Anda di halaman 1dari 15

KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

Pembimbing: Dr. Andreas A E Lala, SpF. DFM

Kepaniteraan Klinik Forensik


RS Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
PENDAHULUAN

Perilaku atau tindak kekerasan dalam rumah tangga


sebagai fakta sosial bukanlah perkara baru dari
perspektif sosiologis masyarakat Indonesia.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fakta


sosial yang bersifat universal karena dapat terjadi dalam
sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama,
suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya.
Undang-Undang yang Berkaitan dengan
KDRT

Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun


2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal,
diharapkan adanya perlindungan hukum bagi anggota
keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak
kekerasan dalam rumah tangga.
UU No.23 tahun 2004

Undang-Undang no. 23 tahun 2004 adalah undang-undang yang


mengatur mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT).

Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa Kekerasan Dalam


Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan yang
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
Pengertian Rumah Tangga dalam Undang-undang ini

Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).

Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud


dalam huruf (1) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan).

Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
(pekerja rumah tangga).
Faktor Pencetus

 Hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri


 Ketergantungan ekonomi
 Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
 Persaingan
 Frustasi
 Belum siap kawin
 Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap
 Serba keterbatasan
Bentuk Bentuk KDRT

Menurut UU No 23 tahun
2004
•Kekerasan fisik
•Kekerasan psikis
•Kekerasan seksual
•Penelantaran rumah tangga
Kekerasan Fisik Kekerasan Psikis

 Menurut UU No. 23 Tahun 2004  menurut UU No. 23 Tahun 2004


Pasal 6 Kekerasan fisik adalah Pasal 7 Kekerasan psikis adalah
perbuatan yang mengakibatkan perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit, atau ketakutan, hilangnya rasa
luka berat. percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada
seseorang.
Kekerasan Seksual Penelantaran Rumah Tangga

 Menurut UU No. 23 Tahun 2004  Menurut UU No. 23 Tahun 2004


Pasal 8 Kekerasan seksual Pasal 9 Penelantaran rumah
meliputi pemaksaan hubungan tangga adalah seseorang yang
seksual yang dilakukan menelantarkan orang dalam
terhadap orang yang menetap lingkup rumah tangganya,
dalam lingkup rumah tangga padahal menurut hukum yang
tersebut, maupun pemaksaan berlaku baginya atau karena
hubungan seksual terhadap persetujuan atau perjanjian ia
salah seorang dalam lingkup wajib memberikan kehidupan,
rumah tangganya dengan orang perawatan, atau pemeliharaan
lain untuk tujuan komersial kepada orang tersebut.
dan/atau tujuan tertentu.
AKIBAT KDRT
Kekerasan terhadap perempuan menimbulkan berbagai dampak
yang merugikan. Dampak kekerasan terhadap perempuan itu
sendiri adalah:

Sakit fisik

Trauma

Tertekan, takut, marah, emosi yang meledak-ledak

Terbatasnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari


AKIBAT KDRT
Dampak kekerasan terhadap anak adalah
anak berpikir bahwa:

Satu-satunya jalan menghadapi stres adalah melakukan


kekerasan

Tidak perlu menghormati perempuan

Menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan


adalah baik dan wajar
KETENTUAN PIDANA KDRT
Sanksi Hukum Korban KDRT

No Keterangan Pidana Denda


.
1 Kekerasan fisik Paling lama 5 Paling Banyak
tahun Rp15.000.000
2 Luka berat paling lama Paling banyak
10 tahun Rp30.000.000
3 Korban meninggal Paling lama Paling banyak
15 tahun Rp45.000.000
4 Penyakit yg tidak paling lama 4 paling banyak
menggangu kegiatan bulan Rp5.000.000
sehari-hari
PERANAN DOKTER MENYIKAPI KORBAN
KDRT
 Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar
profesinya
 Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap
korban dan visum et repertum atas dasar Surat
Permintaan Visum et Repertum dari pihak kepolisian
 Berusaha memulihkan dan merehabilitasi kesehatan
korban
Pembuktian Kasus KDRT

Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban
saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila
disertai dengan suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat bukti yang
sah menurut KUHAP, yang diatur dalam pasal 184 adalah sebagai berikut:
 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Surat
 Petunjuk
 Keterangan terdakwa
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai