangTerapi
tatakelolalain yang
program
program terbukti
kombinasi
yang
yang baik
baik efektif,
berbasis
serta
serta Artemisin
peningkatan
efisien,
peningkatan efektifitas,
praktis efisiensi
(Artemisinin
efektifitas, danBased dan mutu
mutu program.
danCombination
aman.
efisiensi program.Therapy /ACT) sesudah
3.
3. Promosi
Promosi program dilakukan
konfirmasi
program dengan
dengan memanfaatkan
memanfaatkan Forum
dilakukanlaboratorium. Forum Kemitraan
Kemitraan
Nasional Gebrak
Nasional Gebrak Malari dan
Malari dan
3. Layanan Memperkuat
Memperkuat
tatalaksana inisiatif
inisiatif
kasus Upaya Kesehatan
Upayadilaksanakan
malaria Kesehatan oleh seluruh
Berbasis
Berbasis Masyarakat.
Masyarakat. (Posmaldes,
(Posmaldes, JMD).
JMD).
4.
fasilitas Pelayanan Kesehatan dan dilakukan secara terintegrasi
4. Memperhatikan
Memperhatikan komitmen
komitmen nasional,
nasional, regional
regional dan
dan internasional.
internasional.
ke dalam sistem layanan kesehatan dasar
Tahapan Eliminasi Malaria
Sertifikasi WHO
SPR < 5% 1 kasus/1000
<
Kasus Indigenous 0
dari malaria kllinis penduduk berisiko

3 tahun

Pra-
Pemberantasan Eliminasi Pemeliharaan
Eliminasi

Reorientasi Reorientasi
Sasaran
Sasaran Sasaran Sasaran intervensi:
intervensi:
intervensi: intervensi: Mencegah
Mengurangi tgkt
Mengurangi fokus Menghilangkan fokus munculnya kembali
penularan Seluruh
aktif (lokasi yang aktif dan kasus dengan
lokasi endemis
masih terjadi menghentikan penularan setempat
malaria (masih
terjadi penularan) di penularan penularan setempat Individu kasus positif,
wilayah yang akan setempat) diwilayah (kasus indigenous) khususnya kasus
dieliminasi yang akan impor.
dieliminasi
Indikator penilaian
Eliminasi
(kepmenkes 293/2009)
Menilai pelaksanaan penemuan dan tatalaksana
penderita
Menilai pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko
Menilai surveilans dan penanggulangan wabah
Menilai peningkatan komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE)
Menilai Peningkatan Sumber daya manusia
Menilai Komitmen pemerintah daerah
Strategi Spesifik program malaria

1. AKSELERASI : Pengendalian dengan Cakupan Seluruh Wilayah (Universal


Coverage) Dengan Endemisitas Tinggi (Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT)
Kampanye kelambu berinsektisida secara massal
IRS di desa dengan API sangat tinggi
Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan komplit

2. INTENSIFIKASI : Pengendalian di daerah FOKUS (tambang, pertanian, kehutanan,


transmigrasi, pengungsian, dll) bagi wilayah diluar KTI).
Kelambu berinsektisida untuk focus/kelompok berisiko tinggi
Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan komplit
IRS pada KLB
Penemuan kasus aktif

3. ELIMINASI : pada daerah dengan endemisitas rendah.


Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan komplit jangkauan semua fasyankes
Penguatan surveilans migrasi,
pengamatan daerah reseptif
Penemuan kasus aktif
Milestone Pencapaian Eliminasi
Malaria di Indonesia

2025 2027
Semua Semua
kab/kota provinsi
Target : 2030
300 Eliminasimal
kab/kota aria nasional

Target : 265
Target : kab/kota
225
kab/kota Target : 285
Capaian : kab/kota
232
kab/kota Target : 245 kab/kota
Capaian : 238 kab/kota
(sp April 2016)
Pencapaian Eliminasi Malaria Kab/Kota

PUTIH (SUDAH SERTIFIKASI)


MERAH (BELUM SERTIFIKASI)
KUNING (RENCANA ASSESSMENT
2016)
Kebijakan Pengobatan Malaria
Kebijakan Tatalaksana Malaria

1. Diagn
mikro
Malar
2. Pengo
Comb
Kloro
Perubahan Kebijakan
Obat Anti Malaria
Resistensi P. falciparum di
Dunia

WHO, 2004
RESISTENSI PLASMODIUM THD OBAT MALARIA
DI INDONESIA
Resistensi obat anti malaria (OAM)

Sejarah Resistensi Klorokuin di Tahun 1990an resistensi obat anti-malaria yaitu


Dunia Klorokuin dan Sulfadoksin Pirimetamine (SP)
mengkhawatirkan di negara-negara endemis
malaria termasuk Indonesia
Tahun 2004 Kemenkes merubah kebijakan obat
program dari klorokuin dan SP menjadi
Artemisinin based-Combination Therapy (ACT)
saat ini : Diidroartemisinin-Piperakuin (DHP)
Tahun 2005 WHO merekomendasikan agar
seluruh negara menggunakan ACT untuk
Resistensi Klorokuin dan SP di pengobatan malaria.
Indonesia Resistensi aremisinin pertama kali dilaporkan di
Kamboja bagian barat dan meluas ke beberapa
negara di Asia Tenggara.
Per Juli 2016, telah terjadi resistensi artemisinin
di 5 negara di kawasan Greater Mekong
(Cambodia, Lao PDR, Myanmar, Thailand dan
Vietnam).
Penyebab resistensi : penggunaan obat yang
tidak rasional (tanpa konfirmasi lab, tanpa resep
dokter), penggunaan monoterapi artemisinin
(tanpa kombinasi obat lain), obat sub
standard/palsu.
Artemisinin
Spesifisitasyang luas terhadap
berbagai stadium parasit malaria
Mampu menghambat produksi
gametosit
Lebih efektif daripada
antimalaria lain
Permenkes Tatalaksana
Malaria
kelompok standard manajemen
Alur Penemuan Pasien datang dengan gejala klinis

Penderita
Malaria
Tersangka malaria

Kegawatan (-)
Kegawatan (+)
p
e
r
k Mikroskopis (-) Mikroskopis (+)
Rujuk Ke RS/ rawat di RS e
m
b TEST DENGAN RDT,bila RDT tidak Malaria Konfirmasi
a tersedia ulang pemeriksaan diobati dengan OAM
mikroskopis setelah 4 jam sesuai standard
n
g
a
n
Periksa ulang bila gejala
negatif positif
masih ada

Malaria Konfirmasi obati


sesuai standard
negatif

Bukan Malaria
2
KONFIRMASI LABORATORIUM :
KEPASTIAN DIAGNOSIS MALARIA MELALUI PEMERIKSAAN
SEDIAAN DARAH
MENDAPATKAN PENGOBATAN YANG TEPAT

DETEKSI DINI : PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN MALARIA PADA


24-48 JAM PERTAMA SETELAH KEJADIAN PENYAKIT (ONSET)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM, MELALUI


1.MIKROSKOP GOLD STANDAR
MEMBUAT SD TEBAL DAN TIPIS UNTUK MELIHAT ADA/TIDAKNYA
PARASIT, SPESIES PARASIT DAN KEPADATAN PARASIT

2. RDT DETEKSI DINI, TIDAK UNTUK PEMANTAUAN PENGOBATAN

3.MOLEKULER SEPERTI PCR, GENOTYPING PENTING UNTUK YANG SUB


MIKROSKOPIS DAPAT MEMBEDAKAN PARASIT IMPOR ATAU INDIGENOUS
Saat ini OAM yang digunakan program
nasional adalah derivat artemisinin dengan
golongan aminokuinolin, yaitu:

Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC)


yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan
Piperakuin (DHP).

1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg


dihidroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat
ini diberikan per oral selama tiga hari dengan
range dosis tunggal harian sebagai berikut:
Dihidroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB;
Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB
Obat Anti Malaria Utama

Malaria Falciparum :
DHP 3 hari + Primakuin 1 hari
Malaria Vivaks & Ovale :
DHP 3 hari + Primakuin 14 hari
Malaria Malariae :
DHP 3 hari
OBAT ANTI MALARIA

3
ARTESUNATE
ARTEMETHER I.M I.V / I.M

1 Amp = 80mg

1 Fl = 60 mg

34

3
ISU DAN
Tantangan
Isu dan Tantangan Pengobatan
1. Akses dan Cakupan layanan (RS, klinik, DPS) konsep PPM
2. Sosialisasi Standar Tatalaksana Malaria
3. Mutu layanan (morbiditas, pengobatan irrasional)
4. Layanan kefarmasian dan Directly Observed Treatment
5. Pengendalian Resistensi OAM one gate policy, reserve drug policy,
free market control
6. Rujukan layanan.
7. Obat palsu (fake drug), Penggunaan OAM yg resisten
8. Ketersediaan OAM (Good Logistic Management Practice)
9. Kemasan obat (seleksi)
10. Sertifikasi IDI, IAI
11. SPM, akreditasi RS.
12. Penggunaan ACT Janji presiden
Salah satu strategi
meningkatkan akses layanan
adalah dengan Public Private
Mix (PPM) / Kemitraan
pemerintah-swasta
Public Private Mix Layanan Malaria di
Maumere Kabupaten Sikka - NTT

IDI cabang
IDI wilayah NTT
RSUD TC Maumere
DPS
Hiller
Dr Asep Purnama, /Laboratorium
SpPD
MASYARAKAT

Apotik Filadefia
PuskesmasWaipare
/Lab/Apotik
IAI wilayah NTT
PAFI / IAI cabang
Maumere

Kader Malaria

Dinkes Prov NTT


RSU Santo Lab
Dinkes
Gabriel/Lab/Apotik Yaspem Lab Provinsi
Kab Sikka

Courtesy: dr. Asik Surya


Public Private Mix (PPM) di Teluk Bintuni
Papua Barat

Dinas Kesehatan PKS BP-LNG Tangguh Quarterly

P2PL Malconteam Bimonthly

Tim Malaria Weekly

Rumah Klinik PKM / Apotek JMK / Dokter/ Warung /


Sakit Swasta Pustu JMP Bidan Kiosk
Daily
Microscop Microscop Microscop RDT RDT Microscop Refer to
y y & RDT y & RDT y & RDT PKM
Kesimpulan
Beban Malaria terbesar di Kawasan Timur
Indonesia
Tatalaksana kasus merupakan salah satu
penilaian eliminasi malaria
ACT merupakan obat yang paling efektif
Peningkatan akses pelayanan merupakan salah
satu strategi mencapai eliminasi malaria
Komitmen dan peran serta sektor swasta sangat
diperlukan dalam mencapai eliminasi
T E R I M A K A S

Anda mungkin juga menyukai