Anda di halaman 1dari 16

Anggota Kelompok :

• Elisabet M. CH. Banunaek


• Gloria P. Lado
Peran Pers Dalam Kode Etik Jurnalistik dan Dampak dan
Kebebasan Pers
Masyarakat Demokrasi Pers yang Bebas dan Manfaat Pers
Bertanggung Jawab

Sejarah Kebebasan Bentuk Kebebasan Pers yang Bebas dan


Pers Pers Bertanggung Jawab

Pada masa Kolonial Tahun 1998 dari Orde Kebebasan pers Pengendalian
Belanda baru ke Reformasi yang diberikan kebebasan pers
pemerintah oleh pemerintah
Nilai Karakter
Bangsa
Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, secara tulisan
maupun lisan melalui media pers, seperti surat kabar harian, majalah dan buletin.
Kebebasan pers harus disertai tanggung jawab untuk menegakan keadilan,
ketertiban, dan keamanan masyarakat, bukan untuk merusaknya. Kebebasan pers
di Indonesia sebagai negara demokrasi tidak dapat pisahkan dari sistem
pemerintahan demokrasi, yaitu rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pers dapat menjadi sarana bagi hak kebebasan berbicara dan berpendapat.
Kebebasan dijamin dengan adanya undang undang yaitu :
1. Pasal 28 UUD 1945
2. Pasal 28F UUD 1945
3. Pasal 20 dan 21 Tap. MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
4. Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia
5. Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Maka dalam menjalankan fungsinya pers harus bertanggung jawab pada
semua pemberitaan.
Di Indonesia penegakan pemerintah terhadap pers dimulai tahu 1846, yaitu
ketika pemerintahan kolonial Belanda menghapuskan adanya surat ijin atau sensor atas
penerbitan pers di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sejak itu pendapat tentang
kebebasan pers terbelah. Satu pihak menolak adanya surat izin sensor dan terbit serta
pembredelan, namun dipihak lain setuju adanya kontrol terhadap pers perlu dilakukan.

Pemerintah kolonial Belanda menghilangkan aturan seperti Druckpers


Reglement (UU pers) yang dikeluarkan tahun 1854, Haatzai Delicten (UU Hukum
Komunikasi Massa) tahun 1956 ataupun Persbreidel Ordonnatie yang dikeluarkan
1931. Meski telah hapus dengan UU No. 23 Tahun 1954, pers Indonesia tidak berarti
terbebas dari pemasungan. Tahun 1952, dua surat kabar dibredel yaitu Merdeka dan
Berita Indonesia. Tanggal 14 Maret 1957 terjadi penutupan 3 kantor berita dan
pembredelan 10 surat kabar dan penahanan tujuh wartawan.
Dengan adanya Permen 01/1984pasal 33 menghadirkan Surat Izin Usaha
penerbitan Pers (SIUPP) makan semakin melestarikan pengekangan terhadap pers.
SIUPP adalah lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan.

Perubahan kekuasaan tahun 1998 dari Orde baru ke Reformasi membuat pers
menemukan kemerdekaannya. Menteri Penerangan saat itu mencabut pemberlakuan
SIUPP. Saat inilah pers Indonesia dapat mengabarkan berita secara tanapa kekhawatiran
SIUPP yang akan dicabut. Dengan dihapusnya SIUPP bebrapa media yang mati kini
hidup kembali. Pada tahun 1999, Departemen Penerangan dihapuskan sehingga hal ini
berarti pers punya hak untuk menyebarkan informasi yang bebas dari sensor melalui
bentuk media mana pun.
Pers adalah unsur penting dalam penyebaran informasi kepada sejumlah
besar khalayak dalam waktu yang singkat. Fungsi Pers sebagai penyebar
informasi, juga menyampaiakan kebijaksanaan dan program pembangunan
kepada masyarakat.

Mayarakat dapat menggunakan pers sebagai penyalur aspirasi dan pendapat


serta kritik (control social). Pers adalah pengamat, forum, dan guru. Artinya, pers
setiap hari memberikan laporan, ulasan mengenai berbagai kejadian, baik didalam
maupun diluar negeri, menyediakan forum bagi masyarakat untuk mengeluarkan
pendapat secara tertulis, dan turut mewarikan nilai-nilai kemasyarakatan dari
generasi ke generasi.
Dalam UU No. 10 Tahun 1999 tentang Pers:
• Pasal 4 ayat (1) bahwa kemerdekaaan pers dijamain sebagai Hak asasi
warga negara.
• Ayat (2) bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran.
• Ayat (3) bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers , pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
dan informasi.
• Ayat (4) bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan
hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
• Bahkan dalam UUD 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa
setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan
keberadaan narasumber demi keamana narasumber dan
keluarganya.
Pengendalian kebebasan pers masa kini berbeda dengan
kebebasan pers masa sebelumnya. Beberapa bentuk kebebasan
pers yang diberikan oleh pemerintah masa kini adalah:

a) Memberikan kebebasan berekspresi terhadap pers


b) Mempermudah pengurusan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP), sehingga bermunculan penerbitan pers baru
c) Memberikan jaminan tidak akan ada lagi pembredelan pers
Pers memiliki kebebasan dalam penyampaian. Kebebasan pers diartikan
sebagai kebebasan untuk memiliki dan menyatakan pendapat didunia pers.
Kebebasan pers juga memiliki pengertian sebagai suatu kondisi yang
memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan, dan mengerjakan
tugasnya sesuai dengan keinginan pekerja pers

Kebebasan pers yang dianut pers nasional adalah kebebasan pers yang
sesuai dengan pers pancasila. Pers pancasila adalah pers yang bebas dan
bertanggung jawab.
Dengan pemberian kebebasan pers dari pemerintah maka sikap kita
seharusnya melaksanakan kebebasan yang diberikan dengan penuh tanggung
jawab. Sikap terhadap upaya pengendalian kebebasan pers:

 Dalam pemberitaannya, pers harus menyajikan pemberitaan yang benar, jujur

dan jelas.

 Meskipun pemerintah mempermudah pengurusan SIUPP, pihak yang


bersangkutan harus memperhatikan ketentuan yang berlaku

 Pers harus memberitakan hal-hal yang tidak bertentangan dengan unsur SARA
Wartawan memiliki kebebasan dalam kegiatan pers, tetapi wartawan
harus bertanggung jawab dalam beberapa hal seperti, terhadap hati nurani diri
sendiri, sesama rakyat, kepentingan umum, dan sesama rekan seprofesi

Dalam Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, dinyantakan


bahwa wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana
mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita tulisan atau gambar
yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan
kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agam serta kepercayaan atau
keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang
 Bertanggung jawab. Kita dapat bertanggung jawab atas kebebasan yang

diberikan pada kita dalam hal bidang apapun

 Jujur. Kita perlu memiliki sikap jujur dalam menyampaikan informasi.

 Cermat. Kita pun perlu cermat dalam mengolah kembali informasi yang

telah kita terima agar membawa dampak baik dalam hidup kita

 Adil. Dengan keadilan maka, pemberitaan media massa tidak akan

merugikan siapa pun, maupun suku, agama, ras, adat dan budaya.

 Kreatif dan inovatif. Sikap kreatif dan inovatif akan menghasilkan suatu

berita yang baik, dan informatif.

Anda mungkin juga menyukai