Anda di halaman 1dari 60

LUNG TUBERCULOSIS

Dr. Didin Retno SpPD


2016
Diagnosis:
Clinical symptoms
Respiratory symptoms
Cough 2-3 weeks, bloddy cough, shortness of breath, chest pain.
Systemic symptoms:
fever
Body weight , night sweating
Physical examination : lacking in specificity
Lab. : Three sputum smear Acid Fast Bacilli (Spot Morning Spot)
Ro : minimal lesion, moderate advanced lesion, far advanced lesion.
The Great Imitator
GOLD STANDARD : M. tb cultur & identification test
DOTS programme: identification Mycobacterium by Three sputum smear
Acid Fast Bacilli ! (WHY?)
Radiology / imaging :

Standard : CXR PA
cxr highly suggestive of active TB :
infiltrate apical segmen & posterior segmen of superior
lobe & superior segmen lower lobe
Upper lobe cavitation
milliary
pleural effusion
Inactive :
Fibrotic
calsification
Thickening of pleura

3
Luas Proses yang tampak pada foto thoraks untuk
kepentingan pengobatan dinyatakan sbb:

Lesi minimal :
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru, dengan luas tidak lebih dari volume paru yang
terletak di atas chondrosternal junction dari iga
kedua dan prosesus spinosus dari vertera thoracalis
IV atau korpus vertebra thorakalis V (sela iga II ) dan
tidak dijumpai kavitas
Lesi luas :
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

4
Luas Proses yang tampak pada foto thoraks sesuai American
Thoracic Society dan National Tuberculosis Association
dinyatakan sbb:
Lesi minimal (minimal lesion):
Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrossternal
junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra Th IV atau korpus
vertebra Th V dan tidak dijumpai kavitas
Lesi sedang (Moderately advanced):
Proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas
ssedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru. Atau jumlah
seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses
tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal (confluent), maka
luas proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini
dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas semua kavitas
(diameter) tidak boleh lebih dari 4 cm
Lesi luas (Far advanced):
Kelainan lebih luas dari lesi sedang

5
New Techniques for diagnosis TB

Bakteriology : Bakteriology Serological :


molekuler :
Techniques that
Liquid culture amplify mycobacteria ELISA-TB, Myco-dot,
media DNA: PAP -TB, TB-Dot (Dot-
(BACTEC PCR (polymerase chain EIA)
system/radiometric reaction)
methods) immunochromatography
Ligase Chain reaction
(ICT)
Primary Tuberculosis

AJR:191, September 2008


Miliary Tb

AJR:191, September 2008


Post Primary TB

AJR:191,
September 2008
Tempat Gejala & Tanda Tes Laboratorium Diagnosis Banding

Pleura Kasus infeksi primer umumnya gejala2 lebih akut Radiografi, Bakteriologi sputum Efusi akibat gagal jantung
dibanding tipe TB reinfeksi. (utk TB Paru tak terdiagnosa), kongestif, karsinoma, infeksi
Batuk (non-produktif) & nyeri dada (pleuritik- Thoracentesis dg cairan pleura lain, dan kelainan rematologis
tajam, rasa ditusuk, meningkat saat tarik nafas) utk profil sel, protein, pH, glu-
meriang, sesak, menggigil, berkeringat, BB pd kosa, LDH, hapusan, kultur, NAAT,
kasus lanjut. Efusi Pleura umumnya eksudat ADA, IFN-, IGRA. Biopsi pleura
utk histologi, kultur, NAAT.

Lympha- Plg sering di kepala & leher, jrg di aksila & ingu- Isolasi kultur MTB, Ro thorax, Infeksi NTM, limfoma,
denopath inal. Terutama di kanan tapi bilateral & 78% biopsi (eksisi total) diikuti Kikuchis disease, Kimuras
y lesi multipel. 41% dgn TB Paru. Pd KGB super- kultur bakteriologis/PCR dan disease, corynebacterium
fisial lesi dimulai sbg pembengkakan tnp nyeri, histologi. Aspirasi jarum halus pseudotuberculosis
dgn tnp keradangan di atas kulit, kmd menga- (FNA) lymphadenitis
lami pustulasi & fistulasi dlm bbrp mnggu/bulan.
Pd kasus dgn lesi terbatas, jrg dg gejala umum

Tulang Plg sering pd tulang belakang, diikuti pinggul MTB dari aspirat (abses, cairan Artritis : pyogenik, reumatoid,
dan Sendi dan lutut. Demam dan lesu bisa nampak pada sinovial) dan biopsi spesimen gout, regional osteoporosis,
keradangan luas, tapi gejala lokal lebih utama. (mis. sinovia) CT dan MRI idiopathic chondrolysis. Lesi
Paling sering adalah nyeri. Pengumpulan jar lunak tulang kistik : eosinophilic,
(cold abscess) pd/dekat fokus tulang /sendi. granuloma, sarcoidosis,cystic
Gejala neurologis (lemah atau kebas akibat angiomatosis, plasma cell
kompresi spinal cord) myeloma, infeksi jamur
metastase keganasan
Tempat Gejala & Tanda Tes Laboratorium Diagnosis Banding

TB milier Bermacam-macam tergantung organ Radiografi thorax (sering tidak ada Alveolar microlithiasis,
atau yang terkena. kelainan pada awalnya), CT (HRCT), disseminated carcinoma,
dissemina Meriang, lemah-lesu, anoreksia, FOB, hematologi (anemia, lekopenia sarkoidosis, infeksi NTM,
ted kehilangan berat badan, sakit kepala atau lekositosis, jarang reaksi hypersensitivity pneumonitis
(komplikasi meningeal), nyeri perut leukemoid) Faal hati, biopsi sumsum
(keterlibatan peritoneal), batuk tulang, biopsi hepar (termasuk NAAT),
fundoscopy

Susunan Gejala tergantung ukuran dan lokasi Cairan serebrospinal untuk tekanan, Infeksi lain (jamur, virus,
Saraf Pusat tuberkuloma dan tekanan yang dihasil- selularitas, protein, glukosa, MTB trypanosoma, bakteri)
kan. Gejala awal (meriang, lesu, (mikroskopis, kultur, dan PCR), vaskular (mul-tiple emboli,
anoreksia, lekas marah, sakit kepala) imunologi (ELISA, IgG immune SBE, trombosis vena
diikuti gejala neurologis (sakit kepala complex, antibody assays dan IGRA) sagitalis), collagen vascular
progresif, letargi, perubahan kepribadi- dan ADA. (SLE, polyarteritis, dll.)
an, gangguan ingatan, gangguan Radiografi, CT, MRI.
pemahaman, kebingungan), dan Biopsi meningeal (histologis, MTB).
kemudian stupor-koma dgn/tanpa defisit
neurologis

Perut Sering : peritonitis, diikuti ileocaecal, Peritonitis: ultrasound, laparoskopi asites maligna, sirosis dgn
anorectal, dan infeksi KGB mesenterik. (dengan biopsi tertuntun), paracentesis spontaneous bacterial
Pada TB peritoneal, sering disertai asites utk kultur dan IGRA, dan ADA peritonitis, starch peritonitis,
pembesaran perut, demam, asites, nyeri, sarkoidosis, NTM peritonitis
anoreksia/penurunan BB.
Tempat Gejala & Tanda Tes Laboratorium Diagnosis Banding

Perikarditis Sesak nafas, takikardi, distensi vena Jaringan / cairan perikardial utk Bakterial (mis. pneumo-coccus)
leher, edema, hepatomegali, pemeriksaan bakteriologis, histologis, viral (mis CMV, HSV,
paradoxical pulse, pericardial rub, IGRA, dan ADA. Coxsackievirus) atau jamur (mis.
demam Echocardiography, CT dan MRI Aspergillus); Collagen vascular
(penebalan dan efusi pleura). ECG (low disease; uremia, post myocardial-
voltage, inversi gelombang T) infarct atau post pericardiotomy;
keganasan, trauma

Genito- Dysuria, frequency, nocturia, Urine atau sekresi (spesimen pagi hari) Tumor jinak dan ganas, cystic
urinary urgency, nyeri di punggung, untuk MTB (hapusan, kultur, PCR), kidney, pyelonephritis, xantho-
pinggang, atau perut, ultrasound, foto polos abdomen, granulomatous pyelonephritis,
pembengkakan/tenderness pada urography i.v. (dosis tinggi), image- urinary mala-koplakia
testis atau epididymis, hematuria. intensified endoscopy, percutaneous
Infeksi saluran kencing ante-grade pyelography, biopsi utk
superimposed dengan bakteri lain suspek dari lesi genital
pada kasus-kasus stasis urine.

12
Program Pemberantasan Tuberkulosis Nasional
(National TB Control Programme)

Dengan Strategi DOTS


DIRECTLY
OBSERVED
TREATMENT AND
SHORT COURSE
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan sputum BTA : SPS (Sewaktu Pagi
Sewaktu)
3. Pengobatan teratur diawasi PMO (Pengawas
Menelan Obat)
4. Pengadaan obat
5. Pencatatan dan pelaporan
13
Principles of Therapy

Combination of drugs to avoid


selection of drug resistance
Prolonged treatment to ensure that
all bacterial destroyed
Shortest regimen : 6 months
(need PZA in 1st 2)
DOTs (Directly Observed Treatment Shortcourse) core management
RECOMMENDED TREATMENT REGIMENS FOR EACH DIAGNOSTIC CATEGORY (WHO 2003)

TB
TB TREATMENT REGIMENS
DIAGNOSTIC
TB PATIENTS CONTINUATION PHASE
INITIAL PHASE
CATEGORY (DAILY OR 3 TIMES
(DAILY )a
WEEKLY)a

New smear-positive patients;


New smear-negative PTB w/
I extensive parenchymal 4 HR
involvement; 2 HRZEb or
Severe concomitant HIV 6 HE dailyc
disease or severe forms of
EPTBd
Previously treated sputum
smear-positive PTB :
2 HRZES/
II - relapse;
1 HRZE
5 HRE
- treatment after interruption;
- treatment failured

New smear-negative PTB 4 HR


III (other than in CategoryI); 2 HRZEe or
Less severe forms of EPTB 6 HE dailyc
Chronic and MDR-TB cases Specially designed standardized or
individualized regimens are suggested for
IV ( still sputum-positive after
supervised re-treatment) f this category 15
RECOMMENDED TREATMENT REGIMENS FOR EACH DIAGNOSTIC CATEGORY (WHO 2003)
Foot notes:
H =Isoniazid, R = Rifampicin, Z =Pyrazinamid, E = Ethambutol, S = Streptomycin.
The Number before the letters indicates the number of months of treatment
a : Direct observation of treatment intake is required for the initial phase in smear
positive cases and always in treatment that includes rifampicin.
b : Streptomycin may be used instead of ethambutol . In meningitis, ethambutol
should always be replaced by streptomycin
c : this regimen may be associated with higher rate of treatment failure and
relapse compared with 6 month regimen with rifampicin in the continuation phase
d : Whenever possible, drug sensitivity is recommended before category II
treatment is prescribed in failure cases. In patients with culture proven MDR TB,
it is recommended that Category IV regimens are used
e : Ethambutol in the initial phase may be omitted for patients with non cavitary
smear negative pulmonary TB who are known to be HIV negative, patients who
are known to be infected with fully drug susceptible bacilli, and young children
with primary TB
f: Contacts of patients with culture proven MDR TB should be considered for early
culture and sensitivity testing
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Rekomendasi WHO
Kategori Klasifikasi dan Tipe Pasien Tahap Awal Tahap
Pengoba (harian) lanjutan
tan TB (harian atau
3 x mgg)
I TB paru BTA positif, kasus baru
TB paru BTA negatif, kasus baru 2 RHZE 4 RH
TB paru dengan lesi luas, disertai/tidak 4 R3H3
HIV atau TB ekstraparu berat 6 HE
6 H3E3

II Kasus pengobatan ulang , BTA (+) 2 RHZES/ 5 R3H3E3


Kasus kambuh 1 RHZE atau 5 RHE
Kasus putus berobat
Kemasan
Kasus gagal Obat Program Nasional
- Kombinasi dosis tetap
(KDT)
-Kombipak
-Obat yang diresepkan
IV TB MDR OAT untuk TB MDR - Obat lepas (bukan
kombinasi)
- Kombinasi Dosis Tetap
(KDT)
OAT sisipan (HRZE)
After intensive phase of category I / II the result of
sputum smear positive. OAT sisipan given for 28 days
and re-examine sputum AFB and continue with
continuation phase treatment
Kategori I dan II
Tahap Awal Tahap Lanjutan
Penilaian Klinis 2 mgg/ X Penilaian klinis 1 bulan/ X
Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis
BTA sputum 1 bulan sebelum
BTA sputum akhir bulan ke-2,
akhir sisipan (Kateg I) dan akhir pengobatan & akhir
pada akhir bulan ke 3 (Kateg II) bula
pengobatan
Belum konversi : Biakan M.tb +
ke-3, akhir sisipan sput

Biakan M.tb + Uji kepekaan :


Uji kepekaan jika BTA masih (+)
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis
Jika ada indikasi/ ada fasilitas Jika ada indikasi/ ada fasilitas
(TB paru BTA +) (TB paru BTA +)
Rutin dilakukan (TB paru BTA -) Rutin dilakukan (TB paru BTA -)
Terapi TB pada Keadaan Khusus
1. TB pd wanita hamil & menyusui :
Tx: - RHZ (E) tanpa S
- R mengurangi efektifitas kontrasepsi hormonal
2. TB miliar, meningitis TB :
Tx:- 2 RHZE/4-10 RH - Kortikosteroid
3. TB dg gagal ginjal :
Tx: RHZ tanpa S dan E
4. TB dg kelainan hati :
monitor klinik & tes fungsi hati
Tx - 2 HRES/4 RH tanpa Z
5. TB dg drug induced hepatitis :
Bila: SGOT, SGPT >5 x, Bilirubin total > 2, ikterus, muntah.
Tx: Stop OAT
6. TB tulang dan sendi :
Tx: 2 RHZE/(7-9) RH

20
DOSIS OAT
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat badan (kg)
(Mg/KgBB/ha
ri) Maks
Harian Intermit- 28-39 40-60 >60
(mg)
(Mg/KgB ten
B/hari) (Mg/KgBB
/hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB

21
OBAT ANTITUBERKULOSIS KOMBINASI DOSIS TETAP(KDT ) /
(Fixed Dose Combination/FDC)

4FDC(RHZE)
150/75/40/275

2FDC(RH)
150/150
DOSIS OBAT ANTITUBERKULOSIS KOMBINASI DOSIS TETAP / (Fixed
Dose Combination/FDC)
Fase Fase Lanjutan
Intensif

BB Harian 2 bulan 3x/minggu 4 bulan

Harian Harian 3x/minggu

kg (RHZE) (RHZ) (RHZ) (RH) (RH)


150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150

30-37 2 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4 4

>71 5 5 5 5 5
23
Aktivitas Bakterisid Dini
Kemampuan obat
untuk membunuh
basil TB dalam
beberapa hari setelah
pengobatan

Isoniazid (INH)
mempuntyai Efek
Bakterisid Dini yang
paling Tinggi

Aktivitas Bakterisid Dini Obat Anti TB , diukur melalui Penurunan


Colony-forming units sputum
SIDE-EFFECT DRUG MANAGEMENT
RESPONSIBLE
MINOR :
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin
Rasa panas di kaki Isoniazid Piridoksin 100mg/hr
Anoreksia, mual, Rifampisin Minum bersama makanan
muntah
MAJOR :
Gatal, reaksi kulit Streptomisin Stop seterusnya
Rifampisin atau Stop, desensitisasi, berikan lagi
isoniazid Stop seterusnya
Tuli, telinga berdenging Streptomisin Stop sampai jaundice hilang
Jaundice Isoniazid,
rifampisin,
pirazinamid
Gangguan visus Etambutol Stop seterusnya
Purpura, syok, gagal Rifampisin Stop seterusnya
ginjal akut
Jenis-Jenis Resistensi terhadap obat anti TB
Monoresisten: kekebalan terhadap salah satu OAT, misalnya resisten H
Poliresisten: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain isoniazid
bersama rifampisin, misalnya resisten HE, RE, HES, RES.
Multi drug resisten (MDR): resisten terhadap sekurang-kurangnya isoniazid
dan rifampisin secara bersamaan, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang
lain, misalnya resisten HR, HRE, HRES.
Ekstensif drug resisten (XDR):
TB MDR
disertai resistensi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolon,
dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan
amikasin).
Total drug resisten (Total DR).
Kekebalan terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah
dipakai saat ini.
Suspek TB MDR
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala
TB dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah
ini:
1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
dengan menggunakan kuinolon ataupun obat injeksi
seperti kanamisin.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR
9. Pasien koinfeksi TB dan HIV.
27
ALUR DIAGNOSIS Suspek TB MDR

STANDARD Dahak sewaktu (S) dan


TB RESISTEN OBAT pagi hari (P)

Biakan M.tuberculosis

M.tuberculosis M.tuberculosis tak tumbuh

Kriteria Semua FLD Bukan TB


Suspek TB MDR sensitif
DST FLD
1,2,3,4,5,6,7,8,9
Mono resisten Bukan TB MDR
Poli resisten
TB MDR
Kriteria
suspek TB MDR DST SLD TB MDR dan
1,3,6 TB MDR
Semua SLD sensitif
TB MDR dengan
TB MDR + resisten potensial TB XDR
Oflx
atau Km
TB MDR +
Juknis PMDT, 2011 Resisten Oflx dan TB XDR
Km/ Am 28
Suspek TB MDR

ALUR DIAGNOSIS TB RESISTEN Dahak sewaktu


OBAT DENGAN TES CEPAT
Tes Cepat (GeneXpert)

Positif Sensitif R Positif Resisten R Negatif/ Bukan TB

Dahak sewaktu (S) dan pagi hari (P)

Biakan M.tuberculosis

M.tuberculosis M.tuberculosis tak tumbuh

Semua FLD Diulang


Kriteria sensitif
Suspek TB MDR DST FLD
1,2,3,4,5,6,7,8,9 Mono resisten Bukan TB MDR
Poli resisten
TB MDR
Kriteria
DST SLD TB MDR dan TB MDR
suspek TB MDR
Semua SLD sensitif
1,3,6
TB MDR + resisten TB MDR dengan
Oflx potensial TB XDR
atau Km
TB MDR + Resisten
TB XDR
Juknis PMDT, 2011 Oflx dan Km/ Am 29
Management of Diagnostic
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan
M.tuberculosis dilakukan dengan metode
standar yang tersedia di Indonesia:
Metode konvensional
Menggunakan media padat (Lowenstein
Jensen/ LJ) atau media cair (MGIT).
Tes Cepat (Rapid Test).
Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert.
30
Alternative method of grouping antituberculosis agents
(WHO,2008)
Group 1 OAT FLD (First Line Drugs): isoniazid (H), Most efficacious and
rifampicyn (R), etambuthol (E), pyrazinamid (Z) best tolerated

Group 2 injectable agents: streptomycin (S), kanamycin


(Km), amikacin (Am), capreomycin (Cm), viomycin (vio)
Bactericidal
Group 3 - Fluoroquinolones: ofloxacin (Ofx), levofloxacin
(Lfx), moxifloxacin (Mfx), gatifloxacin) Highly bactericidal
Group 4 - bakteriostatic oral (SLD: Second Line Drugs ):
ethionamid (Eto), prothionamid (Pto), cycloserin (Cs), , Less efficacious &
terizidon (Trd),para-aminosalicylic acid (PAS). poorly tolerated
Group 5 - unclear efficacy (Not recommended by WHO
for routine use in MDR TB patients): clofazimin (Cfz),
linezolid(Lzd), amoxicillin/clavulanic acid (Amx/Clv),
thioacetazone (Thz), imipenem/cilastatin (Ipm/Cln),high
Weak anti-TB action
dose isoniazid,claritromycin (Clr).

31
MDR TB

Pengobatan dengan regimen Standar


OAT 5 group (berdasarkan potensi dan
efikasi) minimal 4 jenis obat yang masih
efektif.
2 fase :
Fase Intensive Fase lanjutan
6 Km - (E) - Eto Lfx Z - Cs / (13-18) (E)- Eto -LfxZCs

Km : Kanamycin, E : Ethambutol, Eto : Etionamide


Lfx : Levofloxacin, Z : Pyrazinamid.
32
MDR TB

Apabila Quinolone resisten PAS; Kanamycin


Capreomycin
Dosis berdasarkan berat badan
Suntikan dan minum obat 6 x/seminggu dosis
tunggal dan diminum di depan petugas
kesehatan

33
Weight-based dosing of second-line drugs
Dosis Obat MDR TB

35
Juknis PMDT, Kemenkes 2011
ISTC
Standard for Diagnosis (standard 1- 6)
Standard for treatment (standard 7- 15)
Standard for public health responsibilities (standard
16- 17)
The Indonesian Version of ISTC
ISTC 2nd Edition 2009
Standards for Diagnosis : 1-6
Standards for Treatment : 7-13
Standards for Addressing HIV Infection and
other Co-morbid Conditions : 14-17
Standards for Public Health : 18-21
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
Addendum: Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat
badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.

Standard 2
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang diduga
menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2
kali yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak
satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
Addendum:
Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan pemeriksaan sputum kedua pagi
hari. Satu spesimen harus berasal dari pagi hari
Standard 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit
seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan
histopatologi.
Addendum:
Pemeriksaan kearah TB paru tetap dilakukan yaitu pemeriksaan dahak dan foto
toraks

Standard 4
Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani
pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Addendum:
Untuk pasien anak dilakukan uji tuberkulin
Standard 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan hapusan dahak negatif harus didasarkan
kriteria berikut:
minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negatif (termasuk minimal 1 kali
dahak pagi hari);
temuan foto toraks sesuai tuberkulosis;
dan tidak ada respons terhadap antibiotika spektrum luas (catatan: fluorokuinolon
harus dihindari karena aktif terhadap M. tuberculosis complex sehingga dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan.
Standard 6
Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (yakni
paru, pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus),
konfirmasi bakteriologis harus dilakukan dengan pemeriksaan dahak
(dengan cara batuk, kumbah lambung, atau induksi dahak) untuk
pemeriksaan mikroskopik dan biakan.
Jika hasil bakteriologis negatif, diagnosis tuberkulosis harus didasarkan
pada kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis, riwayat terpajan kasus
tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis (uji tuberkulin positif
atau interferon gamma release assay) dan temuan klinis yang mendukung
ke arah tuberkulosis.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

STANDARD UNTUK PENGOBATAN


Standard 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan
infeksi lebih lanjut dan terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi
tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang
memadai tetapi juga memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat lokal
dan sarana lain, jika memungkinkan, untuk menilai kepatuhan pasien serta
dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi.

Standard 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah diketahui.
Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol.
Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan
selama 4 bulan.
Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai dengan
rekomendasi internasional.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN
Standard 9
Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) terhadap pengobatan, suatu
pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan
kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara
kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien.
Pengawasan dan dukungan seharusnya berbasis individu dan harus
memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan dan
layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.

Standard 10
Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus dimonitor dengan
pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) saat fase inisial selesai
(dua bulan). Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus
diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji resistensi
terhadap isoniazid dan rifampisin harus dilakukan. Pada pasien tuberkulosis
ekstra paru dan pada anak, penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara
klinis.
Addendum:
Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA
negatif dapat dinilai dengan foto toraks.
Standard 11
Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan
terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan
prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada
semua pasien. Uji sensitivitas obat seharusnya dilakukan pada awal
pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya pernah diobati. Pasien
yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga bulan selesai dan
pasien gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan
harus selalu dinilai terhadap resistensi obat.

Standard 12
Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang
disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan
paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitiviti obat
berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti.

Standard 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek
samping seharusnya dibuat untuk semua pasien.
Standard 14
Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau
yang diduga menderita tuberkulosis.
Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari manajemen rutin bagi semua pasien di
daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi dalam populasi umum, pasien dengan
gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV, dan pasien dengan riwayat risiko
tinggi terpajan HIV.

Standard 15
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk
menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa
pengobatan tuberkulosis.
Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya
dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi.
Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol
sebagai pencegahan infeksi lainnya.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI
HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 16

Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi


dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif
seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis laten
dengan isoniazid selama 6-9 bulan.
Addendum:
Pemberian isoniazid profilaksis belum menjadi kebijakan
program nasional penanggulangan TB.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI
HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 17
Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan
penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid
yang dapat mempengaruhi respons atau hasil
pengobatan tuberkulosis.
Saat rencana pengobatan mulai diterapkan,
penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi
layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung
hasil yang optimal bagi semua pasien dan
menambahkan layanan-layanan ini pada rencana
penatalaksanaan.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standard 18
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya
memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien
tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional. Penentuan prioritas evaluasi kontak didasarkan pada
kecenderungan bahwa kontak:
1) menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita
tuberkulosis jika terinfeksi; 3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit
berkembang; dan 4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standard 19
Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi
HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis dan
setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita
tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten
tuberkulosis dengan isoniazid.
Addendum:
Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses persiapan
menjadi program nasional
Standard 20
Setiap fasiliti pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang
menderita atau diduga menderita tuberkulosis harus
mengembangkan dan menjalankan rencana pengendalian
infeksi tuberkulosis yang memadai.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standard 21
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus
melaporkan kasus tuberkulosis baru maupun kasus
pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor
Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan
hukum dan kebijaksanaan yang berlaku.
Addendum: Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan
oleh Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
1. TB pada kehamilan danibu menyusui
Kehamilan :
OAT lini satu (HRZE) aman untuk ibu hamil kecuali Streptomycin
(ototoxicity)fetus.
Ibu menyusui :
Pemberian OAT yang tepat adalah pencegahan penularan kepada bayi yang
terbaik
Konsentrasi OAT kecil di dalam ASI
Direkomendasikan : Piridoksin
WHO regimen: INH, RIF, EMB, PZA
PZA tidak dianjurkan di AS karena kurang data, tapi mungkin aman
PAS (P-aminoparasalicylic acid)
Efek tidak diketahui:
Cycloserine, etionamid, linezolid

50
Pengobatan TB dan ibu menyusui
Prinsip pengobatan sama
Semua jenis OAT aman
Dapat menyusui bayinya
Profilaksis INH pada bayi
Tetap anjurkan ibu untuk menyusui bayi
OAT ada di ASI dalam konsentrasi rendah, tidak membahayakan bayi
OAT di ASI tidak cukup utk pengobatan bayi
Kalau ibu masih ragu, berikan alternatif:
Menyusu bayi sebelum minum OAT
Minuman bayi pertama sesudah minum OAT dari botol/formula, bukan ASI
Dianjurkan tidak menggunakan :
- kontrasepsi hormonal; pil, suntikan, susuk
- Rifampisin dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi hormonal
2. TB dan Gangguan fungsi Hati
TB dan gangguan hati sebelum pengobatan OAT, perlu evaluasi :
riwayat penyakit hati kronis maupun akut, alkoholic krn kejadian
hepatitis drug induced lebih sering
Periksa fungsi hati sebelum mulai pengobatan bila memungkinkan.
Hepatitis akut dan ikterus, OAT ditunda, bila keadaan sangat
diperlukan dg regimen : 3SE/6RH.
Monitor klinis dan LFT
Hepatitis Imbas Obat (Drug induced Hepatitis)
Kelainan fungsi hati krn Obat yang hepatotoksik
Tatalaksana tergantung:
Fase Pengobatan TB (awal atau lanjutan)
Beratnya gangguan Hepar
Beratnya penyakit TB
Kemampuan fasyankes dalam tatalaksana ESO OAT
52
Penatalaksanaan Hepatitis Imbas Obat:
OAT STOP
Bila : klinis Ikterus (+), Gx mual muntah(+)
Bila Gx (+), SGOT, SGPT 3 x lipat
Bila Gx (-), Bilirubin 2
SGOT,SGPT 5 x lipat
OAT diteruskan dengan pengawasan:
SGOT, SGPT 3 x lipat, Gx mual muntah(-)
Regimen yang dianjurkan :
2HRES/6HR atau 2HES/10HE
Z sebaiknya tidak digunakan lagi.

53
3. TB dan Gagal ginjal
Regimen 2RHZE/4HR
R dan H di eliminasi oleh ekskresi sal empedu,
ekskresi E di ginjal dan metabolisme Z juga di
ginjal sehingga dosis harus disesuaikan.
Dosis Z : 25 mg/kg bb ; E : 15 mg/kg bb
S harus dihindari, apabila harus digunakan
dosis 15 mg/kg BB, 2-3 x seminggu dan dosis
max 1 gr & monitor kadar serum.
Regimen yang aman: 2RHZ/6HR

54
4. TB dan Diabetes Mellitus
Paduan OAT dan lama Tx sama dengan TB tanpa DM diperlukan
pemantauan gula darah yang ketat
Bila kadar gula darah tidak terkontrol maka pengobatan dapat dilanjutkan
sampai 9 bln
Hati hati dengan E karena efek samping pada mata sedangkan pasien DM
sering mengalami komplikasi pada mata
Kemungkinan Efek samping OAT lebih tinggi seperti terjadinya disfungsi
ginjal dan neuropati perifer.
Lebih ketat pantau efek neuropati perifer
Prioritaskan DOT
Tatalaksana DM secara ketat
Jika dahak tidak konversi sesudah dua bulan, lakukan uji resistensi .
Perpanjang pengobatan jika konversi lebih lambat
Hati-hati dengan etambutol pada
DM sering terjadi retinopati
OAT akan memperberat.

55
5. Panduan Terapi TB Ekstra Paru

Fase Intensif Fase Lanjutan

2 bulan HRZE 4 bulan HR


WHO tidak lagi merekomendasikan tanpa Etambutol pada terapi fase
intensif untuk pasien dengan non cavitas, hapusan dahak BTA negatif
pada TB paru atau TB ekstra paru yang diketahui HIV negatif.
Pada meningitis TB, Etambutol harus diganti dengan Streptomisin
Rekomendasi WHO tahun 2010 terapi untuk TBEP selama 6-9 bulan
(2RHZE/4HR) & dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
Terapi TB SSP termasuk meningitis 9-12 bulan. Penambahan waktu terapi
mungkin diperlukan untuk pasien dengan TB tulang dan sendi.
Kortikosteroid adjuvant diberikan jika terapi TB telah diberikan dengan dosis
optimal pada kondisi khusus seperti meningitis TB, perikarditis TB, atau TB yang
membahayakan jiwa

56
5. TB Ekstraparu
Rekomendasi WHO tahun 2010 terapi untuk TBEP
selama 6-9 bulan (2RHZE/4HR) & dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan.
Terapi TB SSP termasuk meningitis 9-12 bulan.
Penambahan waktu terapi mungkin diperlukan untuk
pasien dengan TB tulang dan sendi.
Kortikosteroid adjuvant diberikan jika terapi TB telah
diberikan dengan dosis optimal pada kondisi khusus
seperti meningitis TB, perikarditis TB, atau TB yang
membahayakan jiwa

57
6. TB dan HIV
Pilihan paduan pengobatan ARV pada ODHA dengan TB

EFV : Efavirenz; NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor ;


Petunjuk Tekhnik Tatalaksana Klinis
NVP: Nevirapin; PI : Protease Inhibitor : LPV/r : Lopinavir
koinfeksi TB HIV ; Dirjen P2PL
58Kemenkes R
2013
TB dan HIV
Diagnosis ko-infeksi TB MDR dan HIV
a. Tes HIV bagi pasien TB MDR
Semua pasien TB MDR terkonfirmasi yang status HIV-nya
belum diketahui akan ditawari untuk menjalani pemeriksaan
HIV sesuai konsep KTIPK. Dengan pertimbangan besarnya
kemungkinan kegagalan pengobatan TB MDR bila ternyata
juga mengalami ko-infeksi HIV yang tidak diketahui.
b. Uji kepekaan M.tuberculosis bagi ODHA
Semua ODHA dengan ko-infeksi TB adalah suspek TB MDR,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan uji kepekaan

59
TB dan HIV
Mr X BB: 60kg

Petunjuk Tekhnik Tatalaksana Klinis


koinfeksi TB HIV ; Dirjen P2PL Kemenkes
60 RI
2013

Anda mungkin juga menyukai