Anda di halaman 1dari 28

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

SEHAT DALAM KAITANNYA STATUS KESEHATAN IBU, BAYI,


ANAK BALITA, DAN KELUARGA

Nahdiyah karimah
Ika Purnama Sari
Dwi Noviani PC
SEMESTER 2
Aprilia Intan
DIV KEBIDANAN SEMARANG
Noerzunita Rachmawati
PENGERTIAN MASYARAKAT
Menurut Koentjaraningrat (1996):

masyarakat adalah kesatuan hidup


manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat istiadat
tertentu yang sifatnya
berkesinambungan dan terikat oleh
rasa identitas bersama
PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Menurut Koentjaraningrat:

kebudayaan adalah seluruh


kelakuan dan hasil kelakuan
manusia yang teratur oleh
tata kelakuan yang harus
didapatkanya dengan
belajar dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan
masyarakat
PENGERTIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
MASYARAKAT

Pembangunan kesehatan masyarakat

Rangkaian kegiatan masyarakat


yang dilaksanakan atas dasar
gotong royong dan swadaya dalam
rangka menolong diri sendiri dalam
memecahkan masalah untuk
memenuhi kebutuhannya dibidang
kesehatan dan dibidang lain yang
berkaitan agar mampu mencapai
kehidupan sehat sejahtera.
TUJUAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
DESA DALAM BIDANG KESEHATAN
Tujuan Umum :
Untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong diri
sendiri dibidang kesehatan
dalam rangka meningkatkan
mutu hidup.
Tujuan Khusus :
Menghasilkan lebih banyak
masyaraktenaga-tenaga masyarakat
setempat yang mampu, trampil serta
Menumbuhkan mau berperan aktif dalam kegiatan
kesadaran masyarakat pembangunan desa.
akan potensi yang
dimilikinya untuk
menolong diri mereka
sendiri dalam
meningkatkan mutu
hidup mereka.

Mengembangkan
Meningkatnya kesehatan kemampuan dan
atdalam arti memenuhi
beberapa indikator : Angka prakarsa masyarakat
kesakitan menurun, angka untuk berperan secara
kematian menurun terutama aktif dan berswadaya
angka kematian bayi dan anak,
angka kelahiran menurun, dan dalam meningkatkan
menurunnya angka kekurangan kesejahteraan mereka
gizi pada anak balita. sendiri.
NILAI-NILAI FILOSOFI DALAM PEMBANGUNAN

1. Landasan Idiil
2. Prinsip Dasar Pembangunan ( SKN )
Pancasila
Perikemanusiaan
Penyelanggaraan
pembangunan didasarkan pada prinsip
kemanusiaan yang dijiwai, digerakan
dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Pembangunan kesehatan di
Indonesia dirasionalkan dalam wujud
PKMD ( Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa )
3. Dasar Pijakan

a. Kesehatan adalah hak azasi bangsa


b. Kesehatan sebagai investasi bangsa
c. Kesehatan menjadi titik sentral pembangunan kesehatan

Landasan Konstitusionil : UUD 1945 al :

a. Pasal 28 A berbunyi : setiap orang berhak hidup serta


berhak mempertahankan kehidupannya.
b. Pasal 28 B ayat ( 2 ) setiap anak berhak atas
kelangsungan, tumbuh dan berkembang
c. Pasal 28 C ayat ( 1 )
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat dari pendidikan
dimaksud
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDORONG DALAM PEMBANGUNAN

Faktor Penghmbat :

a. Pasrah menerima, artinya tidak ada reaksi positif terhadap keadaan dan perubahan yang terjadi.
b. Kurang disiplin, sikap mental seenaknya dalam berbagai hal, terutama tidak mentaati peraturan-
peraturan dan hukum yang berlaku
c. Kurang suka kerja keras : suatu sikap mental ogah-ogahan, santai, dan suka mengulur-ulur waktu
dalam pekerjaan.
d. Tidak jujur, yaitu suatu sikap mental yang dalam berbagai pekerjaan dan kegiatan selalu mencari
untung sendiri dengan jalan yang tidak dibenarkan, misalnya : manipulasi, korupsi, dan sebagainya
e. Hidup boros, yaitu sikap mental yang melakukan segala sesuatu dengan berlebih-lebihan,
sehingga tidak tepat guna dan tidak efisien.
f. Tertutup terhadap pembaharuan, yaitu sikap mental yang tidak rnau menerima perubahan-
perubahan
g. Berprasangka terhadap pembaharuan, yaitu suatu sikap mental yang memandang bahwa
perubahan itu buruk akibatnya, dan berwawasan sempit, sehingga secara tidak langsung akan
membawa kepicikan bagi yang bersikap seperti itu. Padahal, justru dalam usaha pembangunan
sangat dibutuhkan manusia sebagai pendukung pembangunan yang memiliki wawasan berpikir
sangat luar biasa.
Faktor Pendorong

Menurut Mc. Cleland, sikap mental pendorong


pembangunan meliputi :

a. berorientasi ke masa depan,


b. mampu berinovasi,
c. menghargai karya,
d. percaya akan kemampuan sendiri
e. berdisiplin tinggi,
f. bertanggung jawab.
ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI STATUS
KESEHATAN DAN PERILAKU KESEHATAN
a. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka
ada perbedaan pola penyakit berdasarkan
golongan umur. Misalnya balita lebiha banyak
menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan
usia lanjut lebih banyak menderita penyakit
kronis seperti hipertensi, penyakit jantung
koroner, kanker,dan lain-lain.

b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan
menghasilkan penyakit yang berbeda pula.
Misalnya dikalangan wanita lebih banyak
menderita kanker payudara, sedangkan laki-
laki banyak menderita kanker prostat.
c. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan
dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani
banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja
yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan
yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja
diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang
menderita penyakit saluran pernapasan karena
banyak terpapar dengan debu.

d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh
pada pola penyakit. Misalnya penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada
golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi
lebih banyak ditemukan dikalangan
masyarakat yang status ekonominya rendah
FAKTOR SOSIAL YANG BERPENGARUH PADA PERILAKU
KESEHATAN MENURUT H.RAY ELLING (1970)
1. Self concept
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri,
terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada
orang lain. Apabila orang lain melihat kita positip dan menerima
apa yang kita lakukan, kita akan meneruska perilaku kita, begitu
pula sebaliknya.

2. Image kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Sebagai contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi
kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan
anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan medis, dan
besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter.
ASPEK BUDAYA YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN
DAN PERILAKU KESEHATAN MENURUT G.M. FOSTER (1973)

a. Pengaruh tradisi
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang
berpengaruh negatif terhadap kesehatan
masyarakat.
b. Sikap fatalistis
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga
mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh :
Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok
tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya
bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau
mati adalah takdir , sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan
pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan
sendiri yang paling baik jika dibandingkan
dengan kebudayaan pihak lain.

d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya


Contoh : Dalam upaya perbaikan
gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu,
menolak untuk makan daun singkong, walaupun
mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi.
Setelah diselidiki ternyata masyarakat
bernaggapan daun singkong hanya pantas
untuk makanan kambing, dan mereka
menolaknya karena status mereka tidak dapat
disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan
antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna
pelayanan.

f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras
putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1
lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari
pada tingkat awal dari proses sosialisasi
terhadap perilaku kesehatan.

Kebiasaan yang ditanamkan sejak


kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan
pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya
saja, manusia yang biasa makan nasi sejak
kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya
setelah dewasa.

h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku


kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin
melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka
yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan
terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor
yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha
untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan
perubahan tersebut.
Faktor budaya yang dipertimbangkan karena menyumbang
angka kematian

1. Kehidupan budaya masyarakat


Jawa mempercayai bahwa tali pusat bayi
yang sudah puput/lepas perlu ditindih
dengan koin agar tidak bodong.
Secara medis, perlakuan ini dapat
menyebabkan infeksi pada bayi
dikarenakan tali pusat yang baru saja
terlepas belum dalam keadaan menutup
sempurna dan kering.
2. Sebagian masyarakat di Aceh merayakan tujuh hari kelahiran bayinya dengan
adat peucicap.

Adat peucicap adalah memperkenalkan makanan kepada bayi biasanya dengan


mencampur berbagai rasa makanan seperti sari buah apel, jeruk, pisang, anggur,
nangka, gula, garam, madu yang dioleskan kepada bibir si bayi disertai dengan doa
dan harapan agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti pada
orangtua dan agama, dan kepada bangsa.
Setelah adat peucicap tersebut selesai berarti si bayi sudah boleh diberikan makanan.
Di bagian utara aceh pun sebagian masyarakatnya memercayai bahwa si bayi belum
cukup kenyang dengan hanya pemberian ASI saja.
Tangisan bayi yang kerap terdengar dipercayai merupakan rasa lapar yang belum
terpuaskan sehingga bayi diberikan makanan berupa pisang yang dikerok dan
dilumatkan dan dicampur dengan nasi.
Faktanya secara medis, usus bayi baru lahir belum memiliki enzim yang mampu
mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi.
Akibatnya, pemberian makanan tambahan pada bayi berusia di bawah 6 bulan
dapat menyebabkan sumbatan pada usus dan diare yang berlebihan pada bayi.
3. Di Nusa Tenggara, ibu yang baru melahirkan
diasapi di tempat tidur dengan meletakkan tungku
yang panas dan berasap di bawah tempat tidur.
Masyarakat daerah tersebut percaya bahwa
tindakan tersebut bertujuan agar ibu dan bayi tidak
digigit nyamuk, lebih kuat, dan terhindar dari sakit.
Padahal secara medis, pengasapan ibu dan bayi
dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi. Risiko
yang mungkin dapat ditimbulkan adalah dehidrasi
karena kepanasan serta risiko pneumonia karena
menghirup asap di ruang tertutup.
4. Di daerah Papua, terdapat kebiasaan menempatkan ibu hamil yang akan
melahirkan di kandang ternak.
Secara medis tentu saja hal ini sangat berisiko bagi ibu dan bayi karena umumnya
kandang ternak sangat tidak bersih untuk proses melahirkan. Selain itu, banyak ibu di
daerah pedalaman Papua yang masih melahirkan dengan cara yang tradisional
dengan berjuang seorang diri di pinggir sungai.
Bayangkan bagaimana cara sang ibu untuk memotong tali pusat yang kemungkinan
jika dilakukan seorang diri akan rentan menimbulkan infeksi akibat tidak higienisnya
alat pemotong pusat. Selain itu, sebagian masyarakat di sana juga mempercayai
bahwa jika ibu melahirkan anak kembar, maka si ibu harus memilih salah satu anak
untuk dibawa pulang dan membunuh salah satunya. Hal tersebut disebabkan oleh
keyakinan bahwa anak kembar adalah dua saudara yang akan tumbuh saling
bermusuhan.
5. Di sebagian daerah, mempercayai bahwa
memandikan bayi dengan menggunakan air dingin
dapat membuat bayi kuat. Secara medis, bayi masih
rentan terhadap lingkungan, termasuk suhu dingin. Oleh
sebab itu, bayi baru lahir umumnya dibedong.
Air dingin dapat menyebabkan pembakaran dan
metabolisme tubuh bayi meningkat sehingga makanan
dalam tubuh dapat habis hanya untuk mengatur suhu
tubuh saat kedinginan. Akhirnya bayi tersebut dapat
mudah kehabisan tenaga dan mudah sakit. Sebaiknya,
bayi baru lahir dimandikan dengan menggunakan air
hangat dan tidak terlalu lama, angkat bayi sebelum
kedinginan.
APEK SOSIAL BUDAYA DALAM
KESEHATAN BAYI
1. Tradisi pemberian makanan pada keluarga

faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah
makanan yang diberikan.
Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan
jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-
anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-
situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah
berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik
daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu
daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun
kebiasaan,namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan
mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu
mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
2. Masa pemberian ASI

Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya
yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi
yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern.Sebagai contoh, pemberian ASI
menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan
pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi
berumur 4 tahun.

Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi
pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar
bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu
merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera
Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan
lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun
madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan
pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat
tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan
pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap
bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada
bayi.Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh
bayi.
3. Pola pemberian ASI

pada masyarakat tradisional pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep
medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan
bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang.Hal ini disebabkan
banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat
hamil maupun sesudah melahirkan.
Kesehatan dan penyakit

adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali


menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh masyarakat pada beberapa daerah
beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena
kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.
Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah
karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada
pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-
anak disebabkan masuk angin.

Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka


pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah yang menganggap
diare karena masuk angin, badan anak perlu diobati dengan bawang merah
karena dapat memanaskan badan si anak.
SUMBER
Soekidjo Notoadmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.
Rineka Cipta. Jakarta
http://dheeachtkeyz.blogspot.com diakses 11
Maret 2015
http://blog-pelajaransekolah.blogspot.com
diakses 11 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai