Anda di halaman 1dari 27

HIPERTENSI PULMONAL

Disusun Oleh:
Samuel Fiergeon Picardi G99161091
Periode: 06-19 Nopember 2017
Pembimbing:
dr. Paramita Putri Hapsari Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
Latar Belakang

Hipertrofi ventrikel
Hipertensi pulmonal Gagal jantung kanan
kanan

Karena patogenensis nya


memiliki manajemen
perioperatif tersendiri

Karena kurang nya data Diharapkan pasien


mengenai manajemen hipertensi pulmonal
perioperatif, angka mortalitas mendapat manajemen
dan morbiditas post op tinggi perioperatif yang baik
Definisi

Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan


hipertensi pulmonal sekunder. Hipertensi Pulmonal Primer(HPP)
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh arteri paru-paru jauh di atas normal yaitu
lebih dari 25 mmHg saat istirahat atau lebih dari 30 mmHg saat
melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan sesak, pusing dan
bahkan sampai pingsan.
Hipertensi pulmonal sekunder merupakan kondisi yang lebih umum yang
banyak disebabkan oleh penyakit dari jantung atau dari paru yang
memang sudah ada. Penyebab yang paling umum adalah karena
adanya penyakit PPOK pada paru dan juga bisa karena adanya
kelainan katup pada jantung.
Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi pulmonal berdasarkan kelas fungsional menurut WHO
adalah:
Kelas I: Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan
dalam melakukan aktifitas sehari hari.
Kelas III: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukan
aktifitas ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila
istirahat.
Kelas IV: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampu
melakukan aktifitas apapun (aktifitas ringan akan merasakan sesak),
dengan tanda dan gejala gagal jantung kanan.

Secara hemodinamik terdapat tiga klasifikasi dari hipertensi pulmonal yaitu


hipertensi pulmonal precapillary, hipertensi pulmonal postcapillary, dan
hipertensi pulmonal yang merupakan campuran dari keduanya
Faktor resiko dan Patogenesis

Faktor resiko

Infeksi HIV Sirosis hepatis Riwayat keluarga

patogenesis

Fleksogenik arteriopati Tromboemboli


Oklusi vena pulmonalis
primer arteriopati
Pemeriksaan fisik

Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan


diagnosis, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain
dari hipertensi pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya
normal. Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi
komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian
suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup
pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat
diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan
pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien
berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat
karena tekanan overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel
kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi overload cairan
dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites
dan retensi cairan di perifer.
Manifestasi Klinik

Symptoms Signs
Dyspnea saat aktivitas Distensi vena Jugular
Kelelahan impuls ventrikel kanan yang cepat
Sinkop Menekankan komponen katup pulmonal (P 2)
Nyeri dada Anginal Terdengar suara jantung ketiga (S 3)
Hemoptisis Murmur insufisiensi tricuspid
Fenomena Raynaud Hepatomegali
Edema perifer
Diagnosa

1. Ekokardiografi
2. Elektrokardiografi
3. Radiologi
4. Tes fungsi paru
5. Ct scan
6. Kateterisasi jantung
7. Tes vasodilator
8. Tes berjalan 6 menit
9. Biopsi paru
10. Laboratorium
Penatalaksanaan

Calcium-Channel Blocker (CCB)


Prostanoid
Antagonis Reseptor Endotelin
Phosphodiesterase Inhibitor
NO dan Arginine
Terapi Bedah
Prognosis

Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal


primer adalah lebih kurang 3tahun, tapi angka ini sangat bervariasi.
Sebagai hasil dari pengobatan baru, pasien tanpa bukti hemodinamik
disfungsi ventrikel kanan dapat bertahan hidup selama lebih dari 10
tahun.
Prognosis untuk pasien dengan hipertensi pulmonal sekunder tergantung
pada penyakit yang mendasari, serta fungsi ventrikel kanan. Sebagai
contoh, pasien dengan PPOK dan obstruksi aliran udara moderat memiliki
tiga tahun angka kematian 50 persen setelah onset kegagalan ventrikuler
kanan. Survival adalah juga dipengaruhi pada pasien dengan penyakit
paru-paru interstisial dan hipertensi pulmonal.
Manajemen Perioperatif Pada Pasien Hipertensi Pulmonal

Klasifikasi Hipertensi Pulmonal Berdasarkan Hemodinamiknya: Secara


hemodinamik terdapat tiga klasifikasi dari hipertensi pulmonal yaitu
hipertensi pulmonal precapillary, hipertensi pulmonal postcapillary, dan
hipertensi pulmonal yang merupakan campuran dari keduanya
Hipertensi pulmonal precapillary ditandai dengan naiknya pulmonary vascular
resistance sebesar lebih dari sama dengan 3 wood units (WO) tanpa diikuti
kenaikan yang signifikan dari left atrial pressure (LAP) ataupun pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP) hal ini menandakan lokasi dari kenaikan
tekanan pulmonal terletak pada sebelah proksimal dari capillary bed yang
ada di arteri pulmonalis
Hipertensi pulmonal postcapillary ditandai dengan naiknya left atrial pressure
(LAP) yang terkait dengan gagal jantung kiri, keadaan ini dapat juga
menyebabkan kenaikan PAP dan PCWP (tapi PVR dan transpulmonary gradient
/ TPG tetap normal) dan karena adanya mekanisme backward akibat
meningkatnya LAP.
Hipertensi pulmonal mixed type diakibakan oleh hipertensi kronik vena
pulmonalis yang dapat dihubungkan oleh karean gagal jantung kiri
yang berakibat pada aktifitas remodeling pembuluh darah. Tipe ini
ditandai dengan naiknya PCWP > 15 mmHg, naiknya PVR lebih dari
samadengan 2.5-3.00 WU, dan TPG meningkat lebih dari 13.
Pemahaman mengenai hipertensi pulmonal precapilary, postcapilary
dan mixed type memberikan gambaran dalam penentuan terapi
hipertensi pulmonal
Komplikasi Perioperatif Pada Pasien Dengan
Hipertensi Pulmonal

1. Iskemia ventrikel kanan


2. Disfungsi ventrikel kanan
3. Membatasi penggunaan ventilasi tekanan positif
4. Hipotensi
Manajemen Anestesi Preoperatif
Manajemen anestesi preoperatif meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dimana kita
harus memberikan perhatian lebih terhadap adanya disfungsi ventrikel kanan
misalnya sesak napas dan kelelahan, serta riwayat pingsan dimana jika terdapat
riwayat pingsan merupakan pertanda pasien PAH memiliki prognosis yang buruk.
Selain itu terdapat tanda tanda lainya misalnya naiknya JVP, regurgitasi trikuspid,
gallop ventrikel kiri, hepatomegaly, ascites abdominal, edema perifer, ronki pada
paru yang mengindikasikan gagal jantung kiri.
Pemeriksaan lanoratorium rutin, EKG, ekokardiografi, foto Rontgen Thoraks, right
heart catheterization diperlukan pada pasien hipertensi pulmonal. EKG,
ekokasrdiografi dan foto rontgen berguna untuk melihat apakah terdapat kelainan
pada ventrikel kanan ataupun ventrikel kiri serta melihat struktur dan fungsi katub
jantung. Dapat juga dilakukan pemerikasan right sided heart catheterization untuk
mendapatkan karakterisasi hemodinamik paru.
Adanya disfungsi ventrikel kanan yang signifikan harus segera dievaluasi
mengenai kebutuhan untuk dilakukan pembedahan. Prinsip manajemen
anestesi meliputi mencegah terjadinya hipotensi dimana bersiko terjadinya
iskemia ventrikel kanan, mencegah terjadinya depresi miokardial, dimana
kontraktilitas yang berkurang akan menyebabkan gagal jantung ventrikel
kanan. Mencegah terjadinya elevasi akut/mendadak dari PAP karena
peningkatan resistensi arteri pulmonalis dapat menyebabkan gagal jantung
vetrikel kanan. Nyeri yang tidak terkontrol yang dapat meningkatkan tonus
simpatis, meningkatkan PVR dan depresi pernapasan
Manajemen anestesi intraoperatif

Pemasangan jalur intravena harus diperhatikan dengan teliti, pasien dengan


hipertensi pulmonal akan sangat sensitiv terhadap jumlah udara yang masuk
ke paru paru yang seharusnya pada pasien normal tidak menjadi masalah.
Cairan intravena yang dihangatkan dapat mencegah terjadinya hypoxic
pulmonary vasocontriction / HPV dan ventilasi perfusi mismatching.
Untuk oksigenasi, melalui jalur apapun pemberian oksigen harus adekuat,
karena oksigen berfungsi sebagai vasodilator pulmoner. Jika anestesi bukan
general anestesia sangat penting untuk memastikan patensi jalan napas.
Setelah jalan napas benar benar terjaga pasien hipertensi pulmonal
memerlukan FiO2 yang lebih tinggi, serta dibutuhkan hiperventilasi untuk
mencapai PaCO2 sebesar 30-35 mmHg, positive end expiratory pressure /
PEEP < 15 ( sebaiknya 5-10 cmH2O).
Pada tahap monitoring pasien hipertensi pulmonal dokter
anestesi harus memastikan pasien pada keadaan euvolemia
dimana selain kehilangan darah dokter juga harus
memperhitungkan evaporasi melalui kulit, pernapasan, dan
perdarahan yang tidak bisa diukur (tercecer di meja operasi).
Penggunaan indweling arterial catheter berguna untuk
memonitor tekanan darah sistemik pada teknik anestesi
general anestesi dan block regional, monitorng central venous
pressure sangat penting untuk mengetahui perubahan tekanan
pengisian ventrikel kanan dan keadaan new onset dari
perburukan regurgitasi trikuspid, pemasangan PA catheter
memiliki beberpaa keuntungan yaitu mengontrol PAP pada
pemberian terapi vasodilator , mengukur CO, mengkalkulasi
PVR.
Teknik general anestesia paling sering digunakan, pemberian
okigenasi 100% untuk mencapai konsentasi End-tidal diatas 90%
mencegah resiko terjadinya hipksemia, untuk agen induksi disukai
etomidate yang dikombinasikan dengan opiat, dikarenakan etomidat
memiliki efek samping minimal pada kontraktilitas miokardium.
Penggunaan propofol dan sodium pentothal harus dihindari karena
menurunkan tekanan darah sistemik dan kontraktilitas jantung.
Ketamin menurunkan PVR dan meningkatkan SVR sehingga dapat
menjadi obat pilihan pada anak dengan kelainan jantung kongenital.
Intubasi harus dilakukan oleh orang yang profesional secara cepat
dan halus. Penggunaan IV atau nebulisasi milrinone atau
epoprostenol, nitrogliserin IV, nitrir oksid inhalasi , nebulisasi
epoprostenol atau iloprost dapat digunakan sebelum induksi untuk
mencegah respon hipertensi pulmonal
Majanemen anestesi postoperatif
Setelah dilakukan pembedahan pasien hipertensi pulmonal sebaiknya dirawat di
ICU karena kematian dapat terjadi kapan saja setelah beberapa hari
pembedahan, monitoring dilakukan secara invasive misalnya arterial line,
CVC atau pulmonary artery catheter dilakukan untuk menentukan menyebab
instabilitas hemodinamik. Perburukan klinis dan kematian pasca operasi
sering kali terjadi karena adanya pergeseran keseimbangan cairan, naiknya
tonus simpatis, meningkatnya vasokonstriksi pulmonal (misalnya asidosis,
hipoksia, hipotermia) dan tromboemboli pulmonal yang dapat menyebabkan
bertambah parahnya gagal jantung ventrikel kanan. Komplikasi pembedahan
yang paling bahaya adalah hipotensi sistemik yang disebabkan oleh gagal
jantung ventrikel kanan karena hipertensi pulmonal. Takiaritmia atrial harus
dilambatkan dengan penggunaan digoxin, amiodaron dan waspada akan
penggunaan diltiazem dan betablocker karena penggunaanya pada pasien
gagal ventrikel kanan parah akan membuat hipotensi. Penggunaan calcium
chanel blocker (verapamil) harus dihindari karena memiliki efek inotropik (-)
dan vasodilatasi pembuluh darah yang dapat memicu hipotensi.
Infeksi tidak bisa ditolerir oleh pasien dengan hipertensi pulmonal
dimana kontraktilitas ventrikel kanan nya minimal. Keadaan
anemia juga akan meningkatakan kerja ventrikel kanan dan
harus dikoreksi secara signifikan. Pemberian oksigen yang
adekuat merupakan suatu kebutuhan karena terdapat efek
vasodilatasi pulmonal yang sangat berguna pada pasien
hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan. Keadaan asidemia
dapat meningkatkan PVR oleh karena itu jika terdapat asidosis
harus segera dikoreksi, dalam pengertian ini keadaan alkalemia
ringan merupakan suatu keuntungan bagi pasien hipertensi
pulmonal post operative. Asidosis respiratorik harus dihindari
dimana target dari PaCO2 adalah < 30-35 mmHg dan koreksi dari
asidosis metabolik memiliki target PH > 7.4 . menghindari
keadaan hipotermia merupakan suatu hal keharusan dimana suhu
tubuh pada keadaan 37 derajat celcius.
Pada pasien hipertensi pulmonal dengan hipertrofi ventrikel kiri
agak bergantung pada kecukupan cairan (preload) dan tidak bisa
mentolerir pengurangan cairan misalnya perdarahan, hal ini
disebabkan ventrikel kanan lebh responsive pada kekurangan
cairan daripada ventrikel kiri, dan volume loading yang
berlebihan juga merugikan seperti yang dikatakan sebelumnya.
Pemeliharaan tekanan darah sistolik dengan obat obatan
inotropik dan vasopresor untuk menambal kehilangan darah
sangat penting diberikan bila pasien membuthkan. Untuk pasien
yang yang bernapas spontan , nilai CVP yang berkisar antara 5-
10 mmHg adalah keadaan yang optimal .
Untuk agen vasodilator yang paling baik pada manajemen perioperatif
untuk mengurangi PVR pada pasien yang akan jatuh pada keadaan
ADRVF adalah agen inhalan seperti nitit oxid inhalasi (iNO) akan tetapi
iNO memiliki efek toksik terhadap metabolik, maka sambil sedikit sediki
mengurangi iNO dapat mulai diberikan sildenafil. Beberapa prinsip
pemberian vasodilator untuk mendilatasi pembuluh darah pulmonal
harus tetap dijaga: 1. Prostanoid umumnya hanya sesuai untuk
hipertensi arteri pulmonalis atau hipertensi pulmonal tipe 1 berdasar
kriteria WHO. 2. Selektiv vasodilator pulmonal baik oral inhalasi
maupun intravena (kecuali sildenafil) dapat memperburuk gagal jantung
kiri dan hipertensi vena pulmonalis. 3. Pemberian secara sistemik
vasodilator pulmonal dapat memperburuk hipoxemia melalui V/Q
missmatch dan juga berpotensi menjadikan hipotensi , jadi obat obat
sistemik vasodlator pulmonal harus dihindari.
Manajemen pada pasien hipotensi pada pasien hipertensi
pulmonal dengan disfungsi ventrikel kanan, pemeberian
norepinefrin dan vasopressin secara umum lebih diminati dari
pada agonist alfa murni seperti phenylephrin. Pada pasien
normotensi yang memerlukan terapi penunjang inotropik bagi
gagal jantung ventrikel kiri pemberian dobutamin disukai
karena efek meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan
meningkatkan cardiac output, pemberian dopamin dapat
membuat takikardi. Inodilator milrinone sangat berguna bagi
pasien dengan gagal jantung ventrikel kiri dan hipertensi
pulmonal.
Kesimpulan
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang progresif oleh karena
peningkatan resistensi vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya
fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan.
Hipertensi pulmonal merupakan masalah kompleks yang ditandai dengan
tanda-tanda dan gejala tidak spesifik dan memiliki banyak penyebab
potensial. Ini dapat didefinisikan sebagai suatu tekanan sistolik arteri paru-
paru yang lebih besar dari 30 mm Hg atau tekanan arteri paru-paru berarti
lebih besar dari 20 mm Hg.
Data yang menginformasikan angka morbiditas dan mortilitas pada pasien
hipertensi pulmonal yang mengalami pembedahan saat ini masih sedikit,
berdasarkan data yang ada angka morbiditas pasien dengan hipertensi
pulmonal adalah 42% dan angka mortalitas adalah sebesar 18% dan komplikasi
yang mungkin timbul mencakup hipotensi, penurunan respirasi, gagal jantung
ventrikel kanan yang dapat terjadi saat intraoperative maupun postoperative,
oleh karena itu pasien hipertensi pulmonal yang akan dilakukan pembedahan
harus mendapatkan tatalaksana perioperatif yang komprehensif.
Daftar pustaka
McGlothlin, Ivascu, Heerdt. 2012. Anesthesia and Pulmonary Hypertension. University of
california san fransisco. Elsevier: 2012, p: 199-214.
Minai, Yared, Kaw, Subramaniam, Nicholas. 2013. Perioperative risk and management in patients
with pulmonary hypertension. CHEST: p329-338
Arsyad, Z. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer, Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3.
jakarta: FKUI. Hal ; 1072.

Capture 17. Pulmonary hypertension.


www.nlm.nih.gov/medlineplus/pulmonaryhypertension.html

Chad, D. dan Pritts. 2010. Anesthesia for patients with pulmonary hypertension. Stanford
University, Stanford, California, USA. 2010, 23:411416

Diah, M., Ghanie A,. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3 Edisi 3. Jakarta: FKUI. Hal ; 1697-1702.
Georg, Mirko, dan Ardechir. 2002. HIV-associated Pulmonary Hypertension

Guidelines. 2009. Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension.
European Heart Journal 30, 24932537.

Jean, P et al. 2004. Pulmonary Arterial Hypertension Related to HIV Infection: Improved
Hemodynamics and Survival Associated with Antiretroviral Therapy. by the Infectious Diseases
Society of America. All rights reserved. 1058 4838/2004/3808-0023

Lubis, A. 2010. 2010. Manifestasi kasrdiovaskular penderita HIV. Medan

Marius, Michael, dan Christian. 2004. Portopulmonary hypertension and Hepatopulmonary


syndrome. THE LANCET Vol 363 di update May 1, 2004, disadur 15 november 2017

Nauser, D. & Steven, W. 2001. Diagnosis and Treathment of Pulmonary Hypertension. Amerika:
Amerika Family Physician.

Nasrul, A. 2008. Hipertensi Pulmonal Primer. Padang: RS dr. M Djamil Padang


Rosenkranz. 2007. Pulmonary hypertension current diagnosis and treatment. Clin
Res Cardiol 96:527541 (2007) DOI 10.1007/s00392-007-0526-8.

Saunders, Constable, Heath, D., Smith. 2012. Pulmonary hypertension


complicating portal vein thrombosis. Thorax, 1979, 34, 281-283

Trenton dan Steven. 2001. Diagnosis and Treatment of Pulmonary Hypertension.


University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas. MAY 1, 2001 /
VOLUME 63, NUMBER 9

Anda mungkin juga menyukai