Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

Y DENGAN
HEMOROID DI RUANG NGURAH RAI RSAD

Disusun Oleh : I PUTU SATYA GUNAWAN


Nim : C2219127
Stase : KDP

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID

1. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat
umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan deketahui mengawali atau
memperberat adanya hemoroid. Hemoroid diksifikasikan menjasi 2 tipe. Hemoroid
internal, yaitu hemoroid yang terjadi diatas sfingter anal sedangkan yang muncul di
luar sfingter anal disebut hemoroid external.
B. Anatomi fisiologi
Hemoroid atau “wasir” merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi
2 jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises
vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan
varises varises vena hemoroidalis inferior.
Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah luar otot
sfingter ani, dan hemoroid eksterna timbul di sebelah dalam sfingter. Hemoroid
timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis.
C. Epidemiologi
Kurang lebih 70 persen manusia dewasa mempunyai wasir ( hemorhoid ), baik wasir
dalam, wasir luar maupun keduanya. Namun tidak semua penderita wasir ini
memerlukan pengobatan. Hanya sebagian kecil saja yang memerlukan pertolongan
medis, yakni mereka yang mengeluhkan pendarahan, adanya tonjolan dangatal-gatal.
”Penyebab wasir sebenarnya sederhana, yakni saat susah buang air dipaksakan
mengeluarkan kotoran. Penyebab susah buang air ini adalah kurang minum, kurang
makan serat, kurang olah raga atau banyak duduk dan mengangkat yang berat-berat.
D. Penyebab
 Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
 Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
 Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis
 Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang
berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
 Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering
mengejan pada waktu defekasi.
 Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena
ada sekresi hormone relaksin.
 Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita
sirosis hepatis.
E. Patofisiologi
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena
vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban, namun
bila distensi terjadi terus menerus akan timbul gangguan.
Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena adalah
peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan
vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah
anorektal. Elevasi tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari
otot disekitarnya sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat
menyebabkan terjadinya elevasi yang berulang antara lain adalah obstipasi /
konstipasi, kehamilan dan hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps,
berkembang menjadi trombus atau terjadi  perdarahan.
Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum
terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun
berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan
edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan
nekrosis.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis.(patofis). Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke
dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah
terjadi aliran balik
F. Patway
Terlampir
G. Klasifikasi
Hemoroid dibagi menjadi 2 tipe :
o Hemoroid eksterna
Merupakan wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge,
yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar
tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri.
Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang
ditimbulkan adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis
(penggumpalan darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang mengalami
kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan
menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat.
Hemoroid Eksterna diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
 Akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus (hematoma)ànyeri
dan gatal
 Kronik : satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah
o Hemoroid interna
Merupakan wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini
tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini.
Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi
bersifat menetes. Jika wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi
prolapsed and strangulated hemorrhoids.
o Prolapsed hemorrhoid  adalah wasir yang keluar dari rektum.
o Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed
hemorrhoid karena otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan
terperangkapnya wasir dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya
akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri sekali.
Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :
o Grade I       : wasir tidak keluar dari rektum
o Grade II     : wasir prolaps (keluar dari rektum) pada saat
mengedan, namun dapat masuk kembali secara spontan
o Grade III    : wasir prolaps saat mengedan, namun tidak dapat
masuk kembali secara spontan, harus secara manual (didorong
kembali dengan tangan)
Grade IV   : wasir mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali
(Syaiffudin, 2006)
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) Tetap Tidak
dapat

H. Gejala Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksterna dihubungkan
dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan
iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu
menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes. Hemoroid yang
membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan
prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan
disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali
ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya
mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang
mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal
yang dikenal sebagai pruritus ani dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan mukus. Gejala hemoroid eksternal adalah nyeri jika
terjadi trombosis akut dari vena hemoroidalis eksterna yang bisa terjadi pada
keadaan tertentu, seperti saat melakukan aktivitas fisik, mengedan saat konstipasi,
diare, dan perubahan diet. (Smeltzer, 2002: 1139-1140)
I. Pemeriksaan fisik
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan
menempel pada tempat tidur.
Insfeksi
1. Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
2. Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
3. Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
4. Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).

Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan
melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada
benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.
J. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Anuskopi
Pemeriksaan dengan anuskopi diperlukan untuk melihat hemorroid interna yang tidak
menonjol keluar. Anuskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati ke
empatkuadran. Hemorroid interna terlihat sebagai susunan vaskuler yang menonjol ke
dalam lumen.Apabila penderita diminta mengedan sedikit maka ukuran
hemorroid akanmembesar dan penonjolan/ prolaps akan lebih nyata.
 Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan
bukandisebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat lebih tinggi.
 Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalam nya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. apabila hemoroid sering polaps, selaput
lendir akan menebal. trpmbosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar
yang lebar. pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum
 Pemeriksaan Feses
Feses juga harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
 Untuk pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan :
 Pemeriksaan Darah
 Pemeriksaan Urin
(Syaiffudin, 2006)
K. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui inspeksi, pemeriksaan digital, dan
pemeriksaan protoskopi atau anaskopi. Petugas kesehatan perlu menyingkirkan
kemungkinan karsinoma apabila hemoroid dan perdarahan terjadi pada penderita usia
pertengahan dan usia.
L. Penatalaksanaan
Terapi non bedah
 Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.
Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali
efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh
karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan
tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk
dengan dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
 Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri.
Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat,
dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan.Terapi suntikan bahan
sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk
hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau
prolaps.
 Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks
hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan
dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.
 Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan
dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan
anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat
pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui
sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara
luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
 Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak
mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid
mengempis dan akhirnya nekrosis.
 Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan
photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada
jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang
sedang mengalami perdarahan.
 Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari baterai
kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.
 Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu menimbulkan
nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai
penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi
dengan diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi
elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan.
Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.
Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan
perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya
yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan
kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena
telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.( 4,6 )
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional
(menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser sebagai alat pemotong) dan
bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
 Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan
melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi
elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0.
Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan
jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya
mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder
yang biasa menimbulkan stenosis.
 Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya
alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan
terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan
nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di
anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan
terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka
akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi
satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi,
dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi
direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan mengering.
Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
 Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH)
atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993
oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga
sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun
1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini
seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus.
Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan
hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol
keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps
jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena
jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak
perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian
alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang
dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus
untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid
yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada
ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis.
Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut
terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu
fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di
luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih
lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.( 3,7,8 )
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
Tindakan pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis
Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan trombosis
vena oroid eksterna ang terletak subkutan di daerah kanalis analis.
Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya ketika
mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengejan, atau partus. Vena lebar yang
menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi trombosis. Kelainan yang nyeri
sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya
hemoroid interna Kadang terdapat lebih dari satu trombus.
Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis yang nyeri
sekali, tegang dan berwarna kebiru-biruan, berukuran dari beberapa milimeter sampai
satu atau dua sentimeter garis tengahnya. Benjolan itu dapat unilobular, dan dapat
pula multilokuler atau beberapa benjolan. Ruptur dapat terjadi pada dinding vena,
meskipun biasanya tidak lengkap, sehingga masih terdapat lapisan tipis adventitiia
menutupi darah yang membeku.
Pada awal timbulnya trombosis, erasa sangat nyeri, kemudian nyeri berkurang dalam
waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan berkurangnya udem akut. Ruptur
spontan dapat terjadi diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat pula terjadi
tanpa terapi setelah dua sampai empat hari.
M. Komplikasi
Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah
pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka
darah dapat sangat banyak.
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat
menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi
jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan
keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme
adaptasi.
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan
mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan
kematian.

2. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Subyektif
1. Batasan karakteristik
1) Pola makan dan minum
a.  Kebiasaan
b. Keadaan saat ini
2) Riwayat kehamilan
Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan hemorrhoid
berkembang cepat
3) Riwayat penyakit hati
Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar.
4) Gejala / keluhan yang berhubungan
a.  Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus
b. Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes)
c.  Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-faktor yang
menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau obat-
obatan yang sudah digunakan)
d. Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus
B.Obyektif
1. Batasan karakteristik
1) Pemeriksaaan daerah anus
a.  Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat dilihat
dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan apakah ada tanda trombus
juga amati apakah ada lesi.
b. Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)
2) Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :
3) Warna kulit
4) Warna konjungtiva
5) Waktu pengisian kembali kapiler
6) Pemeriksaan Hb
2. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area
rectal yang ditandai dengan klien melaporkan nyeri dan wajah tampak
meringis menahan nyeri.
 Ansietas berhungan dengan prosedur pembedahan yang akan dilakukan yang
ditandai dengan klien mengatakan takut menghadapi proses pembedahan.
 Konstipasi berhubungan dengan pengebaian dorongan untuk defekasi akibat
nyeri saat eleminasi yang ditandai dengan klien melaporkan tidak bisa BAB
 Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi tentang penyakit
 Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman yang diakibatkan luka
terbuka pada daerah rectal
 PK: Perdarahan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Terlampir
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
 Mendapat pola eleminasi normal
 Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu
tidur.
 Berespons terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk
duduk di toilet dan mencoba untuk defekasi
 Menggunakan teknik relaksasi sesuai kebutuhan
 Menambahkan makanan tinggi serat pada diet
 Meningkatkan masukan cairan 2 L/ 24 jam
 Melaporkan feses lunak dan berbentuk.
 Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen
 Mengalami sedikit ansietas
 Nyeri berkurang
 Mengubah posisi tubuh dan aktivitas untuk meminimalkan nyeri dan
ketidaknyamanan
 Menerapkan kompres dingin/hangat pada area rectal/anal
 Melakukan rendam duduk 4 kali sehari
 Bebas dari masalah perdarahan
 Insisi bersih
 Menunjukan tanda vital normal
 Menunjukan tidak ada tanda hemoragi

Daftar Pustaka
 Hemorid, di akses di: http://medlinux.blogspot.com/2009/02/hemoroid.html
 Askep Hemoroid, diakses di:
http://nersferdinanskeperawatan.wordpress.com/2010/05/19/asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan-hemorrhoid/
 Syaifuddin, H. 2006. Anatomi Fisiologi: Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
EGC: Jakarta
 Buzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth
Edition, USA : Mosby Elsevier
 Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA :
Mosby Elsevier
 T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai