Anda di halaman 1dari 24

RES USITASI CAIRAN

IRA MUKARRAMAH
C 111 13 099

RESIDEN PEMBIMBING :
DR. ABDUL QADIR JAELANI

S U P E RV I S O R P E M B I M B I N G :
D R . D R . H I Z B U L L A H , S P. A N - K I C - K A K V
PENDAHULUAN
• Resusitasi cairan dengan larutan koloid dan kristaloid
adalah suatu intervensi di berbagai tempat dalam
penatalaksanaan akut.
• Pemilihan dan penggunaan cairan resusitasi berdasarkan
pada prinsip-prinsip fisiologis, tetapi pada praktek klinis,
sangat ditentukan oleh pilihan dokter, dengan variasi sesuai
wilayah.
• Semua cairan resusitasi dapat menyeababkan munculnya
edema interstitial, terutama dalam keadaan inflamasi.
SEJARAH RESUSITASI CAIRAN

Era modern Tahun 1941


• Robert Lewins • Sidney Ringer
menjelaskan efek memodifikasi
larutan garam basa • Alexis Hartmann larutan garam • Albumin manusia
melalui IV dalam mengemukakan fisiologis untuk digunakan resusitasi
mengobati pasien tentang resusitasi rehidrasi anak-anak pasien luka bakar
kolera cairan asanguinus dengan selama penyerangan
gastroenteritis. Pearl Harbor.
Tahun 1982 Tahun 1885
FISIOLOGI RESUSITASI CAIRAN
• Pada tahun 1896, ahli fisiologi Inggris Ernest Starling “kapiler
dan venule pasca kapiler bertindak sebagai membran
semipermeabel yang menyerap cairan dari ruang
interstisial”.

• Ruang subglikokaliks menghasilkan tekanan onkotik koloid yang


merupakan penentu dari aliran transkapiler

• Penyerapan cairan tidak terjadi melalui kapiler vena


tetapi cairan dari ruang interstisial yang masuk melalui
pori-pori kemudian kembali ke sirkulasi sebagai cairan
limfe yang diatur melalui respon simpatis
PERAN LAPISAN GLIKOKALIKS
ENDOTEL
• Lapisan glikokaliks endotel yaitu sebuah jaringan
glikoprotein dan proteoglikan yang terikat oleh
membran pada sel endotel, yang mengatur
permeabilitas membran pada berbagai sistem
organ.
CAIRAN RESUSITASI YANG IDEAL
Cairan resusitasi ideal adalah cairan yang :
• meningkatkan volume intravaskular yang dapat diprediksi dan berkelanjutan
• memiliki komposisi kimiawi yang paling mendekati dengan cairan ekstraseluler
• mampu dimetabolisme dan diekskresikan sepenuhnya tanpa adanya akumulasi dalam jaringan,
• tidak menghasilkan efek metabolik atau sistemik yang merugikan
• hemat biaya untuk peningkatan kesembuhan pasien

Saat ini, belum ada cairan ideal yang tersedia untuk penggunaan klinis.
CAIRAN RESUSITASI YANG IDEAL
Kristaloid Koloid
• Kristaloid lebih murah dan tersedia • koloid lebih efektif dalam mengisi
secara luas serta memiliki peran volume intravaskular
sebagai cairan resusitasi lini
pertama • Jika efek volume dari koloid
dibandingkan dengan kristaloid 1:3
• Penggunaan kristaloid dikaitkan untuk mempertahankan volume
dengan perkembangan dari edema intravaskular
interstisial secara klinis.
• Koloid semisintetis memiliki durasi
• Koloid khususnya albumin manusia, efek yang lebih singkat
lebih mahal dan tidak praktis jika dibandingkan dengan larutan
digunakan sebagai cairan resusitasi. albumin manusia dapat secara aktif
dimetabolisme dan diekskresikan
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI
Albumin

• Albumin manusia (4-5%) dalam NaCl menjadi pilihan dari


larutan koloid.
• Larutan ini dihasilkan oleh fraksinasi darah dan dipanaskan
untuk mencegah transmisi dari virus patogen.
• Albumin mahal untuk diproduksi dan didistribusikan, serta
ketersediaannya terbatas di negara yang berpenghasilan
rendah dan menengah.
ALBUMIN
• Pada tahun 1998, Cochrane Injuries Group Albumin Reviewers mempublikasikan suatu
perbandingan efek albumin dengan larutan kristaloid pada pasien hipovolemia, luka bakar,
atau hipoalbuminemia

• Kesimpulan : pemberian albumin dapat meningkatkan risiko kematian (risiko relatif, 1,68;
interval kepercayaan 95% [CI], 1,26-2,23; P<0,01). Terlepas dari keterbatasannya, studi ini
menyebabkan kegelisahan yang cukup besar, terutama di negara-negara yang sebagian besar
menggunakan albumin untuk resusitasi.
ALBUMIN
• Para peneliti di Australia dan Selandia Baru melakukan penelitian Saline versus Albumin Fluid
Evaluation (SAFE), studi terkontrol secara acak, untuk memeriksa keamanan albumin pada
6.997 pasien dewasa di ICU. Studi ini menilai efek resusitasi dengan albumin 4%, dibandingkan
dengan saline, selama 28 hari.

• Kesimpulan : penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara albumin
dan NaCl sehubungan dengan tingkat kematian (risiko relatif, 0,99; 95% CI, 0,91-1,09; P=0,87)
atau perkembangan kegagalan organ baru.
ALBUMIN
• Analisis tambahan dari studi SAFE menghasilkan pemikiran baru mengenai resusitasi cairan
pada pasien di ICU. Resusitasi dengan albumin dikaitkan dengan peningkatan yang bermakna
dalam tingkat kematian selama 2 tahun pada pasien trauma kepala (risiko relatif, 1,63; 95% CI,
1,17-2,26; P=0,003). Hasil ini telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
terutama selama minggu pertama setelah trauma. Resusitasi dengan albumin dikaitkan dengan
penurunan risiko kematian setelah 28 hari pada pasien sepsis berat (odds ratio, 0,71; 95% CI,
0,52-0,97; P=0,03), menunjukkan manfaat potensial pada pasien sepsis berat.

• Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang bermakna pada tingkat kematian setelah 28 hari yang
diamati pada pasien dengan hipoalbuminemia (kadar albumin, ≤ 25 g per liter, odds ratio, 0,87;
95% CI, 0,73-1,05).
ALBUMIN
• Pada tahun 2011, para peneliti di sub-Sahara Afrika melaporkan hasil penelitian acak
terkontrol – studi Ekspansi Cairan sebagai Terapi Suportif (Fluid Expansion as Supportive
Therapy/FEAST) – membandingkan penggunaan bolus albumin atau saline sebagai cairan
resusitasi pada 3.141 anak yang demam dengan gangguan perfusi. Dalam penelitian ini
didapatkan kesimpulan yaitu

• Kesimpulan : resusitasi cairan dengan cara membolus albumin atau saline menghasilkan
tingkat kematian yang hampir sama dalam 48 jam, tetapi terdapat peningkatan tingkat
kematian yang bermakna jika dibandingkan pemberian resusitasi cairan tanpa terapi bolus
dalam waktu 48 jam (risiko relatif, 1,45; 95% CI, 1,13-1,86; P=0,003).
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI
Koloid Semisintetik

• Ketersediaan yang terbatas dan biaya yang relatif mahal dari


albumin manusia telah mendorong pengembangan dan
peningkatan penggunaan cairan koloid semisintetik selama 40
tahun terakhir.
• Secara umum, cairan HES adalah koloid semisintetik yang
paling umum digunakan, terutama di Eropa.
• Koloid semisintetik lainnya termasuk gelatin suksinilasi, urea-
linked gelatin–preparat poligeline, dan cairan
dekstran. Penggunaan cairan dekstran sebagian besar telah
digantikan oleh penggunaan larutan semisintetis lainnya.
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI
Koloid Semisintetik

• Cairan HES diproduksi oleh substitusi hidroksietil pada amilopektin yang diperoleh dari
gandum, jagung, atau kentang.
• Derajat substitusi yang tinggi pada molekul melindungi terhadap hidrolisis oleh amilase
nonspesifik dalam darah, sehingga dapat memperpanjang pemenuhan intravaskular,
tetapi efek dari tindakan ini meningkatkan potensi HES terakumulasi dalam jaringan
retikuloendotelial, seperti kulit (mengakibatkan pruritus), hati, dan ginjal.
• Karena cairan ini berpotensi terakumulasi dalam jaringan sehingga dosis harian HES
maksimum yang disarankan adalah 33 hingga 50 ml per kilogram berat badan per hari.
KOLOID SEMISINTETIK
• Dalam uji coba acak dan terkontrol yang melibatkan 800 pasien dengan sepsis berat di ICU,
30 peneliti Skandinavia melaporkan bahwa penggunaan HES 6% dibandingkan dengan ringer
asetat, dikaitkan dengan peningkatan yang bermakna dalam angka kematian dalam 90 hari
(risiko relatif, 1,17; 95% CI, 1,01-1,30; P=0,03) dan peningkatan yang bermakna yaitu 35%
dalam tingkat transplantasi ginjal.

• Dalam studi acak dan terkontrol Crystalloid versus Hydroxyethyl Starch Trial (CHEST),
melibatkan 7.000 pasien dewasa dalam ICU, penggunaan HES 6% (130/0,4) dibandingkan
dengan saline memberikan hasil perbedaan yang tidak bermakna dari tingkat kematian dalam
90 hari (risiko relatif, 1,06; 95% CI, 0,96-1,18; P=0,26). Namun, penggunaan HES dikaitkan
dengan peningkatan 21% pada angka transplantasi ginjal.
KOLOID SEMISINTETIK
• Baik studi Skandinavia maupun CHEST tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam
hasil akhir resusitasi hemodinamik jangka pendek, terlepas dari peningkatan sementara tekanan
vena sentral dan kebutuhan vasopressor yang lebih rendah dengan HES dalam CHEST.
• Rasio HES terhadap kristaloid yang diamati dalam uji coba ini adalah sekitar 1:1,3, sama dengan
rasio albumin terhadap saline yang dilaporkan dalam penelitian SAFE dan pada uji coba acak dan
terkontror baru-baru ini.
• Pada CHEST, HES dikaitkan dengan peningkatan produksi urin pada pasien dengan risiko rendah
gagal ginjal akut tetapi adanya peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien dengan risiko
tinggi gagal ginjal akut.
• Selain itu, penggunaan HES dikaitkan dengan peningkatan penggunaan produk darah dan
peningkatan efek samping, terutama pruritus.
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI
Kristaloid

• Natrium Klorida (saline) adalah larutan kristaloid yang paling umum digunakan, khususnya di
Amerika Serikat.
• Saline normal (0,9%) mengandung natrium dan klorida dalam konsentrasi yang sama, yang
membuatnya isotonik dibandingkan dengan cairan ekstraseluler.
• Istilah "saline normal" berasal dari studi lisis eritrosit oleh ahli fisiologi Belanda Hartog
Hamburger pada tahun 1882 dan 1883, yang menunjukkan bahwa 0,9% adalah konsentrasi
garam dalam darah manusia, dibandingkan dengan konsentrasi aktual 0,6%.
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI
Kristaloid

• Kristaloid dengan komposisi kimia yang mendekati cairan ekstraselular


telah disebut sebagai larutan "seimbang" atau "fisiologis" dan
merupakan turunan dari larutan Hartmann dan Ringer yang
asli. Namun, tidak ada larutan paten yang benar-benar seimbang atau
fisiologis

• Mengingat kekhawatiran mengenai kelebihan natrium dan klorida yang


terkait dengan garam normal, larutan garam seimbang semakin
direkomendasikan sebagai cairan resusitasi lini pertama pada pasien
yang menjalani operasi, trauma, dan pasien dengan ketoasidosis
diabetik.
KRISTALOID
• Sebuah studi observasional kohort berpasangan membandingkan tingkat komplikasi utama
pada 213 pasien yang hanya menerima saline 0,9% dan 714 pasien yang hanya menerima
larutan garam seimbang bebas kalsium (PlasmaLyte) untuk mengganti kehilangan cairan pada
hari operasi.

• Kesimpulan : Penggunaan larutan garam seimbang dikaitkan dengan penurunan tingkat


komplikasi utama (odds ratio, 0,79; 95% CI, 0,66-0,97; P <0,05), termasuk insiden yang lebih
rendah dari infeksi pasca operasi, transplantasi ginjal, transfusi darah, dan investigasi terkait
asidosis.
KRISTALOID
• Dalam penelitian pada ICU, penggunaan strategi cairan rendah klorida (menggunakan laktat
dan cairan bebas kalsium) untuk menggantikan cairan intravena yang kaya klorida (saline
0,9%, gelatin suksinilasi, atau albumin 4%) dikaitkan dengan penurunan insidensi gagal ginjal
akut dan tingkat transplantasi ginjal.

• Kesimpulan : Mengingat meluasnya penggunaan saline (> 200 juta liter per tahun di Amerika
Serikat), data ini menunjukkan bahwa dibutuhkan uji coba terkontrol secara acak yang
memeriksa keamanan dan efektivitas saline, dibandingkan dengan larutan garam yang
seimbang.
PENUTUP
• Meskipun penggunaan cairan resusitasi adalah salah satu intervensi yang paling banyak dalam
kedokteran, tidak ada cairan resusitasi yang tersedia saat ini yang dapat dianggap
ideal. Mengingat bukti yang berkualitas baru-baru ini, sekarang diperlukan penilaian kembali
tentang bagaimana cairan resusitasi digunakan pada pasien yang sakit akut

• Pemilihan, waktu, dan dosis cairan intravena harus dievaluasi secara hati-hati sebagaimana
obat intravena lainnya, dengan tujuan memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan toksisitas
iatrogenik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai