Anda di halaman 1dari 52

REFERAT

MORBUS HANSEN
OLEH:
FANNY FADHILATUNNISA 2012730040

PEMBIMBING:
dr. HERYANTO, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
MORBUS HANSEN

DEFINISI Suatu penyakit granulomatosa kronis pada


manusia yang disebabkan Mycobacterium
leprae yang bersifat obligat intraseluler.
EPIDEMIOLOGI
• Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah
kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan
jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita
baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013).
• Frekuensi tertinggi pada kelompok umur 25 - 35
tahun
• Laki-laki > Wanita
ETIOLOGI

– Penyebab penyakit adalah Mycobacterium leprae


– Ukuran 3 – 8 μm x 0,5 μm
– Kuman ini bersifat obligat intrasel, aerob, berbentuk batang
gram positif.
– Mycobacterium leprae dapat bereproduksi maksimal pada
suhu 27°C – 30°C, tidak dapat dikultur secara in vitro,
menginfeksi kulit dan sistem saraf kutan.
– Dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan
makrofag kulit.
– Tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebih dingin, dan
tidak mengenai area yang hangat.
Mikobakterium leprae
Mikobakterium leprae
ETIOPATOGENESIS

Mycobacterium leprae.
Sebaliknya SIS rendah
(Gram positif, obligat memberikan gambaran 
intraseluler, dan basil tahan Lepromatosa
asam)

Bila SIS baik akan tampak


Bila kuman M.leprae masuk
gambaran klinik ke arah 
ke dalam tubuh seseorang
Tuberkuloid

Dapat timbul gejala klinis Bentuk tipe klinis bergantung


sesuai dengan kerentanan pada sistem imunitas seluler
orang tersebut. (SIS) penderita.
KLASIFIKASI
Menurut Ridley dan Jopling

• TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang • BL : Bordeline lepromatosa


stabil • Li : Lepromatosa indefinite
• Ti : Tuberkuloid indefinite • LL : Lepromatosa polar, betuk
• BT : Bordeline tubercoloid yang stabil
• BB : Mid bordeline
Zona Spektrum Kusta Menurut Macam Klasifikasi

Klasifikasi Zona Spektrum Kusta


Ridley &
TT BT BB BL LL
Jopling

Madrid Tuberkuloid Bordeline Lepromatosa

WHO PB MB

Puskesmas PB MB

Multibasilar  banyak kuman dengan tipe LL, BL dan BB


Pausibasilar  sedikit kuman dengan tipe TT, BT dan I dan
BTA NEGATIF pada slit skin smear
Gambaran Klinis,Bakteriologik, dan Imunologik oleh
Kusta, Multibasilar (MB)
Sifat Lepromatosa (LL) Bordeline Mid Bordeline (BB)
Lepromatosa(BL)
Lesi : Makula Makula Plakat
Bentuk Infitrat ulkus Papul Dome-shaped (kubah)
Papul Plakat Punched-out
Nodus
Jumlah Tidak Terhitung, praktis Sukar dihitung, masih Dapat dihitung,kulit
tidak ada kulit sehat ada kulit sehat. sehat jelas ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak
berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak ada sampai tidak Tak jelas Lebih jelas
jelas
BTA
- Lesi Kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
- Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
Gambaran Klinis,Bakteriologik, dan Imunologik oleh
Kusta, Pausibasilar (PB)
Sifat Tuberkuloid (TT) Bordeline Tuberkuloid (BT) Indeterminate (I)

Lesi : Makula saja Makula dibatasi infiltrat Hanya makula


Bentuk Makula dibatasi infiltrat Infiltrat saja

Jumlah Satu, dapat beberapa Beberapa atau satu Satu atau beberapa
dengan satelit
Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi
Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus agak berkilat
Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat
tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tidak
jelas
BTA
- Lesi Kulit Hampir selalu negatif Negatif atau hanya 1+ Biasanya negatif
Tes Lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Bagan Diagnosis Klinis Menurut
WHO 1995
Pausibasilar (PB) Multibasilar
- 1-5 lesi - >5 lesi
1. Lesi kulit hipopigmentasi/eritema - distribusi lebih simetris
(makula datar, papul - distribusi tidak simetris - hilangnya sensasi
yang meninggi, nodus) - hilangnya sensasi yang kurang jelas
jelas - banyak cabang saraf
2.Kerusakan saraf
(menyebabkan
hilangnya - hanya satu cabang
- banyak cabang saraf
sensasi/kelemahan otot saraf
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena).
Bagan Diagnosis Klinis Menurut
WHO 1995
3.Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif

Unilateral atau bilateral


4.Distribusi Bilateral simetris
asimetris

5.Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap


6.Batas bercak Tegas Kurang tegas
7.Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
8.Deformitas Proses terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut

Madarosis, hidung pelana,


9.Ciri-ciri khas - wajah singa, ginekomastia
pada laki-laki
GAMBARAN KLINIS

Kelainan kulit pada penyakit kusta dapat berbentuk


bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerahan
(eritema) yang mati rasa (anastesi). Terdapat
penebalan saraf tepi dan gangguan fungsi saraf,
dapat berupa gangguan fungsi sensoris (mati rasa),
gangguan fungsi motorik (kelemahan atau
kelumpuhan), dan gangguan fungsi otonom (kulit
kering dan retak-retak).
BENTUK LESI KULIT PADA MH
BENTUK LESI KULIT PADA MH
DIAGNOSIS

Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis,
bakterioskopis, dan histopatologis, dan serologis.
Bila kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh seseorang dapat
timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.
Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS)
penderita.
Bila SIS baik akan tampak gambaran klinik ke arah -->
tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran -->
lepromatosa.
PEMERIKSAAN SARAF
Saraf Perifer
N. fasialis
N. aurikularius magnus perlu dinilai
N. ulnaris
N. medianus
N. radialis - pembesaran
N. poplitea lateralis - konsistensi
N. tibialis posterior - nyeri -/+
PEMERIKSAAN SARAF
PEMERIKSAAN SARAF
PEMERIKSAAN SARAF
PEMERIKSAAN SARAF

Tes Motorik (Paresis / Paralisis)


GEJALA KLINIS

KERUSAKAN SARAF

Sensoris Motoris Otonom

Anastesi Paresis/Paralisis Kulit Kering


PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Membantu menegakkan diagnosis
Pengamatan pengobatan
Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA)
antara lain dengan Ziehl-Neelsen.
Bakterioskopik negatif pada seseorang penderita, bukan berarti orang tersebut
tidak mengandung kuman M.leprae.
Pengambilan sampel diambil dari daerah cuping telinga kanan dan kiri, dan dari
2-4 lesi kulit lainnya yang paling aktif (paling eritematosa dan infiltrat)
M. leprae terlihat merah
solid : batang utuh hidup
fragmented : batang terputus
Granular : butiran mati
PEMERIKSAAN BTA

• Indeks Bakteri (IB) ialah jumlah seluruh basil yang hidup (solid) dan yang
mati (batang yang terputus/fragmented atau berbutir granular).
• Indeks Morfologi ialah persentase jumlah basil hidup dibandingkan dengan
seluruh basil (basil hidup dan mati)
SKALA LOGARITMIK RIDLEY

• 0 : tidak didapatkan basil dalam 100 lapang


pandang
• 1+ : 1 – 10 basil/100 lapang pandang
• 2+ : 1 – 10 basil/10 lapang pandang
• 3+ : 1 – 10 basil/lapang pandang
• 4+ : 10 – 100 basil/lapang pandang
• 5+ : 100 – 1000 basil/lapang pandang
• 6+ : > 1000 basil/lapang pandang
PEMERIKSAAN PENUNJANG

2. Pemeriksaan Histopatologik
Tipe tuberkuloid : tuberkel dan kerusakn saraf yang lebih nyata,
tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non-solid
Tipe lepromatosa : terdapat suatu daerah langsung di bawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik, didapati sel Virchow
dengan banyak kuman

3. Pemeriksaan Serologik
Antibodi spesifik M. leprae yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1
(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD
Antibodi yang tidak spesifik : antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM)
DIAGNOSA BANDING

Penyakit Kusta ~ The Greatest Immitator

Dermatofitosis

Tinea versikolor

Pitiriasis alba

Pitiriasis rosea

Psoriasis

Neurofibromatosis
Regimen pengobatan kusta disesuaikan den
gan yang direkomendasikan oleh
WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi
PENGOBATAN kusta disederhanakan menjadi :
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)

Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan: regimen


pengobatan PB lesi (2-5). PB dengan lesi 2 – 5.
Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9)
bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From
Treatment) yaitu berhenti minum obat.

• MB dengan lesi > 5. Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan


selama 12-18 bulan.
• Setelah selesai minum 12 dosisi obat ini, dinyatakan RFT (Realease From
Treatment) yaitu berhenti minum obat.
• Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe PB
selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun. Jika bakterioskopis tetap
negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari
pengamatan atau disebut Release From Control =(RFC)
PENGOBATAN
Non medikamentosa :

Edukasi mengenai penyakit dan rencana pengobatan


bekepanjangan
Teratur meminum obat dan kontrol setiap bulan
Menjaga hygiene sepeti mengganti baju dan mandi setiap kali
berkeringat
Menjaga kontak dengan orang lingkungan sekitar untuk mencegah
penularan
Menjaga kebersihan lesi dari luka atau kotoran, dengan
melakukan pengecekan setiap hari
Selalu memakai kaos kaki dan sarung tangan sebagai upaya
pencegahan terjadi deformitas
Memakai kaca mata untuk melindungi matanya
Tangan dan kaki direndam, disikat, dan diminyaki agar tidak
kering dan pecah
Tanggap akan efek samping obat dan reaksi obat dan segera
berobat ke dokter
REAKSI KUSTA

Interupsi dengan episode akut pd perjalanan penyakit kusta yg kronik


Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi

REAKSI Ditentukan respons Antigen M. leprae + AB


ENL
KUSTA imun humoral (igM, igG) + Komplemen

Ditentukan respons Terjadi pada


Reversal
imun selular pengobatan
tahun kedua
Terjadi pada tipe
borderline Kompleks imun dapat
menginfiltrasi organ lain :
Pada pengobatan 6 Iridosiklitis (uvea/mata)
bulan pertama Neuritis (saraf)
Limfadenitis (limfanodus)
Artritis (tulang)
Orkitis (testis)
Nefritis (ginjal)
No Gejala dan Reaksi 1 (reversal) Reaksi 2
Tanda (ENL)
1 Tipe Kusta Dapat terjadi pada tipe PB atau MB Hanya pada tiper MB

2 Waktu Biasanya segera setelah pengobatan Biasanya setelah mendapatkan


Timbulnya pengobatan yang lama, umumnya
lebih dari 6 bulan
3 Keadaaan Umumnya baik, demam ringan atau tanpa Ringan sampai berat disertai
Umum demam kelemahan umum dan demam
tinggi
4 Peradangan Bercak kulit lama-lama mejadi lebih merah, Timbul nodus kemerahan, lunak
di Kulit bengkak, berkilat dan hangat. Kadang dan nyeri tekan. Biasanya pada
hanya pada sebagian lesi. Dapat timbul lengan dan tungkai. Nodus dapat
bercak baru. pecah.
5 Saraf Sering terjadi, umumnya berupa nyeri saraf Dapat terjadi
dan atau gangguan fungsi saraf. Silent
neuritis (+)
6 Udema pada (+) (-)
ekstremitas
7 Peradangan Anestesi kornea dan lagoftalmus karena Iritis, iridosiklitis, glaucoma, katarak
pada mata keterlibatan N. V dan N. VII
8 Peradangan Hampir tidak ada Terjadi pada testis, sendi, ginjal,
pada organ KGB, dll
REAKSI LEPRA
PENGOBATAN REAKSI LEPRA

Prinsip Pengobatan :
1. Pemberian obat anti reaksi
2. Istirahat atau imobilisasi
3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri
4. MDT diteruskan
REAKSI LEPRA

Reaksi ENL
Ringan rawat jalan, istirahat
Berat rawat inap
Obat :
Prednison 15 – 30 mg/hr berat/ringan reaksi
Klofazimin 200 – 300 mg/hr
Thalidomide pilihan pertama namun teratogenik,
di Indonesia (-)
PENGOBATAN REAKSI LEPRA

Reaksi Reversal
Neuritis (+)
Prednison 40 mg/hr (tapering off)
Analgetik + sedatif
Anggota gerak yang terkena istirahatkan

Neuritis (-)
Kortikosteroid (-)
Analgetik kalau perlu
SKEMA PEMBERIAN
PREDNISON

Minggu Pemberian Dosis Harian

Minggu 1 – 2 40 mg

Minggu 3 – 4 30 mg

Minggu 5 – 6 20 mg

Minggu 7 – 8 15 mg

Minggu 9 – 10 10 mg

Minggu 11 – 12 5 mg
ENL yang berat dan berkepanjangan dan terdapat
ketergantungan pada steroid (pemberian prednison
tidak dapat diturunkan sampai 0), perlu ditambahkan
lampren/klofazimin dengan skema dosis :

 300 mg/hari atau 3 x 100 mg selama 2 – 3 bulan, bila ada


perbaikan diturunkan :
 200 mg/hari atau 2 x 100 mg selama 2 – 3 bulan, bila ada
perbaikan diturunkan :
 100 mg/hari selama 2 – 3 bulan, selanjutnya :
 Kembali ke dosis semula 50 mg/hari
REAKSI LEPRA
PROGNOSIS

Bergantung pada seberapa luas lesi dan


tingkat stadium penyakit. Kesembuhan
bergantung pula pada kepatuhan pasien
terhadap pengobatan. Terkadang asien dapat
mengalami kelumpuhan bahkan kematian, serta
kualitas hidup pasien menurun.
…Terima Kasih
DAFTAR PUSTAKA
– Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi. Editor : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI;
2016.
– Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
– Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, et al, eds. Fitzpatrick’s
Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.
– Wisnu IM, Menaldi SL, Daili ESS. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical
Multimedia Indonesia
– Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H. Kusta. Jakarta: FKUI; 2003
– Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Unsri. Kelainan Mata pada Penyakit Kusta. Palembang; 2014
– Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta; 2012.
– Gunawan D, Wijaya LV, Elly E, Kartini A. Kasus Kusta Multibasiler Tipe Borderline Lepromatous Pada
Geriatri Yang Diterapi Dengan Rejimen Rifampisin-Klaritomisin. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Universitas Sam Ratulangi : Manado; 2011
– Kusumastanto VA, Esti PK. Sindrom Dapson pada Pasien Morbus Hansen. Kalbemed: Jakarta; 2015
– Kosseifi SG, dkk. The Dapsone Hypersensitivity Syndrome revisited: a potentially fatal multisystem
disorder with prominent hepatopulmonary manifestations. Journal of Occupational Medicine and
Toxicolog : Johnson City USA; 2016

Anda mungkin juga menyukai