Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SWAMEDIKASI

Wasir

Kelas B

Rambu Konda Anggung Praing (1720343812)


Rani Widyastuti (1720343813)
Resawati Permata (1720343814)
Retno Asih (1720343815)
Ricilianie (1720343816)
Riris Wahyuningsih (1720343817)

Profesi Apoteker
Universitas Setia Budi
Surakarta
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid,
dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien, merupakan penyakit yang
sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu (Sjamsuhidajat 2005; Ulima 2012;
Nugroho 2014). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain:
aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan,
anatomi, dan usia. Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun (Mubarak 2010).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis. Secara kasar hemoroid biasanya dibagi dalam 2 jenis, hemoroid interna dan
hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan
media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah luar otot sfingter
ani, dan hemoroid eksterna timbul di sebelah dalam sfingter. Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kedua jenis
hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik pria
maupun wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Hal tersebut terjadi karena orang lanjut
usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan pada pleksus
hemoroidalis karena proses mengejan (Djumhana 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tentang penyakit hemorrhoid ?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi penyakit hemorrhoid ?
3. Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan penyakit hemorrhoid ?
4. Apa saja obat-obat hemorrhoid yang boleh diberikan tanpa resep dokter ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian penyakit hemorrhoid
2. Menjelaskan tentang etiologi dan patofisiologi penyakit hemorrhoid
3. Menjelaskan cara pencegahan dan pengobatan penyakit hemorrhoid
4. Menjelaskan tentang contoh kasus yang terjadi di masyarakat
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi
Hemoroid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan merupakan
suatu keadaan yang patologis, namun bila sudah mulai menimbulkan keluhan harus
segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Hemoroid berasal dari kata ''haima'' dan
''rheo'', yang dalam medis berarti pelebaran pembuluh darah Hemoroid disebabkan oleh
obstipasi yang menahun dan uterus gravidus. Selain itu terjadi bendungan sentral seperti
bendungan susunan portal pada cirrhosis hati, herediter atau penyakit jantung kongestif,
pembesaran prostat, atau tumor rectum (Murbawani 2006).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus dari
pleksus hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu hemoroid eksterna berupa
pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea dentate sedangkan hemoroid interna
berupa pelebaran vena submukosa di atas linea dentate (Marcellus 2006).
a. Hemorrhoid Interna
Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar terdapat
peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan terjadi
pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna
disebut dengan hemorrhoid interna (Isselbacher, dkk, 2000). Hemorrhoid interna jika
varises yang terletak pada submukosa terjadi proksimal terhadap otot sphincter anus.
Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu
kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat
diantara ketiga letak primer tersebut (Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid interna
letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh lapisan epitel dari mukosa, yang
merupakan benjolan vena hemorrhoidalis interna. Pada penderita dalam posisi litotomi
terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles disebut: three primary
haemorrhoidalis areas (Bagian Bedah F.K. UI, 1994).
Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna.
Trombosis akut pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak
menyenangkan. Pasien mengalami nyeri mendadak yang parah, yang diikuti penonjolan
area trombosis (David C, 1994).
Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat empat tingkat hemorrhoid interna, yaitu
Tingkat I : Perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan
dari benjolan hemorrhoid.
Tingkat II : Perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi
prolaps hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.
Tingkat III : Perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps
hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV : Hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi.
(Bagian Bedah F.K.U.I, 1994).
b. Hemorrhoid Eksterna
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka disebut
hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi
oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan karena
dilatasi vena hemorrhoidalis.
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai :
1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.
2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.
3. Bentuk skin tags.
Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan,
tapi dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri
pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti
infeksi, abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna yang
prolaps dan terjepit, terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan
penderita skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi.
Hemorrhoid eksterna trombotik disebabkan oleh pecahnya venula anal. Lebih
tepat disebut hematom perianal. Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak,
yang dijumpai pada salah satu sisi muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa, seperti
hematom, akan mengalami resolusi menurut waktu (Dudley, 1992 ).
Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat dijumpai
timbul pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di
dalam pleksus hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis analis atau
keduanya. Trombosis analis eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering
terlihat pada pasien yang tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak
diketahui, mungkin karena tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan
berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena. Pasien memperlihatkan
pembengkakan akuta pada pinggir anus yang sangat nyeri (David, C, 1994).
1.1 Klasifikasi Derajat Hemoroid
Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).
Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali
1.2 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya hemoroid antara lain (Smeltzer dan Bare, 2002; Mansjoer, 2008;
Bagian Bedah FK UI,1995) :
 Faktor predisposisi
1. Herediter atau keturunan. Dalam hal ini yang menjadi factor keturunan adalah
dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis, dan bukan hemoroidnya.
2. Anatomi. Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga darah
mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
3. Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat. Pekerjaan seperti orang yang
harus berdiri dan duduk lama atau mengangkat beban terlalu berat mempunyai
predisposisi untuk hemoroid
4. Psikis
 Faktor Presipitasi
1. Mekanis. Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya peningkatan tekanan
dalam rongga perut. Misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi, dan
mengedan pada waktu defekasi.
2. Fisiologis. Bendungan pada peredaran darah portal misalnya pada penderita sirosis
hepatis.
3. Radang. Adalah faktor penting yang menyebabkan fitalitas jaringan di daerah itu
berkurang
4. Kehamilan. Pada wanita hamil, janin pada uterus serta perubahan hormonal
menyebabkan pembuluh darah hemoroidalis meregang. Semua vena dapat
diperparah saat terjadinya tekanan selama persalinan. Hemoroid pada wanita
hamil hanya merupakan komplikasi yang bersifat sementara (Pearl, 2004).
5. Umur. Pada usia tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis
1.3 Tanda dan Gejala
Sedangkan tanda dan gejala menurut Lumenta (2006) pasien hemoroid dapat
mengeluh hal-hal seperti berikut :
1. Perdarahan. Keluhan yang sering dan timbul pertama kali yakni : darah segar
menetes setelah buang air besar (BAB), biasanya tanpa disertai nyeri dan gatal di
anus. Pendarahan dapat juga timbul di luar waktu BAB, misalnya pada orang tua.
Perdarahan ini berwarna merah segar.
2. Benjolan. Benjolan terjadi pada anus yang dapat menciut/ tereduksi secara spontan
atau manual yang merupakan ciri khas atau karakteristik hemoroid.
3. Nyeri dan rasa tidak nyaman. Dirasakan bila timbul komplikasi thrombosis
(sumbatan komponen darah di bawah anus), benjolan keluar anus, polip rectum,
skin tag.
4. Basah, gatal dan hygiene yang kurang di anus. Akibat pengeluaran cairan dari
selaput lendir anus disertai perdarahan merupakan tanda hemoroid interna, yang
sering mengotori pakaian dalam bahkan dapat menyebabkan pembengkakan kulit.
1.4 Gambaran Hemorrhoid Secara Makroskopik dan Mikroskopik
Secara Makroskopik
Hemorrhoid terdiri dari pembuluh vena yang melebar dantipis yang menonjol di
bawah mukosa anus dan rectum. Dalam keadaan yang tidak terlindungi, maka mudah
terkena trauma dan mungkin mengalami trombosis. (Robbins, 1995).
Hemorrhoid Interna
Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri
lateral ( Sjamsuhidajat, 1998 ).

(www. health yahoo. com, 2006) (www. thesahara. net, 2006)


a. Hemorrhoid Eksterna

(www. photo bucket. com, 2006) (www. bizimhastanemis. com, 2006)


Secara Mikroskopik
Hemorrhoid secara mikroskopik tampak dinding vena yang menipis terisi thrombus
yang kadang-kadang telah menunjukkan tanda-tanda organisasi seperti rekanalisasi
( Patologi, F.K.UI, 1999).
Trombosis Hemorrhoid

2. Etiologi dan Patofisiologi


2.1 Etiologi Hemorroid
Etiologi penyakit hemoroid antara lain mengejan terlalu keras pada waktu
defekasi, kontipasi atau diare kronik, posisi tubuh misalnya duduk dalam waktu yang
lama, penggunaan closet duduk/jongkok yang tidak tepat, penyakit yang meningkatkaan
tekanan intra abdomen (tumor usus, tumor abdomen), hubungan seks peranal, kurang
minum air, kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah), kurangnya
olahraga/mobilisasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2004; Reeves, 2001; Sudoyo, 2006).
2.2 Patofisologi Hemorroid

Konstipasi, mengejan, kehamilan, tumor Penyakit hati kronik


rektum, pembesaran prostat, fibroid arteri
Hipertensi portal

Peningkatan tekanan intraabdomen Vena hemoroidalis superior


mengalihkan darah ke dalam sistem
portal
Gangguan sfingter anal
Distensi terus-menerus Mudah terjadi aliran balik

Gangguan vena rektum dan dan Tekanan intraabdomen


vena haemoroidalis

Kongesti vena Vena prolaps

Hemoroid

Menurut Price (2000) dan Smeltzer (2002), patofisiologi hemoroid adalah akibat
dari kongesti vena (keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan pada pembuluh
darah vena) yang disebabkan oleh gangguan vena rektum dan vena haemoroidalis.
Hemoroid timbul karena pelebaran (dilatasi), pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor penyebab dan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Faktor penyebab antara lain konstipasi, sering mengejan, kehamilan,
pembesaran prostat, tumor rektum dan fibroid arteri.
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena
vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun bila
distensi terjadi terus menerus akan timbul gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran
pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya gangguan sfingter
anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat.
Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena adalah
peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan
vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah
anorektal. Peningkatan tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari
otot disekitarnya sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan yang berulang antara lain adalah konstipasi, kehamilan dan
hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi trombus atau
terjadi perdarahan.
Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan
vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran
balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong
vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolaps dan menjadi haemoroid.
Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid karena vena haemoroidalis superior mengalirkan darah ke
dalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran
balik. Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena
portal hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran
pembuluh darah vena di daerah anus (Underwood, 1999).
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan
portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006)
3. Pencegahan dan Penatalaksanaan Terapi
3.1 Pencegahan Hemorroid
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hemorrhoid dengan minum yang cukup, makan cukup sayuran, dan buah-
buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras. Kebiasaan malas minum, tidak hanya
akan membuat hemorrhoid, ginjal juga lama kelamaan akan dapat terganggu oleh
karena kurangnya cairan dalam tubuh. Usahakan minum yang cukup, imbangi dengan
olah raga, sehingga perut tidak mual saat minum air putih. Makan makanan yang banyak
mengandung serat, seperti buah dan sayuran. Makanan yang banyak mengandung serat
juga akan memberikan manfaat mengurangi penyerapan lemak sehingga kolesterol
menjadi aman (Gotera, 2006). Banyak melakukan olah raga, seperti jalan kaki, tidak
duduk terlalu lama dan tidak berdiri terlalu lama (Merdikoputro, 2006). Menurut
Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008), penatalaksanaan medis
hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis. Penatalaksanaan
medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua
derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi.
Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan
eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak ada respon terhadap pengobatan medis.
3.2 Terapi Non Farmakologi
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang
selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut
bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal
pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan
untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan
mengejan lebih banyak karena mengejan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena
hemoroid (Sudoyo, 2006).
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi
serat yang mengandung buah dan sayur mungkin satu-satunya tindakan yang diperlukan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
3.3 Terapi Farmakologi
Obat-obat farmakologis yang digunakan untuk hemorrhoid dibagi menjadi 4, yaitu
1. Memperbaiki defekasi. Obat yang memperbaiki defekasi yaitu suplemen serat
(fiber suplement) dan pelican tinja (laksan atau pencahar) seperti Bisakodil,
Dulcolax, Bicolax, Laxacod, Laxamex, Stolax), Microlax, Laxarec, Laxadine.
2. Meredakan keluhan subyektif (obat simtomatik) yang bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena
kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur
pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptik lemah. Sediaan
pengurang keluhan yang ada di pasaran dalam suppositoria antara lain
Anusol, Boraginol N, Boraginol S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus antara
lain Ultraproct, Anusol HC. Sediaan bentuk suppositoria digunakan untuk
hemoroid interna, sedangkan sediaan salep digunakan untuk hemoroid
eksterna (Sudoyo, 2006).
3. Menghentikan perdarahan. Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding
anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan
untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin
(10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium”
(Sudoyo, 2006).
4. Menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala. Obat penyembuh dan
pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg
menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada
hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid
(Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada
pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat
hemoroid pada akhir pengobatan disbanding sebelum pengobatan secara
bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan
dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
 Hemoroid internal derajat II berulang
 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus
 Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu :
1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5
%, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah
edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolaps jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007).
Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini
murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan
yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Rubber band ligation merupakan prosedur dengan
mengikat pembuluh darah sekitar wasir dengan sebuah karet sehingga memotong
aliran darah ke daerah wasir. Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.

3. Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui


efek panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan hemoroid
terkoagulasi. Untuk mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan
jaringan sekitar yang sehat, maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu
diukur akurat. Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2. Teknik ini singkat dan
dengan komplikasi yang minimal.
Termokoagulasi dengan inframerah merupakan prosedur non bedah yang cepat,
dapat ditoleransi dan bebas komplikasi. Prosedur ini dilakukan dengan
memasukkan sebuah alat ke dalam anus atau diatas hemorrhoid. Alat tersebut akan
menembakkan sinar-sinar inframerah ke arah hemorrhoid.
4. Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja
mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.
5. Bipolar Diathermy. Prosedur bipolar coagulation (BICAP) diterapkan untuk
memberikan efek koagulasi pada membrane mukosa didaerah sekitar hemorrhoid
(American Society for Gastrointestinal Endoscopy, 2014). BICAP efektif untuk
pengobatan hemoroid internal dan biasanya digunakan pada hemoroid internal
derajat rendah.

6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan


dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid
tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini
diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan.
Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid
(American Gastroenterological Association, 2004).
8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri pasca operasi selain itu teknik
ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).
Contoh Kasus
KASUS I
Seorang pasien datang ke Apotek Setia Budi mengeluhkan rasa nyeri ketika duduk dan
saat BAB, ketika pasien coba meraba bagian dalam rektum ditemukan adanya benjolan
dan pasien biasa mengedan saat BAB karena sering konstipasi. Kebiasaan pasien tiap hari
yaitu jarang makan makanan berserat dan tidak suka minum banyak air putih, selain itu
pasien suka minum minuman bersoda.
Penyelesaian Kasus
 Terapi Farmakologi
Ambeven Kapsul
 Indikasi : pereda wasir
 Kontra Indikasi : hampir tidak ada
 Cara Pemakaian : 3 x sehari 2 kapsul dengan air secukupnya.
 Penyimpanan : simpan di tempat sejuk dan kering
 Komposisi (setiap kapsul mengandung) :
Graptopyllum pictum – folia...................30%
Sophora japonica – flos..........................15%
Rubia cordifolia – radix .........................15%
Coleus artropurpureus – folia..................10%
Sanguisorba officinalis – radix................10%
Kaempferia angustifolia – rhizoma..........10%
Curcuma heyneana – rhizoma.................10%
 Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan berserat seperti sayuran hijau dan buah-buahan.
2. Hindari makanan pedas.
3. Duduk menggunakan wind ring
4. Banyak minum air putih
5. Tidak mengedan saat BAB

KASUS II
Seorang bapak datang ke Apotek Setia Budi mengeluhkan saat BAB keluar darah segar
dalam jumlah sedikit, saat diraba pada daerah rectum/anus terdapat benjolan. Bapak
tersebut juga mengeluhkan sering mengejan pada saat BAB dikarenakan fesesnya keras.
Penyelesaian Kasus
 Terapi Farmakologi
Ultraproct cream
 Indikasi : Hemoroid, proktitis,fissura anal superfisial,eksim pada dubur
perawatan sebelum dan sesudah operasi.
 Kontraindikasi : Proses-proses tuberkulosis atau sifilis di daerah yang akan
diobati; penyakit-penyakit virus (misalnya vaksinia, cacar air).
 Penggunaan : dioleskan 3-4 kali sehari pada daerah dubur harus dibersihkan
dulu sebelum memakai Ultraproct cream ini dan sebaiknya dipakai setelah
buang air besar. Creamnya dioleskan tiga kali sehari pada hari-hari pertama
pengobatan. Setelah kondisi membaik, pemakaian cukup dilakukan satu kali
sehari.Oleskan sedikit krim (kira-kira sebesar kacang) di sekeliling dubur dan
pada liang dubur dengan jari. Gumpalan wasir yang menonjol harus diolesi
krim dengan tebal dan ditekan secara berhati-hati dengan jari.
 Penyimpanan : simpan di tempat sejuk dan kering dijauhkan dari sinar matahari
 Komposisi : Fluokortolon Pivalat + Lidokain Hidroklorida
Venaron capsul
 Indikasi : Varises, hemoroid (wasir)
 Penggunaan : diminum 3 kali sehari 1 kapsul dengan segelas air putih
 Penyimpanan : simpan di tempat sejuk dan kering dijauhkan dari sinar matahari
 Komposisi : Rutosidum 300 mg.
 Terapi Non-Farmakologi
1. Olahraga teratur
2. Makan-makanan yang berserat
3. Duduk menggunakan wind ring
4. Jangan menahan kencing dan buang air besar
5. Jangan mengejan/mengeden yang berlebihan pada saat buang air besar
6. Jangan makan-makanan yang asem atau sepat.

DAFTAR PUSTAKA

Acheson A.G., Schofield J.H., 2008. Management of Haemorrhoids. British Medical


Journal.
American Gastroenterological Association. 2004. American Gastroenterological
Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of Hemorrhoids.
American Gastroenterological Association Clinical Practice Comitee.

Anonim. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 12 2012/2013. Penerbit Asli
(MIMS Pharmacy Guide). Jakarta

Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta

Djumhana. 2010. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung

Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran dan
Farmasi. Jakarta. Available from: http://www.majalah-farmacia.com

Halverson, A., 2007. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal surgery

Isselbacher,dkk., 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 Edisi 13. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal Disease : A
Comprehensive Review. J. American College of Surgeons

Lumenta, Nico A., 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya : Manajemen
Hidup Sehat. Gramedia. Jakarta

Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Medica Aesculpalus FKUI.
Jakarta.

Mansjoer, dkk., 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2 Cetakan Keenam.
Medica Aesculpalus FKUI. Jakarta.

Marcellus SK. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.

Potter, & Perry, A. G., 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik Edisi 4, Volume 2. Penerbit EGC. Jakarta
Price, S.A., 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Peter.
Penerbit EGC. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Reeves, C ,dkk., 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8, Volume 1,2. Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk.,
Penerbit EGC, Jakarta.
Sudoyo, A.W., 2006 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI. Jakarta

Thomas. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Kanisius. Yogyakarta.

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 2 Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta http://www.farmasi-id.com

Anda mungkin juga menyukai