Anda di halaman 1dari 10

1. Gambar struktur anatomi telinga ?

2. Manifestasi klinis,prognosis,epidemiologi,aspek social dan DD oma ?


- Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien, pada usia anak –
anak umumnya keluhan berupa:
1. Rasa nyeri di telinga dan demam.
2. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
3. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran
dan telinga terasa penih.
4. Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan
sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit (Rosenfeld RM,
2002).

- Prognosis
Prognosis pada otitis media akut adalah baik jika ditangani dengan tindakan yang sesuai
berdasarkan stadiumnya dan biasanya sembuh dengan sendirinya. Kesimpulan Anak
berusia 2 tahun dengan keluhan demam sejak 3 hari lalu, tidak mahu makan dan hidung
mengeluarkan ingus encer serta sakit telinga kanan adalah disebabkan Otitis Media Akut
Telinga Dextra.

- Diagnosis Banding
a. Otitis media serosa akut
b. Otitis eksterna

(Efiaty, Nurbaiti, Janny, Ratna. Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga. Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. FKUI. Jakarta. 6 th
Edition. 2010: 1-9. 2.)

- Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus
atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis
media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga
merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali /
tidak pernah terjadi resolusi spontan.
- Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan
gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah
kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga
tengah yang terus menerus ( hilang timbul ) dan gangguan kedua adalah kehilangan
fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.

3. Farmakologi yang dapat di berikan pada kasus scenario ?


- Antibiotik sprektum luas :
Amoxicillin 40 mg/kg BB 3x1
Ampicillin 50-100mg/kgBB 4x1
Eritromisin 30-50 mg/kgBB 4x1
Cefadroxil 25-50 mg/kgBB 2x1
Celfixime 8mg/kgBB 2x1
Obat simptomatik : antipiretik, analgesik, untuk mengurangi nyeri
Kortikosteroid : mengurangi peradangan
Jika ada ISPA diberikan dekongestan untuk membuka tuba eustachius yg tersumbat
Pada stadium perforasi : obat cuci telinga H202 3% selama 3-5 hari serta antibioyika
yg adekuat.

4. Factor-faktor yang dapat mempengaruhi microbial flora normal di telinga ?


- Flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh manusia yang kontak
langsung dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus, saluran urogenital,
mata, dan telinga . Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
- Flora liang telinga luar sama dengan flora kulit, sementara liang telinga tengah dan
liang telingah dalam biasanya steril

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran flora normal pada tubuh manusia adalah :
1.nutrisi
2.kebersihan seseorang (berapa seringnya dibersihkan)
3.kondisi hidup
4.penerapan prinsip-prinsip kesehatan

5. Prinsip pemberian antibiotic tetes pada kasus telinga ?


- Antibiotik
1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
3. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam
48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan. American Academy of
Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera
diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan


< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – 2 Antibiotik Antibiotik jika gejala berat;


th observasi jika gejala ringan

2 thn Antibiotik jika gejala observasi


berat; observasi jika
gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang, berat atau
demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan –
dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di
atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat
terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.Jika diputuskan untuk
memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin.
1. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan
pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat
badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
2. Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
3. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.
4. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal
serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil
kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
5. Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
6. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain
atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan
pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

Analgesia/pereda nyeri
1. Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).
2. Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol
atau ibuprofen.
3. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa
anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti
muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna (McCaig
LF,1989).

(Efiaty, Nurbaiti, Janny, Ratna. Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga. Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. FKUI. Jakarta. 6 th
Edition. 2010: 1-9. 2.)

6. Jelaskan otitis media rekuren, malignant middle ear otitis, benign crhonic middle ear
otitis, otitis eksterna , inner ear abnormalitas?
- Otitis media : peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eusthacius, antrum mastoid dan sel sel mastoid.
- Malignant middle ear otitis : infeksi telinga luar yang di tandai dengan adanya
jaringan granulasi pada liang telinga dan nekrosis kartilago dan tulang liang
telingahingga meluas.
- Otitis eksterna : radang liang telinga akut maupun kronis yang di sebabkakn oleh
bakteri.
- Inner ear abnormalitas :
7. Prinsip diagnosis infeksi telinga ?
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut :
- Penyakit muncul mendadak
- Ditemukan tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu
diantara tanda berikut : mengembungnya gendang telinga, terbatas/ tidak adanya
gerakan gendang telinga, adanya bayangan cairan dibelakang gendang telinga, cairan
yang keluar dari telinga
- Adanya tanda dan gejala peradangan telingatengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu diantara tanda berikut : kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga
yang mengganggu tidurdan aktivitas normal.
- Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
cermat. Gejala yang timbul bervariasibergantung pada stadium dan usia pasien. Pada
anak-anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada
riwayat infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa
biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada
bayi gejala yang khas adalah demam tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare,
kejang-kejang, dan sering memegang telinga yang sakit.
- Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diaignosis OMA,
seperti otoskop, ototskop pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis (Munilson J,
2012).

8. Perbedaan othorea akut dan kronis ?


Otorheaadalahsekret/cairan yang keluardariliangtelinga.
Otorheaakutberwarnaputihdanagakkental.Otorheaakutterdapatpada otitis media
 akutdenganperforasi membrane timpani, otitis eksternaakut.
Otorheakronisberwarnaputih,
agakkentaldisertaidarahdanjaringangranulasi.Otorheakronisterdapatpada otitis media
supuratifkronis, kolesteatoma, granuloma, imunodefisiensi, neoplasma,
osteomyelitis.
(Sumber: Flint, et. all. 2015. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery
Sixth Edition)

9. Komplikasi otitis kronis ?


- Sebelum ada antibiotik, Otitis Media Akut dapat menimbulkan komplikasi yaitu
abses sub periosteal sampai kompliksi yang berat meningitis dan abses otak. Setelah
ada antibiotika, semua komplikasi itu didapatkan setelah komplikasi dari Otitis Media
Supuratif Kronik. Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi
otitis media supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan disebut otitis
media supuratif subakut. Beberapa faktor menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah
terapi yang terlambat, virulensi kuman yang tinngi, daya tahan tubuh rendah.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama ialah mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila
sawar ini runtuh masih ada dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar
ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan kena. Runtuhnya periostium akan
menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak
bahaya. Apabila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan meyebabkan
paresis nervus facialis atau labirinitis. Bila arah ke kranial, akan menyebabkan abses
ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak (Soepardi et al,
2014)

10. Patofisiologi kehilangan pendengaran ?


- Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat meyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan
telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural yang terbagi atas tuli koklea dan tuli
retrokoklea.Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan
akan terdapat tuli konduktif. Didalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan
alat pendengaran. Obat dapat merusak stria vaskularis sehingga saraf pendengaran
rusak dan terjadi tuli sensorineural (Soepardi et al, 2014).
- Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campur. Pada tuli konduktif
terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga
luar atau tengah. Pada tuli sensorineural (perspektif) kelainan terdapat pada koklea,
nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh
kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan suatu
penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam serta
tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis
ketulian sesuai dengan letak kelainan (Soepardi et al, 2014).

11. Mekanisme keseimbangan ?


- Sistem vestibular berperanpentingdalamkeseimbangan, gerakankepala, dangerak bola
mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalamtelingabagiandalam.
Berhubungandengansistem visual
danpendengaranuntukmerasakanarahdankecepatangerakankepala. Sebuahcairan yang
disebut endolymph
mengalirmelaluitigakanaltelingabagiandalamsebagaireseptorsaatkepalabergerak
miring danbergeser. Gangguanfungsi vestibular dapatmenyebabkan vertigo
ataugangguankeseimbangan. Alergimakanan, Dehidrasi, dan trauma kepala /
leherdapatmenyebabkandisfungsi vestibular. Melaluirefleksvestibulo-occular,
merekamengontrolgerakmata, terutamaketikamelihatobyek yang bergerak.
kemudianpesanditeruskanmelaluisarafkranialis VIII kenukleus vestibular yang
berlokasi di batangotak (brain stem). Beberapa stimulus
tidakmenujulangsungkenukleus vestibular tetapikeserebelum, formatioretikularis,
thalamus dankorteksserebri. Nukleus vestibular menerimamasukan (input)
darireseptor labyrinth, formasi (gabungan reticular), dancerebelum. Hasildarinukleus
vestibular menujuke motor neuron melaluimedulaspinalis, terutamake motor neuron
yang menginervasiotot-ototproksimal, kumparanototpadaleherdanotot-ototpunggung
(otot-otot postural). Sistem vestibular
bereaksisangatcepatsehinggamembantumempertahankankeseimbangantubuhdenganm
engontrolotot-otot postural.
Sampai pada nucleus thalamicus posterior ventralis kedua sisi  korteks vestibularis
(posterior parietal cortex)

Sumber:
Susilowati, R., Biological Basis of Equilibrium Disorders. FK UGM ; Yogyakarta

12. Hubungan rhinitis alergi dengan gangguan pendengaran ?


Patofisiologi
- Rhinitis alergi merupakan suatu penyakitinflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari
2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan
late Phase Allergic reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperaktifitas) setelah pemaparan
dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada kontak pertama dengan alergen atau
tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sel penyaji (APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Antigen akan
membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptide MHC kelas II yang di presentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin (IL 1) yang akan mengaktifkan
Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 & 2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL 3,4,5,13,14. Dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B
menjadi aktif dan memproduksi Imunoglobin E. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor di permukaan sel mastosit atau basofil sehingga
kedua sel ini menjadi aktif. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan
alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi mastosit dan basofil dengan terlepasnya mediator kimia yang sedang
terbentuk terutama histamin. Histamin akan merrangsang reseptor H1 pada ujung
saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin. Histamin
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid (Soepardi et al, 2014).
-
Learning Objective Oktober , 2016

TUTORIAL

Disusun Oleh :

Ghieliyani Septi Pratini (N101 12 119)

Kelompok V (lima)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2016

Anda mungkin juga menyukai