DEFINISI
• Gina (2009)
- Penyakit kronik saluran napas di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi
berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode
mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest
tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam/dini hari.
EPIDEMIOLOGI
• GINA (2003)
- Terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita asma. Dapat terjadi pada anak-
anak maupun dewasa, dengan prevalensi anak2 > dewasa
• PDPI (2006)
- Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
Indonesia sebesar 13/ 1000, bronkitis kronik 11/ 1000, dan obstruksi paru 2/ 1000.
PREDISPOSISI
• Faktor intrinsik(non-alergik)
- Tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
MANIFESTASI KLINIK
• Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada. Gejala
biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari (PDPI, 2003).
• Setelah pasien asma terpajan alergen penyebab maka akan timbul dispnea, pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri/duduk dan berusaha mengerahkan tenaga lebih kuat
untuk bernapas.
ANAMNESIS
• Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA,
2009).
• Auskultasi : Mengi, tetapi sebagian penderita, auskultasi terdengar normal walaupun pada
pengukuran faal paru terdapat penyempitan jalan napas.
• Saat serangan, jalan napas semakin mengecil karena kontraksi otot polos saluran napas,
edema, dan hipersekresi mukus.
• Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi
(GINA, 2009).
FAAL PARU
• Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa
• Spirometri : untuk mendapat hasil akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak
penyakit paru-paru menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan
napas diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%). Pemeriksaan
dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari 20%). Untuk mendapatkan
variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah pada pagi hari sebelum mengkonsumsi
bronkodilator selama satu minggu (Pada malam hari gunakan nilai APE tertinggi) kemudian
dicari persentase dari nilai APE terbaik (PDPI, 2006).
TUJUAN PENATALAKSANAAN ASMA
• Edukasi
• Menilai dan monitor berat asma secara berkala
• Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
• Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
• Menetapkan pengobatan pada serangan akut
• Kontrol secara teratur
• Pola hidup sehat
7 LANGKAH MENGATASI ASMA
• Serangan berat dan tidak respons walau telah diberikan pengobatan adekuat
• Penurunan kesadaran
• Gagal napas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu Pa O2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 >
45 mmHg, saturasi O2 90% pada penderita anak. Gagal napas dapat terjadi dengan PaCO2
rendah/meningkat.
PENATALAKSANAAN
SERANGAN ASMA DI
RUMAH
PENATALAKSANAAN
SERANGAN ASMA DI
RUMAH SAKIT
TATA LAKSANA
• Medikasi asma : mengatasi & mencegah gejala obstruksi jalan napas (pengontrol
dan pelega).
• Controllers : medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai & mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten.
- Obatnya : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik, Sodium kromoglikat,
Nedokromil sodium, Metilsantin, Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi, Agonis beta-2
kerja lama, oral, Leukotrien modifiers, Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
• Reliever : dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi dengan gejala akut mengi, rasa berat dada dan batuk,
tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas.
- Obatnya : Agonis beta2 kerja singkat, Kortikosteroid sistemik (obat pelega bila
penggunaan bronkodilator lain belum berhasil, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain), Antikolinergik, Aminofillin, dan Adrenalin
PEMBERIAN OBAT INHALASI
• Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,
dengan pilihan :
- Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari) dan
agonis β-2 kerja lama inhalasi yaitu budenoside dengan dosis 200–400 μg/hari atau fluticasone
propionat dengan dosis 100–250 μg/hari
- Teofilin lepas lambat
- Kromolin
- Leukotriene modifiers
• Pelega bronkodilator (Agonis β-2 kerja singkat inhalasi) diberikan bila perlu
ASMA PERSISTEN SEDANG
• Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,
dengan pilihan :
- Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2 kerja lama inhalasi
budenosie dengan dosis 400–800 μg/hari atau fluticasone propionate dengan dosis 250–500
μg/hari
- Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas lambat
- Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-2 kerja lama oral
- Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)
- Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene modifiers
• Pelega bronkodilator diberikan bila perlu :
- Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari
- Agonis β-2 kerja singkat oral
- Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat
- Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas
lambat sebagai pengontrol
• Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah & X terkontrol,
ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi
• Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT
ASMA PERSISTEN BERAT
• Untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega
seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE (-) & ESO (-).
Pengontrol kombinasi diberikan setiap hari untuk mengontrol asma :
- Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2 kerja lama
inhalasi
- Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari
- Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat
digunakan sebagai alternative agonis β-2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi
- Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegah efek samping
lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas.
REFERENSI
• http://klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf
• http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/11487/BAB%20II.pdf
• http://erepo.unud.ac.id/9914/3/2c2f339d7f93e3f0a2ac74277d42a0ba.pdf
• http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-sitiistian-6715-2-babii.pdf
• http://eprints.undip.ac.id/43716/6/BAB_2_-burn.pdf