Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM COMPOUNDING AND DISPENSING

SWAMEDIKASI

Kelas B (Kelompok 11)

Rahmatul Insyirah (1720343811)

Rambu Konda A. Praing (1720343812)

Profesi Apoteker

Universitas Setia Budi

Surakarta

2017

BAB I
OTITIS MEDIA

A. Definisi dan Klasifikasi


Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi
telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas
yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007).

Gambar 1. Skema pembagian otitis media


Gambar 2. Skema pembagian otitis media berdasarkan gejala

B. Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-
75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap
kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena
tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-
30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen
yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus,
dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang
dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus
(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan
telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

BAB II
STUDI KASUS SWAMEDIKASI

A. Kasus No. 11
Pasien bernama Nyonya Kinan berusia 45 tahun dengan keluhan nyeri telinga, keluar
cairan putih dari telinga kanan yang disertai dengan demam. Pasien mengatakan nyeri
bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus
menerus, skala nyeri 7, pasien mengatakan mempunyai kebiyasaan membersihkan telinga
menggunakan peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan tetes telinga.

B. Care Plan
1. Untuk mengatasi demam dan nyeri di telinga kanan Ny. Kinan diberikan obat
Ibuprofen tablet 400 mg.
2. Untuk mengatasi kemungkinan infeksi yang ditandai dengan demam dan keluarnya
nanah disarankan Ny. Kinan ke Dokter spesialis THT.

Kompisisi : tiap 1 tablet mengandung ibuprofen 400 mg


Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau
pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit kepala, gejala artritis
reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid,
menurunkan demam pada anak.
Peringatan
Tidak dianjurkan pada lansia, kehamilan, persalinan, menyusui, pasien
dengan perdarahan, ulkus, perforasi pada lambung, gangguan
pernafasan, gangguan fungsi jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan
fungsi hati, hipertensi tidak terkontrol, hiperlipidemia, diabetes melitus,
gagal jantung kongestif, penyakit jantung iskemik, penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri periferal, dehidrasi, meningitis aseptik.
Interaksi
AINS dan penghambat selektif COX-2: berpotensi menimbulkan efek
adiktif. Glikosida jantung: menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan
meningkatkan konsentrasi plasma glikosida jantung. Kortikosteroid:
meningkatkan risiko ulkus atau perdarahan lambung. Antikoagulan
(warfarin): meningkatkan efek dari antikoagulan. Antiplatelet dan
golongan SSRI (klopidogrel, tiklopidin): meningkat risiko perdarahan
lambung. Asetosal: meningkatkan risiko efek samping. Anti hipertensi:
menurunkan efek anti hipertensi. Diuretik: meningkatkan risiko
nefrotoksik. Litium: mempercepat eliminasi litium. Metotreksat:
mengurangi bersihan metotreksat. Siklosporin dan takrolimus:
meningkatkan risiko nefrotoksik. Zidovudin: meningkatkan risiko
gangguan hematologi. Kuinolon: meningkatkan risiko kejang.
Aminoglikosida: menurunkan eksresi aminoglikosida. Mifepriston: jangan
gunakan AINS selama 8 12 hari setelah terapi mifepriston karena dapat
mengurangi efek mifepriston. Ginkgo biloba: meningkatkan risiko
perdarahan.
Kontraindikasi
Kehamilan trimester akhir, pasien dengan ulkus peptikum (ulkus
duodenum dan lambung), hipersensitivitas, polip pada hidung,
angioedema, asma, rinitis, serta urtikaria ketika menggunakan asam
asetilsalisilat atau AINS lainnya.
Efek Samping
Umum: pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri
abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung,
ruam. Tidak umum: rinitis, ansietas, insomnia, somnolen, paraestesia,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, asma,
dispnea, ulkus mulut, perforasi lambung, ulkus lambung, gastritis,
hepatitis, gangguan fungsi hati, urtikaria, purpura, angioedema,
nefrotoksik, gagal ginjal. Jarang: meningitis aseptik, gangguan
hematologi, reaksi anafilaktik, depresi, kebingungan, neuritis optik,
neuropati optik, edema. Sangat jarang: pankreatitis, gagal hati, reaksi
kulit (eritema multiform, sindroma Stevens Johnson, nekrolisis epidermal
toksik), gagal jantung, infark miokard, hipertensi.

Dosis
Dewasa, dosis yang dianjurkan 200-250 mg 3-4 kali sehari. Anak 1-2
tahun, 50 mg 3-4 kali sehari. 3-7 tahun, 100-125 mg 3-4 kali sehari. 8-12
tahun, 200-250 mg 3-4 kali sehari. Tidak boleh dipergunakan pada anak
dengan berat badan kurang dari 7 kg. Sebaiknya diminum setelah
makan. Osteoartritis, artritis reumatoid. 1200 mg 1800 mg 3 kali
sehari. Eksaserbasi akut. Dosis maksimum 2400 mg/hari, jika kondisi
sudah stabil selanjutnya dosis dikurangi hingga maksimum 1800 mg/hari.

C. Dialog
Pada suatu sore yang cerah datanglah seorang ibu ke Apotek Mega Jaya dengan
keluhan nyeri pada telinga.
Apoteker : Selamat sore Ibu, perkenalkan saya Apoteker yang bertanggung jawab di
apotek ini
Pasien : Sore mbak......
Apotekerr : Boleh saya tahu nama Ibu ?
Pasien : Oh... boleh mbak, nama saya Ibu Kinan.
Apoteker : Baik Ibu kinan, ada yang bisa saya bantu ?
Pasien : Gini mbak, saya merasa demam dan telinga kanan saya terasa nyeri serta
mengeluarkan nanah.
Apoteker : Apakah Ibu bisa menjelaskan lebih detail bagaimana rasa nyeri telinga yang
Ibu rasakan ?
Pasien : Rasanya sakit sekali mbak, kalau saya bergerak nyerinya semakin
bertambah. Selain itu dalam telinga terasa seperti diremas-remas.
Apoteker : Sejak kapan Ibu merasakan nyeri pada telinga kanan Ibu ?
Pasien : Nyerinya mulai timbul sejak beberapa minggu yang lalu, mbak.
Apoteker : Kalau boleh saya tahu, bagaimana biasanya cara Ibu membersihkan
telinga ?
Pasien : Saya biasanya membersihkan telinga tidak menggunakan cotton bud tapi
memakai peniti karena lebih praktis, mbak.
Apoteker : Menggunakan peniti memang lebih praktis Ibu, tapi dapat menyebabkan
telinga bagian dalam mengalami infeksi. Alangkah lebih baiknya Ibu
membersihkan telinga dengan cara miringkan kepala, lalu diteteskan 2-5 tetes
minyak zaitun atau baby oil ke dalam telinga. Kemudian pijat sekitar telinga,
tunggu beberapa saat sampai kotoran keluar dengan sendirinya lalu bersihkan
menggunakan kapas.
Pasien : Oh...... (sambil menganggukkan kepala) jadi cara yang benar seperti itu ya
mbak. Lain kali saya akan membersihkan telinga seperti yang mbak sarankan.
Apoteker : Iya Ibu, benar sekali. Selain itu, apakah Ibu pernah menggunakan obat untuk
mengatasi nyeri tersebut ?
Pasien : Iya mbak, setiap telinga kanan saya terasa nyeri maka saya akan
menggunakan obat tetes telinga.
Apoteker : Kalau boleh saya tahu, apa nama obat tetes telinga yang Ibu gunakan ?
Pasien : Aduh namanya saya lupa mbak.
Apoteker : Baik Ibu, harap ditunggu sebentar saya ambilkan obatnya.
Pasien : iya mbak, saya tunggu.
(Apoteker masuk ke dalam untuk mengambil obat)
Apoteker : (sambil menyerahkan obat) Ibu ini ada obat Ibuprofen yang berguna untuk
mengatasi demam dan rasa nyeri pada telinga yang ibu alami. Cara minumnya
3 kali sehari satu tablet setelah makan.
Pasien : Obatnya cuma satu saja ya mbak ? kan telinga kanan saya bernanah, apakah
obat ini dapat mengatasi nanahnya juga ?
Apoteker : Tidak Ibu, obat ini hanya untuk mengatasi demam dan nyeri yang ibu
rasakan. Sedangkan nanah tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya
infeksi jadi saya sarankan ibu untuk melakukan pemeriksaan ke Dokter
Spesialis THT.
Pasien : Dokter THT itu apa ya mbak ?
Apoteker : Dokter spesialis THT adalah dokter ahli yang menangani berbagai penyakit
pada bagian telinga, hidung dan tenggorokan, Ibu.
Pasien : Kalau saya ke dokter umum bisa ndak mbak ?
Apoteker : Mohon maaf Ibu, sebenarnya bisa ke Dokter umum tapi saya lebih
menyarankan untuk periksa ke Dokter spesialis THT karena dokter tersebut
khusus menangani penyakit pada telinga dan juga alat pemeriksaan lebih
lengkap dibandingkan dokter umum sehingga nanah di telinga ibu bisa
dibersihkan dengan baik menggunakan alat khusus. Selain itu, Ibu akan
mendapatkan resep dari dokter untuk mengatasi kemungkinan infeksi di
telinga kanan ibu.
Pasien : Baik mbak, besok saya akan ke Dokter spesialis THT.
Apoteker : Iya bu, harus segera ke Dokter Spesialis THT untuk mengatasi kemungkinan
infeksi pada telinga kanan ibu.
Pasien : Baik mbak, saya akan segera ke Dokter. Terima kasih mbak untuk
sarannya.
Apoteker : Terima kasih kembali Ibu, semoga lekas sembuh ya bu.
Pasien : Iya mbak (tersenyum dan pergi meninggalkan Apotek).
DAFTAR PUSTAKA

Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear. In: Lee, K.J., ed.
Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc., 462-511.
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E.A.,
Iskandar, N., Bashirrudin, J., Restuti, R.D., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, halaman 64-
77.
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

Anda mungkin juga menyukai