Anda di halaman 1dari 31

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi

yang menyerang parenkim paru-paru,


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis .
Penyakit ini juga dapat menyerang ke bagian
tubuh yang lain seperti meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe.
Mycobacterium tuberculosis merupakan
kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru/ berbagai organ tubuh lainnya yang
bertekanan parsial tinggi.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk
of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3
%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %,
berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk,
10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat
Etiologi
Etiologi
Umur
Pendidikan
Lama kontak keluarga dengan
penderitas TBC paru
Perilaku
Pengetahuan
Status ekonomi
Kepadatan hunian
Kebiasaan merokok
Klasifikasi
Tanda & gejala
PenyakitTBC
biasanya menular
melalui udara
yang tercemar
dengan bakteri
Mikobakterium
tuberkulosa yang
dilepaskan pada
saat penderita
TBC batuk
Cara pencegahan
TBC
Tidak meludah disembarang tempat.
Menutup mulut ketika ada orang bersin ntuk
menjaga terjadinya penularan penyakit.
Menjaga Kesehatan badan
Jangan terlalu sering begadang karena akan
melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
Sering berolahraga supaya tubuh kita selalu
sehat.
Melakukan imunisasi terhadap bayi
Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena
kuman TBC dapat mati apabila terkena dengan
Kasus
Bapak Budi (56 th) sejak 2 bulan yang lalu
didiagnosa terkena TBC dan diberi terapi
dengan 2HRZE/4H3R3. Dalam perjalanan
terapinya beliau mengalami kesemutan s/d
rasa terbakar di kaki. Karena merasa tidak
nyaman, pak Budi pun berhenti meminum
obat. Kesemutan yang dirasakannya pun
berangsur-angsur hilang tetapi batuknya
tak kunjung sembuh.
Pertanyaan:
Apakah yang menjadi penyebab pasien
Analisis kasus

Tujuan pengobatan TBC yaitu


menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Subjektif

Nama pasien : bapak Budi


umur pasien : 56 tahun
Dalam perjalanan terapi menggunakan
(2HRZE/4H3R3) beliau mengalami kesemutan
sampai dengan rasa terbakar di kaki.

Objektif

Tidak terdapat data objektif (hasil pemeriksaan lab.)


Assesment

Problem 1 : Dalam perjalanan terapi menggunakan


(2HRZE/4H3R3) beliau mengalami kesemutan
sampai dengan rasa terbakar di kaki.
Solusi : mengatasi kesemutan yang dirasakan oleh
pasien dengan pemberian obat yang tepat
sehingga terapi obat untuk TBC dapat dilanjutkan.
Problem 2 : pasien berhenti minum obat
karena merasa tidak nyaman terhadap efek
samping yang diberikan oleh INH
(kesemutan s/d rasa terbakar di kaki.
Solusi : karena pasien menghentikan minum
obat anti TBC (kategori 1) maka pasien diberi
pengobatan anti TBC kategori 2 yaitu untuk
pasien dengan pengobatan terputus.
Plan

Terapi farmakologi
Pasien diberikan pengobatan selama 3
bulan (tahap intensif), yang terdiri dari 2
bulan dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan
1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali
dalam seminggu.
Untuk mengatasi efek samping yang
diberikan oleh INH maka dapat diberikan
suplemen vitamin B6.
Terapi non farmakologi
Pengobatan tuberkulosis mengalami beberapa tahap yakni :
Health Resort Era
setiap pasien TBC harus dirawat di sanatorium (berudara segar, sinar
matahari yang cukup, suasana yang menyenangkan dan makanan yang
bergizi tinggi).
Bedrest Era
Pasien tidak perlu dirawat di sanatorium, tetapi cukup diberi istirahat
terhadap fisiknya saja. Disamping makanan yang bergizi tinggi. Usaha
pengobatan pada health resort and bedrest era, masih bersifat
pemberantasan terhadap gejala yang timbul.
Collapse Therapy Era
Disini paru yang sakit diistirahatkan dengan melakukan pneumonia
artifisial. Paru-paru yang sakit dibuang secara wedge resection, satu
lobus atau satu bagian paru.
Monitoring & evaluasi
Evaluasi klinis :
Pasien dievalusi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan .
Evaluasi respon pengobatan dan efek samping yang muncul serta komplikasi dari penyakit
Keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologi : (0-2-6/9 bulan pengobatan) dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
konversi dahak.
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan
Evaluasi radiologik (0-2-6/9bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan
dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
Pada akhir pengobatan.
Evaluasi efek samping secara klinik
Sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal, dan darah lengkap
Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah, serta asam
uratuntuk data dasar penyakit atau efek samping pengobatan.
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan).
Uji keseimbangan dan audiometri bila pasien mendapat streptomisin (bila ada keluhan).

Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut, yang paling
penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadinya efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis
dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Evaluasi keteraturan berobat (ketidakteraturan berobat menyebabkan resistensi).
Ktiteria sembuh :
BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama atau perbaikan.
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambahbiakan negatif.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievalusi minimal dalam 2 bulan
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievalusi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3, 6, 12
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh)
Thank you for your
nice attention

Love you full ^^ friends

Anda mungkin juga menyukai