Anda di halaman 1dari 50

KELOMPOK TUTORIAL 20

 Muhammad Iz Zuddin Adha (Ketua)


 Nurul Hasanah (Scriber 1)
 Nopri Yanda Harajab
 Helimawati Rosita
 Nadia Rosmalia
 Fairuz Nabila Afia
 Dinah Zhafira Qubra
 Anindya Alexis
 Reni Agustin
 Bella Juliana
 Olivia Natania Tarigan (Scriber 2)
 Vonysa Mutia
Skenario 2 Blok Genitourinari-
Perinatologi (GuPer)
 Bayi Ny. Andara, berusia 8 hari, dibawa ke Puskesmas
dengan keluhan demam, tidak mau menyusu dan
mulutnya mencucu, seperti mulut ikan disertai kejang
sejak 1 hari terakhir. Awalnya sekitar 6 hari lalu tali
pusat bayi mengeluarkan cairan kemerahan bercampur
nanah dan tercium bau busuk. Ny. Andara melahirkan di
dukun di kampungnya dan mengaku tidak mengetahui
bagaimana cara merawat tali pusat bayinya. Ny. Andara
mengatakan bahwa dukun bayi menyarakan agar tali
pusat diberi kapur sirih dan daun – daunan agar cepat
sembuh. Bayi lahir cukup bulan dan lanhgsung menangis
dengan BB : 2.70O gram dan PB : 49 cm. Selama hamil
Ny. Andara tidak pernah mengalami penyakit apapun,
riwayat imunisasi selama hamil ataupun sebelum hamil
(-)
STEP 1
 Tidak ada kata/istilah yang sulit/tidak dipahami
STEP 2
1. Bagaimana bisa terjadi infeksi neonatorum?
2. Mengapa bayi bisa mencucu, kejang, serta nanah keluar dari
tali pusat?
3. Apa Penyebab penyakit yang diderita bayi?
4. Pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan?
5. Bagaimana penatalaksanaanya?
STEP 3
1. Bagaimana bisa terjadi infeksi neonatorum?
• riwayat obstetri
• Patogenesis : Antenatal : Plasenta
: Intranatal : Kuman

• : Posnatal : Nosokomial

Gangguan fungsi Organ


2. Mengapa bayi bisa mencucu, kejang,
serta nanah keluar dari tali pusat?

 Mencucu + Kejang : akibat dari clostridium tetani


 Tali pusat bernanah : akibat dari infeksi bakteri
staphilococcus
3. Apa Penyebab penyakit yang diderita
bayi?

 Clostridium tetani
 Streptococcus
 Pseodomonas
 Staphilococcous aureus
 Klebsiella
 E. coli
4. Pemeriksaan penunjang

 Kultur darah
 Prokalsitonin (normal = 0,05 ng/ml) → Protein akut yang
meningkat kadarnya pada keadaan infeksi
 C-reactive protein (CRP) (normal < 5mg/L)
→ protein yang mengikat fraksi C polisakarida dari dinding
sel pneumokokus
 Biomolekular sitokin
 Pemeriksaan protein dan glukosa pada LCS
5. Diagnosis pada pasien

 Tetanus
 Ompalitis
6. Tatalaksana

- segera bawa ke RS
- diazepam IM
- hindari sentuhan
- ASI
- antibiotik broad spectrum sambil menunggu hasil kultur
darah

perawatan tali pusat


- alat pemotong harus steril
- oleskan sampai pangkal tali pusat yang dipotong
- hindari pemakaian bahan bahan yang tidak dianjurkan
seperti sirih
7. Hubungan imunisasi
dengan penyakit tetanus
 Bagi seseorang yang pernah mendapat serangan
tetanus, tidak akan mempunyai imun jika terkena
serangan ulang jika tidak pernah melakukan imunisasi
STEP 4
1. Bagaimana bisa terjadi infeksi
neonatorum?

 Terkontaminasi
1. Alat yang tidak steril
2. Tenaga penolong yang tidak paham
2. Mengapa bayi bisa mencucu, kejang,
serta nanah keluar dari tali pusat?

 Spasme otot
 Neuromuscular
 Sistemik : kejang

 Rantai komplek
 Ringan dan berat lalu menjalarke jembatan disulfida
3. Apa Penyebab penyakit yang diderita
bayi?

 Pada saat bayi lahir dari riwayat obstetri kuman kuman


penyebab infeksi tersebut mengkontaminasi saat partum
 Dan tenaga medis ( dukun ) yang tidak begitu mengerti
cara pelahiran yang aman terhadap ibu dan bayi nya
4. Pemeriksaan Penunjang

 DIJADIKAN LO
5. Diagnosis pada pasien

 Tetanus: karna didapatkan bayi tidak mau menyusu,


mulutnya mencucu dan disertai kejang sejak 1 hari
terakhir
 Omphalytis: karna didapatkan tali pusat bayi
mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah dan
tercium bau busuk
6. Tatalaksana

6. Tatalaksana
- antibiotik digunakan untuk membunuh kuman.
Penicilin G atau metronidazole diberikan secara IV
- TIG/ATS untuk membunuh toksin c. Tetani
- antikonvulsan untuk menangani kejang. Untuk
neonatus bisa diberikan fenobarbitol yang bekerja cepat
menurunkan spasme. Diazepam digunakan sebagai
profilaksis spasme
- untuk ompalitis antibiotik yang digunakan adalah
gentamicin/ basitrasin
7. Hubungan imunisasi
dengan penyakit tetanus
 Bagi seseorang yang pernah mendapat serangan
tetanus, tidak akan mempunyai imun jika terkena
serangan ulang jika tidak pernah melakukan imunisasi
 Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia
sembuh, dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh
tidak membentuk antitoksin sebab tetanispasmin sangat
poten dan toksisitasnya sangat cepat
 Pada penelitian beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan
tetanus toksoid untuk pertama kali, terdapat peninggian titer
antibodi dalam serum yang merupakan karakteristik secondary
imune response
 Sampai saat ini pemberian imunisasi tetanus toksoid merupakan
satu-satunya pencegahan tetanus. Pencegahan dengan pemberian
imunisasi dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara
imunisasi aktif (DPT atau DT)
STEP 5
1. Bagaimana penatalaksanaan tetanus pada neonatus?
2. Bagaimana Patofisologi Infeksi Neonatorum
(Tetanus dan Omphalitis)?
3. Apakah perbedaan tetanus toksoid dengan anti
tetanus serum?
4. Manakah yang paling diutamakan antara
pemerikasaan CRP dengan PCT untuk pasien sepsis?
5. Apakah perbedaan antara meningitis TB, bacterial,
dan viral?
6. Apakah perbedaan antara Sepsis dan SIRS?
STEP 6

 IDAI. 2009. Buku Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:


IDAI.
 Marcdante, Karen J. Ilmu Kesehatan Anak Esensial
Nelson. Singapoera: Elsevier.
 IDAI. 2008. Buku Ajar Perinatologi IDAI. Jakarta: IDAI.
 Leman, Martinus M, Alan. R. Tumbelaka. Penggunaan
Anti Tetanus Serum dan Human Tetanus Immunoglobulin
pada tetanus Anak. 2010. Vol 12. No. 4
Step 7
1. Bagaimana penatalaksanaan
tetanus pada neonatus?

Tujuan terapi:
 Terapi suportif
 Menetralisir toksin sebelum masuk ke SSP
 Menurunkan produksi toksin
 Mengontrol gejala neuromuskuler dan otonom
 Mempertahankan kondisi pasien sampai efek toksin
menghilang
 Terapi suportif
 Menjaga jalan napas tetap terbuka untuk mendapatkan
oksigen yang adekuat
 Bila terjadi retensi urin  pasang kateter
 Tetap berikan ASI
• Medikamentosa
– Eliminasi toksin
• Antibiotik
– Lini I: Metronidazol 30 mg/kgBB/hari dengan interval 6 jam
(oral/parenteral) selama 7-10 hari
– Lini II: Penisilin procain 100.000 IU/kgBB/Ivdosis tunggal
selama 7-10 hari.

– Netralisasi toxin
• HTIG 500 U/IM atau ATS 5000 U/IM
– Kontrol manifestasi penyakit
• Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/IV Secara
perlahan-lahan
• Bila belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang
sama 20 menit kemudian.
2. Patofisologi Infeksi
Neonatorum
(Tetanus dan Omphalitis)
 Tetanus
melalui
sel-sel Ganggu
Ke neuron an
sistem hingga sistem
transpo ke saraf
r medula pusat
aksonal spinalis dan
Pemoto Berikatan retroga & perifer
ngan reseptor di rd batang
tali membran otak
pusat Clostrid prasinaps pd
ium motor neuorn
tetani
melepa
skan Ganggu
tetanos Mencegah an
pamin keluarnya terhada
Terjadi
trasmitter p
Epilepsi
inhibis (GABA inhibisi
dan Glisin) presim
patik
 Omphalitis

Tali pusat menyajikan substrat unik untuk kolonisasi bakteri, tanpa


penghalang normal perthanan kulit & mengalami iskemia dan degredasi
tali pusat mengering dan lepas

Biasanya, daerah tali pusat menjadi tempat kolonisasi bakteri patogen


intrapartum atau segera setelah kelahiran

Bakteri memiliki potensi untuk menyerang tali pusat, yang menyebabkan


terjadinya omphalitis
3) Imunisasi TT dan ATS

 Imunisasi aktif : Imunisasi yang diberikan yaitu DPT, DT atau


tetanus toksoid . Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau
komponen seluler yang bertindak sebagai antigen .
Pemberian vaksin TT akan menstimulasi produksi antibodi dengan
protein spesifik . Diberikan secara IM, dan pemberian dapat
dilakukan pada wanita usia subur dan ibu hamil .
Untuk vaksin DPT, diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3
kali, DPT IV pada usia 18 bulan dan DPT V diberikan pada usia 5
tahun . Kemudian dapat dilanjut dengan pemberian DT pada usia
12 tahun .
Jadwal imunisasi aktif terhadap tetanus

Bayi dan anak - anak - Imunisasi DPT pada usia 2,4,6 dan
15 18 bulan
- dosis ke 5 diberikan pada usia 4-6
tahun
-10 tahun berikutnya diberikan usia
14-16 tahun dengan dapat di ulangi
setiap 10 tahun
Ibu hamil dengan riwayat TT (-) -2 dosis injeksi TT dengan jarak 2
bulan
( 2 trimester terakhir )
- setelah bersalin diberikan
diberikan dosis ke 3 ( 6 bulan
setelah injeksi kedua untuk
melengkapi injeksi TT )
-Injeksi TT diulangi 10 tahun/1x
Neonatus lahir dari ibu riwayat TT (- -Diberikan 250/IU TIG/ATS utk
) neonatus
-Untuk ibu diberikan imunisasi aktif
 imunisasi pasif :
- HTIG / human tetanus imunoglobulin dengan dosis
pengobatan 3000-6000 IU/IM dan dosis profilaksis 250-
1500 IU/IM 1x pemberian

- ATS atau Anti toksin serum berasal dari hewan / kuda


dengan dosis 50000 – 100000 IU secara 2x pemberian .
atau dapat diberikan untuk dosis anak 10000-20000 IU
4. Pemeriksaan penunjang prokalsitonin
dan CRP kenapa jadi gold standar ?

Prokalsitonin(PCT) meningkat 3-4 jam setelah stimulus endotoksin bakteri,


jauh lebih cepat dibandingkan CRP atau LED.
 PCT terus meningkat hingga ratusan nanogram per ml pada sepsis berat
dan syok septik. Mencapai plateu pada 6-12jam menetap dalam 48jam,
kemudian turun ke nilai normal dqlqm 2 hari, jika terapi berhasil.
Konsentrasi normal PCT dalam serum <0,5 ng/ml
 Keadaan inflamasi kronik dan penyakit autoimun, infeksi lokal, infeksi
virus  kadar PCT <0,5 ng/ml
 Keadaan SIRS, multiple trauma, luka bakar  kadar PCT 0,5-2 ng/ml
 Keadaan infeksi berat, sepsis, kegagalan beberapa organ >2(10-
100)ng/mg
Kegunaan Prokalsitonin (PCT)
1. Peningkatan kadar PCT dapat dijadikan penegakan diagnosa sepsis
secara dini dan untuk menilai keparahan penyakit, karena sering kali
diagnosis sepsis sulit ditetapkan karena tanda-tanda awal sulit dikenali
dan serupa dengan berbagai proses non infeksi.
2. Pengamatan kadar PCT bermanfaat untuk menilai perlu tidaknya
dilakukan biakan/kultur darah, serta penetapan penggunaan
antibiotik.
3. Kadar PCT hanya menigkat pada penyakit yg disebabkan oleh infeksi
bakteri akut secara sistemik
5. Perbedaan Jenis Meningitis
LCS yang normal memiliki karakteristik sebagai berikut :
Warna yang jernih
Sel 0 – 5 / mm3
Tekanan 70-200 mmH20
Gula 45-80 mg%
Protein 15-45 mg%
Asam laktat 0,8-2,8 mMol/L
Meningitis adalah peradangan pada meningen.

Macam-macam meningitis antara lain :


Meningitis TBC
Meningitis purulenta
Meningitis viral
Etiologi meningitis :
1. Bakteri
a. Pneumococcus
b. Meningococcus
c. Haemophillus influenza
d. Staphylococcus
e. Escherichia coli
f. Salmonella
g. Mycobacterium tuberculosis

2. Virus
a.Enterovirus

3. Jamur
a. Cryptococcus neoformans
b. Coccidiodes immitris
Patofisiologi
Invasi agen penyebab ke susunan saraf pusat melalui aliran darah, lalu
bermigrasi ke lapisan sub arachnoid -> respon inflamasi di piamater,
arachnoid, cairan serebrospinal, dan ventrikuler, -> eksudat menyebar di
seluruh saraf cranial dan saraf spinal -> kerusakan neurologis.

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, port d
entree masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi,
dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorrhea,
ottorhea pada fraktur basis cranii yang menmungkinkan kontaknya cairan
serebrospinal dengan lingkungan
luar.
Gejala meningitis :
1. Gejala infeksi akut : panas, nafsu makan tidak ada, anak
lesu
2. Gejala kenaikan tekanan intracranial : penurunan
kesadaran, kejang, ubun- ubun besar menonjol
3. Gejala rangsangan meningeal : kaku kuduk, brudzinsky I
dan II positif, Kernig +

Diagnosa
Lumbal pungsi
Tes darah
Meningitis TBC
Merupakan peradangan selaput otak/meningen oleh karena Mycobacterium
tuberculosis

Etiologi
a. Mycobacterium tuberculosis hominis (terbanyak)
b. Mycobacterium tuberculosis bovis (5%)

Patofisiologi
a. Hipotesis RICH : Mycobacterium tuberculosis ke ruang sub arachnoid
b. Fokus RICH adalah fokus perkijuan lokal di otak
c. Penyebaran Mycobacterium tuberculosis dari fokus yang dekat ke tulang
belakang dan ke ruang sub arachnoid"
d. Meningits TBC : reaksi radang akut di leptomening
dengan eksudat kuning kehijauan di basis otak
Insidensi : terbanyak usia <5tahun, karena imunitas sel
kurang dan kontak yang erat dengan penderita.

Klasifikasi menurut Lincoln :


Stadium 1: gejala rangsang meningen
Stadium 2 : stadium 1 + defisit neurologis focal
Stadium 3 : penurunan kesadaran akibat meningitisnya
sendiri

Gejala klinik :
Subakut, terdiri dari beberapa stadium :
Stadium prodormal (1-3minggu)
Stadium perangsangan meningen
Timbul kaku kuduk, tes Brudzinsky memberi hasil positif
Stadium kerusakan otak setempat
Timbul kelumpuhan saraf otak atau hemiparesis
Stadium kerusakan otak difus
Penurunan kesadaran sampai koma (bisa sampai meninggal)

Pemeriksaan penunjang
Darah : LED meningkat, hitung jenis : peningkatan limfosit
Thorax foto : KP (Koch Pulmonum)
LCS :
o Jernih/opalesen
o Tampak cob web bila didiamkan selama 24jam
o Tekanan sedikit meningkat"
Nonne -/+, Pandy -/+
• Sel <500/mm3, predominan limfosit o Protein sangat
meninggi >75mg%
o Gula <40mg% tetapi tidak sampai 0
o Pewarnaan Ziehl Nielsen didapatkan BTA (+) Kriteria
diagnosis
Terdapatnya gejala perangsangan meningen Kuman TBC
dari pewarnaan LCS atau kultur Adanya riwayat kontak
dengan penderita TBC
6.Perbedaan Sepsis dan SIRS ?

 Sindroma respons inflamasi sistemik(SIRS systemic


inflammatory response syndrome) Respon tubuh
terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih
keadaan berikut:
 suhu >38°C atau <36°C
 frekuensi jantung >90 kali/menit
 frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
 leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang
>10%
 Sepsis adalah suatu SIRS yang di sertai proses suatu infeksi
 Sepsis berat adalah sepsis yang disertai disfungsi organ
hipoperfurasi jaringan dan dapat atau tidak disertai keadaan
asidosis laktat,oligouria,gangguan status mental,atau
kesadaran),hipotensi dan tanda tanda perfusi jaringan yang tidak
adekuat resusitasi cairan.
Terima Kasih
Semoga Bermanfaat…. ^l^

Anda mungkin juga menyukai