Anda di halaman 1dari 18

Farmakologi

Yeni Vera, S.Si, M.Biomed


Cara pemberian obat
• Disamping faktor formulasi,
cara pemberian obat turut
menentukan kecepatan dan
kelengkapan resorpsi.
• Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek
sistemis (diseluruh tubuh)
atau efek lokal (setempat),
keadaan pasien dan sifat-
sifat fisikokimiawi obat
dapat dipilih banyak cara
untuk memberikan obat.
Efek Sistemik/Sistemis
Oral sublingual
• Pemberian obat melalui mulut adalah • Obat diletakkan di bawah lidah
cara yang paling lazim digunakan (sublingual) tempat
karena, sangat praktis, mudah dan berlangsungnya resorpsi oleh
selaput lender setempat ke dalam
aman. vena lidah yang sangat banyak di
• Keberatan lain adalah obat setelah lokasi ini.
diresorpsi harus melalui hati dimana • Keuntungan cara ini adalah obat
dapat terjadi inaktivasi sebelum langsung masuk ke peredaran
diedarkan ke tempat kerjanya. darah tanpa melalui hati.
• Oleh karena itu, cara ini dipilih jika
• Untuk mencapai efek lokal di usus efek yang cepat dan lengkap
dilakukan pemberian oral, misalnya diinginkan
antibiotika untuk mensterilkan • keberatannya adalah kurang praktis
lambung-usus pada infeksi atau untuk digunakan terus-menerus
sebelum pembedahan (streptomisin, dan dapat merangsang mukosa
kanamisin, neomisin) obat-obat ini mulut.
justru tidak boleh diserap, begitu • Hanya obat bersifat lipofil saja yang
pula zat-zat kontras rontgen guna dapatdiberikan dengan cara ini.
membuat foto lambung-usus.
Efek Sistemik/Sistemis
Injeksi Implantasi subkutan
• Pemberian obat secara parenteral • Implantasi/subkutan adalah
(berarti “di luar usus”) biasanya dipilih memasukkan obat yang
jika diinginkan efek yang cepat, kuat berbentuk pellet steril (tablet
dan lengkap atau untuk obat yang silindris kecil) ke bawah kulit
merangsang atau dirusak oleh getah dengan menggunakan suatu alat
lambung (hormone) atau tidak khusus (trocar).
diresorpsi oleh usus (streptomisin) • Obat ini terutama digunakan
begitu pula pada pasien yang tidak untuk efek sistemis lama,
sadar atau tidak mau bekerja sama. misalnya hormone kelamin
(estradiol, testosterone). Akibat
• Keberatannya cara ini lebih mahal,nyeri
resorpsi yang lambat, satu pellet
serta sukar dikerjakan sendiri oleh dapat melepaskan zat aktifnya
pasien. secara teratur selama 35 bulan
• Selain itu, ada pula bahaya terkena atau bahkan ada obat antihmil
infeksi kuman (harus steril) dan bahaya dengan lama kerja 3 tahun
merusak pembuluh darah atau saraf (Implanon, Norplant).
jika tempat suntikan tidak tepat.
Efek Sistemik/Sistemis
Rektal
• Rektal adalah pemberian obat
melalui rectum (dubur) yang layak
untuk obat yang merangsang atau
yang diuraikan oleh asam lambung,
biasanya dalam bentuk supositoria,
kadang-kadang sebagai cairan (klisma
2-10 ml, lavemen 10-500 ml) Obat ini
terutama digunakan pada pasien
yang mual atau muntah-muntah
(mabuk jalan, migraine) atau yang
terlampau sakit untuk menelan
tablet.
• Adakalanya juga untuk efek lokal
yang cepat, misalnya laksan
(suppose, bisakodil/gliserin) dan
klisma (prednisone, neomisin).
Efek Lokal : Mukosa lambung-usus dan rektum, juga selaput lendir
lainnya dalam tubuh, dapat menyerap obat dengan baik dan
menghasilkan terutama efek setempat.
Intranasal Inhalasi (intrapulmonal)
• Obat tetes hidung dapat digunakan • Gas, zat terbang atau larutan sering
pada selesma untuk menciutkan diberikan sebagai inhalasi (aerosol),
mukosa yang bengkak (efedrin, yaitu obat yang disemprotkan ke
xylometazolin). dalam mulut dengan alat aerosol.
• Kadang-kadang obat juga diberikan • Semprotan obat dihirup dengan
untuk efek sistemisnya, misalnya udara dan resorpsi terjadi melalui
vasopressin dan kortikosteroid mukosa mulut, tenggorokan, dan
(beklometason, flunisonida). saluran napas.
• Tanpa melalui hati, obat dengan
cepat melalui peredaran darah dan
Intra-okuler atau intra-aurikuler menghasilkan efeknya.
 Obat berbentuk tetes atau salep yang • Yang digunakan secara inhalasi
digunakan untuk mengobati penyakit mata adalah anestetika umum (halotan)
dan obat-obat asma (isoprenalin,
atau telinga. budesonide, dan beklometason)
 Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes dengan maksud mencapai kadar
harus waspada karena obat dapat diresorpsi setempat yang tinggi dan
memberikan efek terhadap bronkhia.
dan menimbulkan efek toksis, misalnya
atropine.
Efek Lokal Tropikal/Kulit
Intravaginal
• Untuk mengobati gangguan • Pada penyakit kulit obat yang digunakan
vagina secara lokal tersedia berupa salep, krem atau lotion (kocokan).
salep, tablet atau sejenis • Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali
suppositoria vaginal (ovula) ditembus obat, tetapi resorpsi berlangsung
yang harus dimasukkan
lebih mudah bila ada kerusakan.
kedalam vagina dan melarut
di situ. • Efek sistemis yang menyusul kadang-kadang
• Contohnya ialah berbahaya, seperti dengan kortikosteroida
metronidazole pada vaginitis (kortison, betametason, dan lain-lain)
(radang vagina). terutama bila digunakan dengan cara oklusi,
• Obat dapat pula digunakan
artinya ditutup dengan plastik.
sebagai cairan bilasan, • Resorpsi dapat diperbaiki dengan tambahan
penggunaan lain adalah zat keratolitis dengan daya melarutkan
untuk mencegah kehamilan lapisan tanduk dari kulit, misalnya asam
dimana zat spermisid salisilat, urea, dan resorsin.
(dengan daya mematikan • Obat ini biasanya mengandung analgetika
sperma) dimasukkan dalam (metilsalisilat, diklofenak, benzidamin,
bentuk tablet, busa atau fenilbutason) dan zat terbang (mentol, kanfer,
krem. minyak permen, minyak kayu putih).
• Cara terbaru adalah plester transdermal
yang dilekatkan pada kulit dan
sebaiknya pada bagian dalam
pergelangan tangan, di belakang telinga,
atau tempat lain dengan kulit tipis yang
banyak mengandung pembuluh darah.
• Yang banyak digunakan adalah TTS
(Transdermal Terapeutic System): yaitu
plester yang melepaskan obat secara
berangsur-angsur dan teratur selama
beberapa waktu dan langsung
memasuki darah.
• Contoh yang terkenal adalah
1. obat mabuk jalan skopolsmin (Scopoderm),
2. obat anti-angina nitrogliserin (Nitroderm
TTS)
3. estradiol (Estraderm TTS).
EFEK OBAT (farmakologi):
• Setiap efek yg tidak dikehendaki yg
merugikan / membahayakan pasien
(adverse reaction) dari suatu
pengobatan.

• Efek terapi  efek obat yang


dikehendaki untuk
tujuan terapi, timbul pada dosis
terapi
• Efek samping efek obat yang tidak
dikehendaki, timbul pada dosis terapi,
sering merugikan, dapat berupa efek
farmakologi yang lain atau reaksi
hipersensitif (alergi)
• Efek toksik  efek obat yang tidak
dikehendaki, timbul pada dosis
toksik/ supramaksimal
EFEK OBAT (farmakologi):
1. Efek Samping
• Efek suatu obat yg tidak diinginkan
untuk tujuan terapi dg dosis yg
dianjurkan. Obat yg ideal adalah yg
bekerja cepat, selektif, untuk tempat
tertentu & hanya berkhasiat terhadap
penyakit tertentu tanpa aktivitas lain.
pada suatu saat ES dapat sebagai efek
utama.
Contoh :
a. Asetosal, ES : mengencerkan darah
(merintangi penggumpalan trombosit),
bermanfaat untuk prevensi sekunder
infark otak / jantung.
b. Promethazin (antihistamin), ES : efek
sedatif, dikembangkan sbg psikofarmaka
gol. Klorpromazin.
EFEK OBAT (farmakologi):
2. Efek Tambahan / Sekunder
• efek tidak langsung akibat efek
utama obat. cont : penggunaan
antibitika (A.B) spectrum luas /
fungistatik mengganggu bakteri
usus yg memproduksi vitamin, tjd
defisiensi vitamin, diberi vit. B
komplek.
3.Idiosinkrasi
• efek abnormal dari obat terhadap
seseorang, disebabkan kelainan
faktor genetik pada pasien yg
bersangkutan. ex : pengobatan
malaria dg primaquin / pentaquin
(pada orang kulit hitam afrika)
menyebabkan anemia hemolitik.
EFEK OBAT (farmakologi):
4. ALERGI
• Reaksi khusus antara antigen dari obat
dg antibodi tubuh.
• Umumnya timbul pada dosis sangat
kecil & tidak dapat dikurangi dg
menurunkan dosis.
• Contoh zat alergen : penisillin topikal,
makromolekul (protein asing), heparin,
vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg
struktur kimia sama dapat terjadi alergi
silang, mis : derv. Penisilin & derv.
Sefalosporin.
• Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),
hebat : demam, serangan asma, shock
anafilaktik, steven johnson syndrome
(erythema bernanah ganas,demam,
fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
anemia aplastis (kloramfenikol).
EFEK OBAT (farmakologi):
5.Efek toksik
• bila obat digunakan dalam
dosis yg tinggi menunjukkan
gejala toksik. bila dosis
dikurangi, efek toksik
berkurang. (pembahasan
toksikologi)
6.Efek teratogen : Dalam istilah
medis, teratogenik berarti
terjadinya perkembangan tidak
normal dari sel
selama kehamilan yang
menyebabkan kerusakan pada
embrio sehingga pembentukan
organ-organ berlangsung tidak
sempurna (terjadi cacat lahir).
Teratogenik dibagi menjadi 3 kelas
1. Faktor teratogenik fisik 2. Faktor teratogenik kimia 3. Faktor teratogenik
• Bahan tertogenik fisik adalah • Bahan teratogenik kimia biologis
bahan yang bersifat adalah bahan yang berupa • Agen teratogenik biologis
teratogen dari unsur-unsur senyawa senyawa kimia yang adalah agen yang paling
fisik misalnya Radiasi nuklir, bila masuk dalam tubuh ibu umum dikenal oleh ibu
sinar gamma dan sinar X pada saat saat kritis hamil.
(sinar rontgen). Bila ibu pembentukan organ tubuh • Istilah TORCH atau
terkena radiasi nuklir (misal janin dapat menyebabkan toksoplasma, rubella,
pada tragedi chernobil) atau gangguan pada proses cytomegalo virus dan
herpes merupakan agen
terpajan dengan agen fisik tersebut.
teratogenik biologis yang
tersebut, maka janin akan • Kebanyakan bahan umum dihadapi oleh ibu
lahir dengan berbagai teratogenik adalah bahan hamil dalam masyarakat.
kecacatan fisik. kimiaObat-obatan untuk • Infeksi TORCH dapat
• Foto rontgen yang terlalu kemoterapi kanker, Konsumsi menimbulkan berbagai
sering dan berulang pada alkohol, Beberapa polutan kecacatan lahir dan bahkan
kehamilan kurang dari 12 lingkungan seperti gas CO, abortus sampai kematian
minggu dapat memberikan senyawa karbon dan janin.
gangguan berupa kecacatan berbagai senyawa polimer • Selain itu, beberapa infeksi
lahir pada janin. virus dan bakteri lain seperti
penyakit sifilis/raja singa.

Anda mungkin juga menyukai