Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Dermatitis Kontak Alergi

Pembimbing
Dr. Fitriyanti, Sp.KK

Oleh
Abdul Rahman Saputra Hsb, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
PENDAHULUAN

• Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan


oleh bahan atau substansi yang menempel pada
kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis
kontak alergik (DKA), Dermatitis iritan merupakan
reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului
proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak
alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu alergen.
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. E
• Umur : 26 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Broni
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Status Pernikahan : Menikah
• Suku Bangsa : Melayu
• Hobi : Travelling
Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit


dan Kelamin RSUD Raden Mattaher pada tanggal 9
Februari 2018.
Keluhan Utama :
kulit yang bersisik dan gatal pada tangan kanan dan
kiri yang semakin banyak sejak kurang lebih 3 bulan
SMRS

Keluhan tambahan:
Gatal dan perih tangan kanan dan kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang Kepoli Kulit dan Kelamin RSUD Raden


Mattaher Jambi dengan keluhan gatal di kedua tangan
muncul sejak ± 3 bulan yang lalu. Gatal dirasakan hilang
timbul dan tidak bertambah jika berkeringat. Awalnya
berupa kulit yang memerah saja pada bagian jari telunjuk
tangan kanan yang berkontak dengan sabun pencuci
piring. Kemerahan pada kulit tidak langsung muncul
melainkan setelah berkontak ulang dengan sabun
pencuci piring. Kemudian kulit yang memerah tersebut
mulai terasa gatal, merah dan kasar dan menebal pada
kedua tangan yang berkontak dengan sabun pencuci
piring.
• Tidak terasa nyeri, tidak pedih, tidak ada rasa
terbakar dan tidak panas. Pada permukaan kulit
terdapat kulit yang mengelupas atau bersisik. Pasien
mengaku kulit yang mengelupas atau bersisik dan
kering semakin banyak. Awalnya hanya pada jari
telunjuk tangan kanan, kemudian menyebar ke
seluruh jari tangan kanan dan kiri. Selama ini pasien
sudah berobat ke klinik kecantikan dan mendapat
lotion. Setelah memakai lotion tersebut pasien
mengaku gatal berkurang pada kedua tangan dan
jari – jari tangan, namun kulit yang mengelupas
semakin banyak.
Riwayat penyakit dahulu :

• Pasien sebelumnya pernah mengelukan keluhan yang


sama sekitar 7 bulan yang lalu. Riwayat dirawat di rumah
sakit sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit kulit
lainnya disangkal. Riwayat alergi makanan (-), Asma (-),
alergi makanan (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang
sama. Riwayat alergi dalam keluarga disangkal. Riwayat
penyakit kulit lainnya pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang ibu rumah tangga
PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis GCS 15
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 70 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala:
• Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),refleks cahaya (+/+),
pupil isokor
• THT : nyeri tekan tragus (-), sekret (-), deviasi (-), sianosis (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks
– Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
– Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-),gallop (-)
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior Inferior
• Akral Dingin : -/- -/-
• Sianosis : -/- -/-
• Oedema : -/- -/-
• CRT : <2” <2”
B. Status Dermatologi

Inspeksi
• Lokasi : Regio palmar dekstra dan sinistra
• Distribusi : simetris
• Konfigurasi :
– Regio Palmar dekstra : terdapat plak eritematosa,
berjumlah multiple, bentuk tidak teratur, sirkumskrip,
distribusi simetris, pada permukaan terdapat squama
putih, halus, selapis.
– Regio palmar sinistra : terdapat plak eritematosa,
berjumlah 5, bentuk tidak teratur, sirkumskrip, distribusi
simetris, pada permukaan terdapat squama, putih, halus,
selapis
• Palpasi : keras, permukaan rata, dan kulit mengelupas
atau bersisik
• Auskultasi : tidak dilakukan
1. Lain-lain :

A. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan
o Inspekulo : tidak dilakukan
2. Palpasi : tidak dilakukan
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

2.5 DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis atopi

2.6 DIAGNOSIS
Dermatitis kontak alergi
2.7 TERAPI
Terapi Umum
• Gunakan Sarung Tangan Ketika Mencuci
Terapi Khusus
• Sistemik : Loratadine 10 mg, 1 x 1 tab / hari
• Topikal : Hidrokortison 1% dioleskan pada lesi
2.8 PROGNOSIS

- Quo ad Vitam : Bonam


- Quo ad Fungtionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Bonam

2.9 PEMERIKSAAN ANJURAN


- Uji Tempel / Patch Test
BAB III
PEMBAHASAN

Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis
(peradangan kulit) yang timbul setelah kontak
dengan alergen melalui proses sensitisasi.
ETIOLOGI

bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang
juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi
mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus
Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac.
Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari
highly antigenic 3- enta decyl cathecols.
Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium
dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),
mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan
parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).
Predisposisi

Faktor eksternal:
 Potesi sensitisasi allergen
 Dosis per unit area
 Luas daerah yang terkena
 Lama pajanan
 Oklusi
 Suhu dan kelembaban lingkungan
 Vehikulum
 pH
Predisposisi

Faktor Internal/ Faktor Individu:


 Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan
stratum korneum.
 Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau
terpajan sinar matahari.
 Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun
misalnya mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih
berperan karena alergi nickel.
 Status higinie dan gizi
Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan


secara berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang,
seperti zat kimia yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai
struktur kimia yang sangat sederhana.
Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus
lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum
corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan
protein kulit.
Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel
kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit
secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan
terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan
limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons,
menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan terjadinya
radang yang ditimbulkan oleh limfokin.
Gejala Klinis

pruritus, kemerahan dan penebalan kulit yang


seringkali memperlihatkan adanya vesikel-
vesikel yang relatif rapuh.
Edema pada daerah yang terserang mula-mula
tampak nyata dan jika mengenai wajah,
genitalia atau ekstrimitas distal dapat
menyerupai eksema.
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesa
Data yang berasal dari anamnesis meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan
yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit
yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya
Penelusuran riwayat pada DKA

Demografi dan riwayat pekerjaan Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga Faktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit sebelumnya Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-
obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang spesifik Onset, lokasi, pengobatan


PEMERIKSAAN FISIK

Berbagai Lokasi Terjadinya DKA


Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya memasak makanan (getah
sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-
alergen), nikel (tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.

Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal, gagang
telepon.
Berbagai Lokasi Terjadinya DKA

Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna


pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa),
plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita,


alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.


dan tungkai
bawah
Pemeriksaan Penunjang

Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji
tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam
keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau
‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang
menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak
menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-
kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung
selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan
terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe
urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan
reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini
dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.
Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,
agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau
minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)
Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark) patch-
test.

A. Hasil uji positif terhadap


picaridin (KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif terhadap


methyl glucose diolate
(MGD) 10%.
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu
setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah
aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu
membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif
alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam
aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien
untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu
setelah aplikasi.
Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon
alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan
kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan
ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan
cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo).
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara:
1. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara biopsi dengan
pisau atau plong/punch.
2. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal tidak perlu
diikutsertakan.
3. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi primer yang belum
mengalami garukan atau infeksi sekunder.
4. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
5. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik biopsi lebih dari
satu.
6. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan subkutis.
7. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya formalin 10% atau
formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.
8. Lalu dikirim ke laboratorium
9. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE). Ada pula yang
menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.
10. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan
11. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2
cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi
dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis
epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak spesifik.
1. Epidermis:
 Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum korneum.
 Hiperplastik, akantosis yang luas.
 Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan
penonjol dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.
 Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul normal.
2. Dermis:
 Limfosit perivesikuler
 Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi
 Edema
Penatalaksanaan

Non medikamentosa
 Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih
dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan
menimbulkan infeksi
 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko
untuk terkena dermatitis kontak alergi
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat
melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan alergen
 Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak
mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal
yang merupakan penyebab alergi
Medikamentosa
Simptomatis
 Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan
0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk
menghilangkan rasa gatal
Sistemik
 Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
 Cetirizine tablet 1x10mg/hari
 Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500 mg/hari,
selama 5 hingga 7 hari
Topikal
 Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
Pencegahan

 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk


terkena dermatitis kontak alergi
 Menghindari substansi allergen
 Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
 Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan
sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air
 Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar
allergen
 Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah
dengan pakaian lain
 Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen
Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik,


sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh
faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis
numularisatau psoriasia). Faktor lain yang membuat
prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang
tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan
dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di
lingkungan penderita.
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit


sekunder oleh bakteri terutama Staphylococcus
aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta
perilaku menggaruk dapat dapat mendorong
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan
lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur.
Selain itu dapat pula menyebabkan eritema
multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah
warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis
(lichen simplex chronicus).
Kesimpulan
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis datang dengan
keluhan kulit yang mengelupas pada jari-jari tangan
kanan dan kiri yang semakin banyak sejak kurang lebih 3
bulan SMRS Awalnya berupa kulit yang memerah saja
pada bagian jari telunjuk tangan kanan yang berkontak
dengan sabun pencuci piring. Kemerahan pada kulit
tidak langsung muncul melainkan setelah berkontak
ulang dengan sabun pencuci piring. Kemudian kulit yang
memerah tersebut mulai terasa gatal, merah dan kasar
dan menebal pada kedua tangan yang berkontak
dengan sabun pencuci piring. Pada permukaan kulit
terdapat kulit yang mengelupas atau bersisik.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan plak eritema,
berjumlah multiple, berbatas tegas, tepi lesi jelas
dan meninggi dari kulit sekitar, distribusi bilateral,
pada permukaan terdapat squama, konsistensi
keras. Jadi berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik, diagnosis pasien adalah
dermatitis kontak alergi, karena ada riwayat kontak
dengan bahan alergen atau bahan yang dicurigai
menjadi penyebab.
Saran
Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak
merupakan cara penanganan DKA yang paling
penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui
bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang
teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
berupa uji tempel bahan yang dicurigai. Pengobatan
dermatitis pada umumnya yaitu antihistamin, jika
lesi basah diberi kompres. Jika sudah mengering
diberi kortikosteroid topikal. Pada DKA yang disertai
dengan infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
FKUI.
2. Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:
3. Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: FK UI
4. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam
Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Tersedia dalam :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses pada tanggal 1 November 2017
5. Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact Allergy in the Adult
General Population. Denmark : National Allergy Research Centre, Departement of Dermato-
Allergology, Genofte Hospital, University of Copenhagen .
6. Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
7. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
8. Fitzpatrick TB et al, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th edition. McGraw-Hill 2013.
9. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis:
anupdate.Tersediadalam:
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact%20dermatitis%20b
jd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada tanggal 1 November 2017
10. Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta : Fakultas Farmasi
UGM
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai