NIM :03012215 PENDAHULUAN • Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras dan lunak wajah • Menejemen jalan nafas untuk pasien dengan trauma maxilofacial sulit dilakukan karena trauma pada jalan intubasi • Trauma maksilofasial merupakan masalah klinis yang serius, karena memiliki keterkaitan anatomi yang sangat penting dan spesifik dengan otak, sistem pencernaan, dan pernapasan bagian atas Trauma Maxilofasial PENETRATING • Akibat penusukan • Ledakan BLUNT • Luka tembak • Kecelakaan bermotor • Kekerasan fisik • Kecelakaan olahraga • Kecelakaan kerja • Terjatuh Dari 1025 pasien dengan trauma maksilofasial sebesar 1,7% memerlukan penatalaksanaan jalan napas definitif akibat obstruksi jalan nafas.
Mayoritas pasien dengan trauma maksilofasial
dapat bernapas dengan normal tanpa adanya obstruksi jalan nafas dan hanya memerlukan pemantauan oksigenasi sederhana melalui pengukuran oksimetri Menejemen emergensi Eastern Association for the Surgery of pasien dengan trauma Trauma maksilofasial sering disertai cedera tulang cervikal dan cedera kepala
Protokol dari intubasi pada semua pasien
Advanced Trauma dengan Glasgow Coma Scale Life Support (GCS) 8 atau kurang Pemeriksan LEMON untuk Intubasi yang Sulit • L=look externally (perhatikan hal-hal yang dapat menyebabkan kesulitan intubasi atau ventilasi) • E=Evaluate 3-3-2 -3 jari membuka mulut -3 Fingers Hypomental Distance (3 jari diantara ujung dagu sampai awal permulaan leher) -2 jari diantara puncak tiroid sampai dengan dasar mandibula (bagian atas leher) • M=Mallampati • Kelas I = tampak palatum mole, palatum durum, uvula, pilar anterior dan posterior. • Kelas II = tampak palatum mole, palatum durum, dan uvula • Kelas III = tampak palatum mole dan dasar uvula • Kelas IV = tidak tampak palatum mole • O=Obstruction (obstruksi airway membuat tindakan laringoskopi dan ventilasi sulit dilakukan. • N=Neck mobility( hal ini merupakan syarat yang vital untuk keberhasilan intubasi) • Obstruksi jalan nafas pada trauma maxilofasial bisa disebabkan oleh : a) Perdarahan yang luas b) Edema atau hematom faring c) Prolaps maksila d) Pangkal lidah jatuh kebelakang Menejemen Airway Metode menejemen jalan nafas pada pasien trauma maxilofasial adalah: • Manual inline stabilization • Rapid sequence intubation • Intubasi orotrakeal dengan laringoskop Ketiga metode diatas sudah teruji keberhasilannya dan aman. MENEJEMEN AIRWAY Manual in-line stabilization telah terbukti aman dan efektif dalam memproteksi tulang cervikal selama tindakan laringoskopi intubasi berfungsi untuk membatasi gerakan kepala yang terjadi selama laringoskopi langsung. Rapid Sequence Intubation (RSI) • suatu prosedur tehnik intubasi yang dilakukan setelah preoksigenisasi, kemudian induksi dengan menggunakan obat induksi yang poten lalu diikuti pemberian obat pelumpuh otot dengan kerja cepat. Intubasi Orotrakeal dengan laringoskop direk Visualisasi pada saat menggunakan laringoskop dapat dipertajam dengan cara: a) Penekanan terhadap kartilago krikoid oleh asisten. b) Gum elastik bougie c) Video laringoskop (glidescope) d) Bronkoskopi fiberoptik • Berfungsi memberikan visualisasi pada saat intubasi • Fiberoptic Bronchoscopic Intubation (FBI) merupakan teknik intubasi dengan bantuan bronkoskop fleksibel. Dimana pipa dari fiberoptic scope dimasukkan kedalam endotracheal tube, yang selanjutnya ETT dimasukkan ke dalam trakea dengan panduan fiberoptic scop Bronskoskopi fiberoptik yang dipasang ETT Laryngeal Mask Airway • LMA memiliki cuff yang dapat menutup hipofaring sehingga dapat mencegah aspirasi pendarahan dari kepala • Mudah dan cepat digunakan untuk menangani gangguan jalan nafas Intubating Laryngeal Mask Airway • Sama dengan LMA,namun alat ini memiliki lubang untuk dimasukkan ETT • Sangat membantu pemasangan ETT apabila gagal dengan laryngoskop ESOPHAGEAL/TRACHEAL COMBTUBE Memiliki 2 lumen dan dua balon yang dapat dimasukan ke dalam esofagus. • Balon kecil yang terdapat di distal dapat mengembang dan menutup kerongkongan dan mencegah aspirasi • Balon besar menutupi orofaring dan memungkinkan ventilasi melalui lubang diantara balon Intubasi Retrograde
merupakan jalan masuk dari endotracheal tube
yang dibantu oleh guide wire melalui membran krikotiroid menuju jalan nafas atas dengan cara retrograde Trakeostomi dan krikotirotomi Trakeostomi dan krikotirotomi merupakan teknik pembuatan jalan nafas pintas yang bersifat sementara. Trakeostomi dapat dilakukan secara elektif maupun dalam keadaan gawat darurat, dengan jenis insisi trakea yang bervariasi. Krikotirotomi biasanya dilakukan dalam keadaan darurat dengan waktu yang lebih singkat tapi tidak tanpa resiko. Indikasi trakeostomi
1. Pintas (bypass) Obstruksi jalan nafas atas
2. Membantu respirasi untuk periode yang lama 3. Membantu bersihan sekret dari saluran nafas bawah 4. Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi 5. Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher sehingga memudahkan akses dan fasilitas ventilasi. 6. Untuk elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher 7. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya stenosis subglotis. Trakeostomi dan krikotirotomi • Krikotiroidotomi atau trakeotosmi dengan anastesi lokal merupakan pilihan yang relatif aman dala mengelola jalan napas. • Indikasi krikotiroidotomi:fraktur servikal, muntah yang berlebihan, perdarahan yang banyak, sulit melihat plica vokalis. TRAKEOSTOMI
Pasien posisi supine dan
meletakkan ganjal diantara Insisi secara horizontal sepanjang tulang belikat sehingga leher 4-6 cm dilakukan 1-2 cm dibawah hiperekstensi.posisi trakea lebih kartilago krikoid tinggi dari dadan
istmus tyroid kemudian ditarik
keatas dengan retarktor vena dan akan tampak cincin trakea ke-2, 3 dan 4
Blade no.11 kemudian
digunakan untuk membuat Dengan menggunakan jarum hypodermic yang berisi jendela pada trakea, insisi 1-2ml cocain 10% atau tetracain 2%,diinjeksikan horizontal 5-8 mm diatas cincin pada lumen trakea, udara yang terlihat saat trakea 2,3 atau 4.Insisi jarum ditarik memastikan bahwa ujung jarum diteruskan kebawah melewati berada didalam lumen trakea. cincin trakea Kanul trakeostomi yang sebelumnyatelah disiapkan kemudian dimasukkan kedalam stoma. Ujung bawah kanu ltidak boleh mencapai karina. Kanultrakeostomi kemudian difiksasi. Anak kanul dipasang dan kasa dipasang dibawah kanulsekitar stoma KESIMPULAN Tatalaksana jalan napas pada pasien dengan trauma maksilofasial sangat kompleks dan menantang. Pertimbangan klinis, keahlian dan pengalaman yang tinggi sangat dibutuhkan pada kasus-kasus kegawatdaruratan. Penanganan trauma maksilofasial membutuhkan kerjasama multidisipliner antara dokter anestesi, dokter bedah mulut, dokter THT, dokter bedah umum, dan dokter bedah saraf. Perlu diingat, bahwa waktu dan pengambilan keputusan terkait pengelolaan jalan napas seringkali membawa perbedaan yang bermakna antara hidup dan matinya pasien trauma maksilofasial, juga antara yang ahli dan berpengalaman dengan yang kurang mahir. TERIMAKASIIIH…