Anda di halaman 1dari 26

Dosen Pengasuh

Ir. H. Maulana Yusuf, MS., MT

Kepala Pusat Penelitian Tata Ruang


Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya
Mengapa Hukum Diperlukan?

 Menurut Masriani (2006) bahwa hukum dalam arti


luas sama artinya dengan aturan, kaidah, atau norma
 Norma itu sangat luas, karena seluruh alam semesta
ini diatur oleh norma-norma tertentu, sehingga alam
ini menjadi tertib dan teratur
 Norma atau kaidah adalah petunjuk hidup, yaitu
bagaimana seharusnya kita berbuat, bertingkah laku,
tidak berbuat, dan tidak bertingkah laku di dalam
masyarakat
 Dengan demikian, norma atau kaidah tersebut berisi
perintah atau larangan dimana setiap orang
hendaknya mentaati norma atau kaidah agar
kehidupan dapat tentram dan damai
 Menurut Purwacaraka dan Sukanto dalam Masriani
(2006) menyatakan bahwa kaidah adalah patokan
atau ukuran ataupun pedoman bertingkah laku atau
bersikap tindak dalam kehidupan bermasyarakat
 Hukum merupakan seperangkat norma atau kaidah,
tetapi kaidah itu bermacam-macam tetapi tetap
sebagai satu kesatuan
 hukum pada pokoknya adalah serangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang sebagai anggota
masyarakat, bertujuan untuk keselamatan,
kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat
 Pengertian Peraturan Perundang-undangan : adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
hukum
Posisi Peraturan Perundang-undangan
dalam Hukum
Sumber Hukum
 Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan
untuk penyusunan Peraturan Perundang-undangan

 Sumber hukum terdiri atas hukum tertulis dan hukum


tidak tertulis

 Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila


sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945
 Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang
menentukan kaidah hukum yang terdiri atas :
- Perasaan hukum seseorang atau pendapat umum
- Agama
- Kebiasaan
- Politik hukum dari pemerintah
 Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber
dari suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum yang
berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan hukum itu berlaku. Sumber hukum formil
tersebut dapat dibagi beberapa sumber, yaitu :
- Undang-undang
- Kebiasaan
- Keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi)
- Traktat
- Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Penggolongan Hukum
 Hukum Pidana
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
hubungan anggota masyarakat dalam rangka
terjadinya suatu kejahatan atau pelanggaran,
seperti : pembunuhan, pencurian, dan
penganiayaan. Pengambilan sumberdaya mineral
tanda surat izin dari pemerintah termasuk hukum
pidana
 Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan anggota masyarakat dalam rangka
terjadinya sesuatu ikatan hukum, seperti : jual beli,
perkawinan, sewa menyewa dan sebagainya
 Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum yang mengatur
hubungan anggota masyarakat dalam rangka
susunan adat kebiasaan setempat, seperti :
pengaturan mengenai tanah, pengaturan
mengenai perkawinan, peraturan mengenai
pelanggaran-pelanggaran dan sebagainya
 Hukum Islam
Hukum islam adalah hukum yang mengatur
hubungan anggota masyarakat berdasarkan
ketentuan-ketentuan islam secara
keseluruhan, seperti : hukum warisan, hukum
perkawinan, hukum mengenai harta suami
istri, dan sebagainya
 Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara adalah peraturan-
peraturan yang mengatur cara-cara petugas-
petugas negara mengurus pemerintahan dan
mengurus anggota masyarakat dalam negara
tersebut, seperti : pemberian Izin Usaha
Pertambangan (IUP) dan pengawasan-
pengawasan oleh pejabat pertambangan atas
pekerjaan pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP). Hukum administrasi negara mengatur
negara dalam kondisi dinamik
 Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana susunan negara dan
peralatannya dan mengatur wewenang dari
peralatan negara tersebut, seperti : kewenangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan
sebagainya. Hukum tata negara mengatur
negara dalam kondisi statis
 Hukum Perburuhan
Hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan
yang mengatur hak dan kewajiban dari buruh
atau pekerja dan hubungan pekerja dengan
pekerja maupun hubungan pekerja dengan
majikan, seperti : peraturan pensiun pekerja,
peraturan cuti pekerja, dan sebagainya
 Hukum Antar Negara
Hukum antar negara adalah
peraturan-peraturan yang dibuat
dalam rangka kerjasama antar negara,
seperti : perbatasan dan sebagainya
Hirarki Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Undang-undang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

 Undang-Undang Dasar 1945


 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu)
 Peraturan Pemerintah

 Peraturan Presiden

 Peraturan Daerah
Batasan dan Ciri Peraturan Perundang-undangan
 Peraturan Perundang-undangan berupa keputusan
tertulis yang mempunyai bentuk atau format tertentu
 Dibentuk, ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang, baik ditingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Pejabat yang berwenang adalah
pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang
berlaku baik berdasarkan atribusi maupun delegasi
 Berisi aturan pola tingkah laku, jadi bersifat mengatur
dan tidak bersifat sekali jalan
 Mengikat secara umum (ditujukan kepada umum) dan
tidak ditujukan kepada perseorangan atau individu
tertentu
Azas Peraturan Perundang-undangan
 Kejelasan tujuan
 Kelembagaan atau organ pembentuk
yang tepat
 Kesesuaian antara jenis dan materi
muatan
 Dapat dilaksanakan

 Kedayagunaan dan kehasilgunaan

 Kejelasan rumusan

 Keterbukaan
Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

 Pengayoman
 Kemanusiaan

 Kebangsaan

 Kekeluargaan

 Kenusantaraan

 Bhineka Tunggal Ika

 Keadilan

 Kesamaan kedudukan dalam hukum dan


pemerintahan
 Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau

 Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan


Kerangka Peraturan Perundang-undangan

 Judul
- huruf kapital, tengah, tanpa tanda baca
 Pembukaan
- Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
- Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
- Konsiderans (Menimbang : berupa pokok-pokok
pikiran,
filosofis, yuridis, sosialis/politis)
- Dasar Hukum (Mengingat : kewenangan pembuatan
Peraturan Perundang-undangan, UU dll)
- Diktum (Dengan Persetujuan Bersama DPRRI dan
PRESIDEN RI, Memutuskan, Menetapkan, Nama
Peraturan Perundang-undangan)
 Batang Tubuh
- Ketentuan Umum
- Materi Pokok yang Diatur
- Ketentuan Pidana (jika ada)
- Ketentuan Peralihan (jika ada)
- Ketentuan Penutup
 Penutup

 Penjelasan (jika diperlukan)

 Lampiran (jika diperlukan)


Contoh Bentuk Rancangan Undang-undang
Pembahasan RUU di DPR
 Pembicaraan Tingkat I (Rapat Paripurna DPR)
- Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh menteri,
pada kesempatan ini menyampaikan
keterangan/penjelasan tentang RUU yang telah
diajukan lebih dahulu kepada Pimpinan DPR
dengan surat pengantar
- Apabila RUU tersebut berasal dari DPR (RUU Usul
Inisiatif DPR), maka kesempatan ini digunakan oleh
Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus atas
nama DPR untuk menyampaikan keterangan/penjelasan
tentang RUU Usul Inisiatif DPR
- Pemerintah yang diwakili oleh menteri menghadiri Rapat
Paripurna DPR dan memperhatikan eterangan/penjelasan
tersebut
 Pembicaraan Tingkat II (Rapat Paripurna DPR)
- Pimpinan Rapat Paripurna DPR dalam acara ini memberikan
kesempatan kepada para juru bicara fraksi-fraksi DPR untuk
menyampaikan Pandangan Umumnya masing-masing sebagai
tanggapan terhadap RUU dan keterangan/penjelasan
Pemerintah yang telah disampaikan dalam Pembicaraan
Tingkat I
- Pada giliran berikutnya, Pemerintah menyampaikan jawaban atas
Pemandangan Umum fraksi-fraksi DPR
- Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka pembicara pertama dalam
Pembicaraan Tingkat II adalah Pemerintah yang pada kesempatan ini
menyampaikan tanggapan terhadap RUU Usul Inisiatif DPR dan
keterangan/penjelasan Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia
Khusus DPR
- Pada giliran berikutnya, Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi/Panitia
Khusus DPR menyampaikan jawaban terhadap tanggapan Pemerintah
- Sementara itu Bamus menetapkan apakah Pembicaraan Tingkat II
mendatang dilakukan di dalam Rapat Komisi, Gabungan Komisi, atau
Panitia Khusus.
 Pembicaraan Tingkat III
- Pembicaraan Tingkat III adalah pembahasan RUU secara
mendalam didalam Rapat Komisi/Gabungan
Komisi/Panitia Khusus (sesuai dengan keputusan Bamus)
yang dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah
(menteri yang ditunjuk oleh Presiden)
- Kesempatan tersebut tidak menutup kemungkinan
diadakannya pembahasan intern Komisi/Gabungan
Komisi/Panitia Khusus, apabila dipandang perlu
- Pemerintah dapat menarik kembali RUU tersebut
sebelum berakhirnya Pembicaraan Tingkat III
 Pembicaraan Tingkat IV (Rapat Paripurna DPR)
- Pembicaraan Tingkat IV adalah tingkat pembicaraan terakhir yang
dilaksanakan oleh Rapat Paripurna DPR untuk mengambil keputusan
disetujui atau tidaknya RUU yang sudah dibaha oleh DPR
(Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus) bersama-sama dengan
Pemerintah
- Sebelum Rapat Paripurna DPR mengambil putusan tersebut, terlebih
dahulu Ketua Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus menyampaikan
laporan hasil pembicaraan RUU
- Kemudian dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada para juru
bicara fraksi-fraksi DPR untuk menyampaikan Pendapat Akhir masing-
masing
- Pendapat akhir pada dasarnya merupakan pernyataan putusan fraksi
terhadap RUU yang selama ini telah dibahas
- Dengan berakhirnya pendapat akhir fraksi-fraksi DPR, maka Rapat
Paripurna DPR mengambil putusan terhadap RUU tersebut
- Akhirnya Pemerintah mendapat kesempatan pula untuk menyampaikan
sambutannya sehubungan dengan putusan DPR tersebut
- RUU yang sudah disetujui oleh DPR, disampaikan dengan surat
pengantar Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi
Undang-Undang
Skema Pengajuan dan Pembahasan RUU
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai