Anda di halaman 1dari 11

DISUSUN :

PRIYO SULISTYIONO
FERRY ALI SETIYANTO
NUNIK YULIANTI
SITI MARDEWI
S HARTANTO
PONIMAN
EKO PUJI P
S YULIANTO
BUDI SANTOSO
Guntur Prasetya
Maria Suryani
Mamat Supriyono
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa
dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer & Bare,
2001, hlm.1220).
Penderita diabetes melitus mencapai 8.426.000 orang th 2000 di negara
Indonesia
Di RS Tugurejo Semarang penderita diabetes melitus yang mengalami
ulkus diabetik:
2009: 78 orang
2010 : 60 orang
2011 sampai Juli : 58 orang.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan memandang terapi farmakologi
sebagai satu satunya metode untuk menghilangkan nyeri.
Saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam jam atau berhari hari,
mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan obat obatan mungkin
cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002,
hlm.232).
Teknik relaksasi napas menjadi suatu terapi nonfarmakologi yang digunakan
untuk mengatasi nyeri. Dengan berlatih 15 menit dapat merangsang jaringan
saraf yang menghubungkan jantung dan otak, pasien secara konsisten akan
merasakan respon relaksasi yang membantu respon fisiologis yang meliputi
peningkatan variabilitas denyut jantung, penurunan tekanan darah,
meningkatkan respon kekebalan tubuh, dan denyut nadi yang lebih teratur
(Kennedy, 2009, 13).
Asuhan keperawatan pasien ulkus diabetik nyeri umumnya memberikan
terapi farmakologi dengan berkolaborasi dengan dokter dan hampir tidak
pernah melakukan terapi komplementer seperti terapi relaksasi nafas dalam
yang dapat menurunkan nyeri (Syamsudin, 2009, 15)
Penelitian eksperimen semu, dengan menilai intensitas
nyeri sebelum dan sesudah pemberian teknik
relaksasi nafas dalam
Pengujian perubahan perubahan yang mungkin
terjadi, dilakukan pada kelompok pre test setelah
adanya eksperimen. Dengan rancangan penelitian
One Group Pre Test PostTest. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling
Usia
usia 41 50 tahun paling banyak merasakan nyeri, didukung oleh teori
menurut Potter dan Perry (2010,hlm.224) yang menyebutkan bahwa usia
sangat mempengaruhi nyeri, terutama dewasa akhir.
Jenis kelamin
laki laki lebih banyak dari responden perempuan, hasil ini menunjukan
bahwa teori dari Gill (1990, dalam Potter & Perry, 2006, hlm. 1512) yang
mengungkapkan laki laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri
Pendidikan
di semua status pendidikan , mengalami nyeri . Menurut Potter dan Perry
(2006, hlm.1511) yang menyebutkan faktor faktor yang mempengaruhi
nyeri antara lain: usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri, perhatian,
ansietas, pengalaman masa lalu, pola koping, dukungan sosial keluarga.
*Sebelum teknik relaksasi ada kategori nyeri :
sedang (skor 4 6) : 17 orang ( 94,4% )
berat (skor 7-9) : 1 orang ( 5,6%)

*Sesudah teknik relaksasi ada kategori nyeri :


ringan (skor 1 3) : 4 orang ( 22,2%)
sedang (skor 4-6) : 14 orang ( 77,8% )
1. hasil statistik, nyeri pasien sebelum diberikan
teknik relaksasi nafas dalam 5,61

2. hasil statistik, nyeri pasien sesudah diberikan


teknik relaksasi nafas dalam 4,39

3.hasil uji analisis Wilcoxon menunjukan p value =


0,005 < 0,05. Maka terbukti ada perbedaan
intensitas nyeri yang dimiliki responden sebelum
dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam.

Kesimpulan, teknik relaksasi nafas dalam dapat


secara signifikan menurunkan intensitas nyeri pada
perawatan luka ulkus diabetik.
1.Bagi pelayanan kesehatan :
Rumah sakit lebih meningkatkan peran perawat dalam menggunakan
teknik relaksasi nafas dalam untuk menangani nyeri

2.Bagi institusi pendidikan :


Dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam mata ajar
medikal bedah untuk penerapan asuhan keperawatan pada pasien
nyeri.

3. Bagi penelitian selanjutnya:


Perlu dilakukan penelitian lagi mengenai usia, jenis kelamin, dan
pendidikan yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri di tahun
berikutnya.
Nyeri digambarkan sebagai sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan(InternationalAssociation for Study of Pain/IASP, 1997,
dalam Dinia, 2010, hlm.1).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002, hlm.234) teknik relaksasi nafas


dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal
ini perawat mengajarakan kepada klien bagaimana cara melakukan
nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan tingkatan nyeri, tehnik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.
TERIMAKASIH
SEMANGAT.?!

Anda mungkin juga menyukai