Anda di halaman 1dari 24

Morning Report (30 Agustus 2017)

1. Ira Mukarramah
2. Muh. Akbar S
3. Aulia azizah kosman
4. Agusti hemas annisa
5. Fachri padhmaridho
Identitas Pasien
Nama : Tn J
Umur : 49 tahun
TTL : 17 April 1968
Jenis Kelamin: Laki laki
No Rm : 813555
Klinis : Tb paru + suspek massa
Interpretasi
Foto Thorax AP
Bercak-bercak berawan pada kedua lapangan paru
terutama kanan disertai garis-garis fibrosis yang
menarik kedua hilus dan diafragma
Perselubungan homogen pada lapangan atas paru
kiri disertai mulple kavitas di dalamnya serta
mendorong trakhea ke kiri
Cor ukuran dalam batas normal
Aorta kesan normal
Kedua sinus baik
Kedua diafragma tenting
Tulang-tulang intak

Kesan :
TB paru Lama Aktif lesi luas dengan multiple
kavitas
Atelektasis lobus superior paru sinistra
DEFINISI

Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penularan

tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.


Patogenesis

1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru
membentuk sarang primer afek primer peradangan saluran getah
bening menuju hilus (Iimfangitis lokal) pembesaran kelenjer getah
bening di hilus (Iimfadenitis regional).
Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer
2. Tuberkulosis post-primer

Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer. Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini yang awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan
mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan pembentukam jaringan
fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam
bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik).
Diagnosis
ANAMNESIS
Gejala respiratorik : Batuk 3 minggu Gejala sistemik : Demam
Batuk darah malaise
Sesak napas keringat malam
Nyeri dada anoreksia
berat badan menurun
Pemeriksaan fisik
- suara napas bronkial
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pemeriksaan bakteriologik
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
cara :
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )
Pemeriksaan Radiologi
TB aktif :
bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau segmen superior lobus bawah paru
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral

TB inaktif
Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior bawah paru
Kalsifikasi
Penebalan pleura
TB aktif
TB inaktif
Identitas Pasien
Nama : Tn K
Umur : 49 tahun
TTL : 07 Juli 1962
Jenis Kelamin: Laki laki
No Rm : 461618
Klinis : TBI GCS 13
Interpretasi
CT Scan kepala tanpa kontras irisan Axial
Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulbal yang
Tampak Lesi Hiperdens (79 HU) berbentuk terscan dalam batas normal
crescent sign pada regio temporoparietal sinistra Fraktur pada Greater wing of os sphenoid
dan falx cerebri yang mendesak dan menyempitkan dextra
ventrikel lateral kiri serta menyebabkan midline shift Soft tissue swelling pada regio temporal dextra
ke kanan sejauh +/- 1,1 cm
Sulci dan gyri obliterasi Kesan :
Pons dan cerebellum dalam batas normal o perdarahan subdural regio temporoparietal
Kalsifikasi pada pineal body dan pleksus sinistra disertai herniasi subfalcine
choroideus bilateral oHematosinus maxilla dextra
Perselubungan (62 HU) pada sinus maxilla dextra oFraktor greater wing of os sphenoid dextra
dan sinus paranasalis lainnya serta air cell mastoid oSubgaleal hematom regio temporal dextra
yang terscan dalam batas normal
DEFINISI
Subdural Hematom adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan

araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal.

Pada subdural hematoma yang seringkali mengalami pendarahan ialah

bridging vein , karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak.

Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas

hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging

vein.
ETIOLOGI
Subdural hematom. keadaan ini
timbul setelah trauma kepala hebat,
seperti perdarahan kontusional yang
mengakibatkan ruptur vena yang terjadi
dalam ruangan subdural . Pergeseran
otak pada akselerasi dan de-akselerasi
bisa menarik dan memutuskan vena -
vena.
DIAGNOSIS
Foto tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memastikan adanya SDH.
CT-Scan
Perdarahan Subdural Akut
CT-scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner
table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal.
Perdarahan Subdural Subakut
Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT.. Pada
gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas
dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.
Perdarahan Subdural Kronik
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran CT tanpa kontras.
MRI (Magnetic resonance imaging)
Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. Akan tetapi CT-scan mempunyai proses
yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan CT-scan dibandingkan MRI pada fase akut penyakit. MRI
dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.
Penatalaksanaan
medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakrania (PTIK): manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid
10 mg intravena, dihiperventilasikan.
Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan tindakan konservatif.
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi (Craniotomy):
Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10 mm atau pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-
scan
Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan pergeeran struktur midline shift.
Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.
KOMPLIKASI
Meningitis
abses serebri
hematom intraparenkim
tension pneumocephalus.
Kejang pasca operasi
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai