Anda di halaman 1dari 14

ECG (12 LEAD)

ANDI NURUL RIZKI


16220162084

PEMBIMBING:
dr. Fendy Dwimartyono, SpAn

PENGUJI:
dr. Faisal Sommeng, M.Kes, SpAn
Figur 15.1 Sebuah elektrokardiogram menggambarkan perubahan
sugestif dari iskemia miokard (ST-segmen depresi di anterolateral lead I,
aVL, dan V2-V6)
Page 2
Figur 15.2 Sebuah elektrokardiogram menggambarkan perubahan
sugestif dari kerusakan miokard (ST-segmen elevasi di lateral lead I
dan aVL)
Pertanyaan
1. Silakan interpretasikan figur 15.1 dan 15.2

Jawaban 1
Figur ini menjelaskan tentang elektrokardiogram (ECGs) terhadap pasien
yang kini mengidap nyeri dada. Figur 15.1 menggambarkan perubahan
sugestif dari iskemia miokard (ST-segmen depresi di anterolateral lead I,
aVL, dan V2-V6). EKG yang ditunjukkan pada figur 15.2 menggambarkan
perubahan sugestif dari kerusakan miokard (ST-segmen elevasi di lateral
lead I dan aVL)
3

Page 4
Pertanyaan
2. Temuan elektrokardiografik seperti apa yang terdapat di dalam iskemia miokard dan
infarksi?
Jawaban
EKG dianggap sebagai alat penting untuk mengevaluasi iskemia miokard atau infarksi.
Perubahan untuk mengindikasikan iskemia miokard atau infarksi termasuk gelombang T
puncak atau terbalik, elevasi segmen ST atau depresi dan perubahan di dalam komplek
QRS. Elevasi segmen ST yang terdapat pada EKG disertai dengan gejala atau tanda tanda
mengenai infarksi miokard (termasuk nyeri dada, dsypnea, atau ketidakstabilan
hemodinamik) adalah keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Nilai ambang
untuk elevasi segmen ST yang signifikan bervariasi berdasarkan jenis kelamin dan usia
individu. Untuk laki-laki yang berusia 40 tahun atau lebih tua, elevasi 2 mm pada ruas V2
dan V3 dan elevasi 1 mm pada seluruh ruas lainnya dianggap signifikan. Untuk laki-laki
yang berusia lebih muda dari 40 tahun, elevasi segmen ST yang signifikan adalah 2.5 mm
pada ruas V2 dan V3. Untuk wanita pada semua usia, elevasi segmen ST 1.5 mm pada ruas
V2 dan V3d dan 1 mm pada seluruh ruas lainnya dianggap signifikan.
Pertanyaan
3. Bagaimana perbedaan antara iskemia miokard dan infarksi?
Jawaban :
Iskemia miokard dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
persediaan oksigen. Kebutuhan oksigen pada miokard ditentukan oleh
denyut jantung, kontraktilitas miokard, preload (tekanan atau volume akhir
diastolic), afterload (impedansi arteri) dan massa otot. Adapun yang
termasuk dalam penentuan persediaan oksigen pada miokard ialah aliran
darah koroner and kandungan oksigen arteri. Infarksi miokard (matinya sel
miokard) terjadi jika iskemia miokard berlangsung lama (sedikitnya paling
lama 20 menit atau kurang). Infarksi miokard ditandai dengan myocyte
necrosis yang dideteksi oleh biomarker elevasi jantung (troponin-T,
troponin-I (terutama), atau CKMB) disertai dengan gejala iskemia dan
perubahan EKG (seperti yang telah dijelaskan di atas).
Pertanyaan
4. Apakah yang dimaksud dengan manajemen perioperatif pada iskemia miokard
dan infarksi?
jawaban
Manajemen perioperatif pada pasien dengan iskemia miokard dan infarksi
dimulai dari deteksi dini. Iskemia miokard atau infarksi dapat dideteksi secara
intraoperatif dengan perubahan EKG, aritmia ventrikel, dan ketidakstabilan
hemodinamik. Jika telah diduga iskemia miokard atau infarksi, 12 ruas EKG
tanpa filter harus segera diperoleh dan biomarker jantung harus dikirim. Selain
itu, eco-kardiogram transesofagus dapat dilakukan (jika memang tersedia)
untuk mendeteksi fraksi injeksi dan setiap kelainan baru dalam gerak dinding
miokard. Dokter bedah harus diberi tahu untuk membuat keputusan dalam
menyelesaikan atau malah menggugurkan operasi. Jika tachycardia bersamaan
dengan normo atau adanya hipertensi, beta-blocker (esmolol intravena atau
metoprolol) atau saluran penghambat kalsium non-dihidropiridin--jika enjeksi
ventrikel sebelah kiri normal (diltiazem intravena) harus diberikan.
Tachycardia yang bersamaan dengan hipotensi sangatlah menantang karena
mengevaluasi sekaligus mengobati penyebab potensial (seperti hypovolemia atau
anemia). Vasopressor harus ditambahkan untuk mempertahankan tekanan rata-rata
perfusi yang memadai (rata-rata tekanan darah arterial 65mmHg atau lebih). Pada
kasus tachycardia, (arterial flutter atau fibrilasi) kardioversi arus searah mungkin
diperlukan. Jika terdapat ST-segmen elevasi, kemunculan konsultasi kardiologi
harus diperoleh untuk mempertimbangkan angiografi koroner dan revaskularisasi.
Manajemen pasien dengan dugaan miokard infarksi atau iskemia pasca operasi
sama menantangnya dengan pemberian batasan terhadap penggunaan anticoagulant
dan agen antiplatelet. Jika berdasarkan gejala, sindrom koroner akut yang telah
diduga, EKG harus segera diperoleh untuk menghitung perubahan sugestif dari
iskemia atau infarksi. Oksigen harus diberikan jika tingkat oksigen berada di bawah
90%. Tindakan pendek nitrogliserin (tablet sublingual atau semprotan oral) harus
diberikan untuk meringankan angina (menghindari hipotensi).
Jika tidak terdapat kontraindikasi pada agen antiplatelet, berikan aspirin
162-324 mg. Konsultan kardiologi harus berusaha mengarahkan
manajemen lebih lanjut. Jika terdapat perubahan sugestif yang akut pada
ST-segmen infarksi miokard, pihak kardiologi harus dihubungi segera
mungkin. Keputusan untuk melanjutkan dengan angiografi koroner invasif
harus diputuskan berdasarkan analisis tingkat resiko dan manfaat pada
pasien tertentu dengan menimbang resiko pendarahan dan resiko iskemia
miokard yang sedang terjadi.
Pertanyaan
4. Bagaimana prognosis pasien dengan iskemia miokard atau infarksi setelah
operasi noncardiac?
Jawaban
Pasien yang mengalami infarksi miokard setelah operasi non-cardiac
(apakah bergejala atau tidak bergejala) beresiko tinggi di rumah sakit dan
mengalami kematian jangka Jika tidak terdapat kontraindikasi pada agen
antiplatelet, berikan aspirin 162-324 mg . Konsultan kardiologi harus
berusaha mengarahkan manajemen lebih lanjut. Jika terdapat perubahan
sugestif yang akut pada ST-segmen infarksi miokard, pihak kardiologi
harus dihubungi segera mungkin. Keputusan untuk melanjutkan dengan
angiografi koroner invasif harus diputuskan berdasarkan analisis tingkat
resiko dan manfaat pada pasien tertentu dengan menimbang resiko
pendarahan dan resiko iskemia miokard yang sedang terjadi. pendek [8,9].
Infarksi miokard non-fatal dikaitkan dengan peningkatan kematian di
rumah sakit yang mencapai 25% pada beberapa kelompok. 30 hari
kematian pada subset pasien ini diperkirakan mendekati 12% . Pasien yang
mengalami serangan jantung secara perioperatif berada pada resiko
tertinggi, kematian akibat serangan jantung mencapai 65% pada kasus ini.
Meski silent infarksi miokard dikaitkan dengan peningkatan hasil yang
buruk, screening rutin pasca operasi dengan kadar serum troponin tidak
dianjurkan. Kegunaan screening dengan kadar serum troponin pada pasien
yang beresiko tinggi mengalami infarksi miokard tidak pasti, terkhusus
karena tidak adanya strategi manajemen yang dirumuskan dengan baik.
Pertanyaan
6. Jelaskan peran dari evaluasi perioperatif jantung pada pasien yang
menjalani operasi noncardiac!
Jawaban
Penelitian telah menunjukkan bahwa pasien yang menjalani operasi non-
cardiac beresiko mengalami infarksi miokard periprosedural dan peningkatan
kematian (hingga 2% pada beberapa kelompok). Resiko pada hal
kardiovaskular major dan celebral meningkat pada pasien yang memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, penyakit arteri koroner, gagal
jantung kongesif, stroke, penyakit arteri perifer, penyakit ginjal kronis, dan
yang telah berusia lanjut [8,12]. Resiko pada hasil yang buruk pun menurun
seiring dengan lamanya waktu mengikuti peningkatan MI. Dengan alasan
tersebut, kebutuhan untuk melakukan evaluasi pra operasi meningkat,
terutama pada pasien yang lebih tua dari 55 tahun yang memiliki riwayat
penyakit arteri koroner atau stroke, atau pasien dengan gejala yang
menunjukkan iskemia miokard (angina).
Salah satu alat terbaik untuk mengelompokkan pasien beresiko adalah
dengan menggunakan algoritma atau kalkulator resiko yang tersedia di
Pedoman Praktik Klinis ACC/AHA Perioperatif tahun 2014 . Berdasarkan
pedoman tersebut, pasien yang menjalani operasi tiba-tiba perlu untuk
melanjutkan operasi tanpa penundaan. Pasien dengan sindrom koroner akut
perlu diobati terdahulu sebelum merencanakan operasi berdasarkan
pedoman praktik. Pada pasien dengan resiko rendah (<1%) dan juga bagi
mereka dengan resiko tinggi tetapi dengan fungsionalitas kapasitas yang
baik (empat ekuivalen metabolic (METs) atau lebih besar), seseorang dapat
melanjutkan operasi tanpa pengujian lebih lanjut. Bagian dari pasien
dengan resiko tinggi dan lemah fungsionalitas kapasitas boleh jadi
memerlukan studi fungsional non-invasif (stress tes) jika itu akan
mengubah manajemen perioperatif. Angiografi koroner rutin dan
revaskularisasi tidak disarankan sebelum operasi non-cardiac.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai