Anda di halaman 1dari 20

Disusun Oleh :

Fitria Arianty, S.Sos, M.Si


1
 Ketentuan mengenai penyusutan diatur dalam
Pasal 11 UU PPh No.36 Tahun 2008.
 Persyaratan aktiva tetap yang dapat disusutkan
menurut ketentuan perpajakan adalah sebagai
berikut :
a. Harta yang dapat disusutkan adalah harta
berwujud
b. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun
c. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.

2
 Metode penyusutan yang diperkenankan menurut
ketentuan Pasal 11 UU PPh adalah :
1) Metode Garis Lurus (Straight Line Method) : digunakan
untuk penyusutan
 bangunan
 bukan bangunan
2) Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
digunakan untuk penyusutan :
 bukan bangunan
 Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan
melalui metode Garis Lurus.
 Penggunaan salah satu dari kedua metode penyusutan yang
diperkenankan oleh UU PPh tersebut harus dilakukan secara
taat azas

3
A. Berdasarkan sifatnya :
 Depreciable Asset : dapat disusutkan
 Non Depreciable Asset : tidak dapat disusutkan,
contoh : tanah

B. Berdasarkan bentuknya :
 Bangunan :
a. Permanen
b. Tidak Permanen
 Bukan bangunan

4
Kelompok Harta :
KMK No 521/KMK.04/2000, KMK.138/KMK.03/2002, SE -07/PJ.42/2002,
SE-02/PJ.42/2002, PMK No. 96/PMK.03/2009

Kelompok Masa Tarif Tarif


Harta Manfaat (Garis Saldo
berwujud Lurus) Menurun
Kelompok I 4 tahun 25 % 50 %
Kelompok II 8 tahun 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 tahun 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 tahun 5% 10 %
BANGUNAN
Permanen 20 tahun 5%
Non Permanen 10 tahun 10 %
5
 Dasar Penyusutan adalah harga perolehan dari
harta berwujud setelah disesuaikan dengan
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta
berwujud tersebut.
 Menurut praktek akuntansi komersial, penyusutan
harta berwujud dimulai pada saat harta tersebut
dimanfaatkan. Namun menurut ketentuan
perpajakan, penyusutan harta berwujud dimulai
pada saat dilakukannya pengeluaran untuk
memperoleh harta tersebut.
6
 Pasal 11 ayat (3) menegaskan bahwa penyusutan dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih
dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tersebut.
 Atas persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan untuk melakukan penyusutan dimulai pada bulan di
mana harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan di mana harta tersebut
mulai menghasilkan.
 Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan di sini dikaitkan
dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat
diterima atau diperolehnya penghasilan.
 Contoh : Tuan Budi yang merupakan pengusaha di bidang
perkebunan kopi, membeli sebuah traktor pada tahun
2009.Traktot tersebut baru digunakan untuk menggarap
perkebunan kopi mulai tahun 2010 . Maka dengan persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut baru dimulai
tahun 2010.

7
1. Sebuah mesin yang dibeli pada bulan Januari 2011 dengan
harga perolehan Rp.100.000.000, masa manfaat 4 tahun.
Penghitungan penyusutan fiskal atas mesin tsb adalah sbb :
a. dengan metode Garis Lurus

Tahun Harga Tarif Jumlah


Perolehan Penyusutan Penyusutan
2011 100.000.000 25% 25.000.000
2012 100.000.000 25% 25.000.000
2013 100.000.000 25% 25.000.000
2014 100.000.000 25% 25.000.000

8
b. Dengan metode Saldo Menurun
Tahun Tarif Jumlah Akumulasi Nilai Sisa Buku
Penyusutan Penyusutan Penyusutan
2011 50% 50.000.000 50.000.000 50.000.000
2012 50% 25.000.000 75.000.000 25.000.000
2013 50% 12.500.000 87.500.000 12.500.000
2014 Disusutkan 12.500.000 100.000.000 0
sekaligus

 Dalam hal WP memilih menggunakan metode saldo menurun,


nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan
sekaligus.
 Dasar penyusutan pada tahun pertama adalah harga perolehan,
sedangkan pada tahun-tahun berikutnya dasar penyusutannya
adalah Nilai Sisa Buku

9
1. Sebuah lemari yang dibeli pada bulan April 2011 dengan harga
perolehan Rp.20.000.000, masa manfaat 4 tahun. Penghitungan
penyusutan fiskal atas lemari tsb adalah sbb :
a. dengan metode Garis Lurus

Tahun Harga Tarif Jumlah


Perolehan Penyusutan Penyusutan
2011 20.000.000 25% 3.750.000 (a)
2012 20.000.000 25% 5.000.000
2013 20.000.000 25% 5.000.000
2014 20.000.000 25% 5.000.000
2015 20.000.000 25% 1.250.000 (b)

(a) 9/12 x 25% x Rp.20.000.000 = Rp. 3.750.000


(b) 3/12 x 25% x Rp.20.000.000 = Rp. 1.250.000
10
b. Dengan metode Saldo Menurun
Tahun Harga Tarif Jumlah Nilai Sisa
Perolehan Penyusutan Penyusutan Buku
2011 20.000.000 50% 7.500.000 (a) 12.500.000
2012 50% 6.250.000 6.250.000
2013 50% 3.125.000 3.125.000
2014 50% 1.562.500 1.562.500

2015 Disusutkan 1.562.500 (b) 0


sekaligus

(a) 9/12 x 50% x Rp.20.000.000 = Rp. 7.500.000


(b) Pada akhir masa manfaat nilai sisa buku yang tersisa disusutkan
sekaligus

11
 Seperti yang telah dilakukan terhadap aktiva tetap
berwujud, nilai aktiva tetap tak berwujud juga harus
dilakukan penyusutan yang disebut dengan istilah amortisasi
 Pengertian aktiva tak berwujud adalah aktiva tak lancar (non
current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak
keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam
Laporan Keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam
klasifikasi aktiva yang lain (PSAK Nomor 19).
 Yang termasuk dalam pengertian aktiva tak berwujud antara
lain adalah hak paten, hak merk, biaya pendirian, dan lain-
lain.

12
 Menurut ketentuan perpajakan, yakni dimuat dalam Pasal
11A UU No.36 Tahun 2008, amortisasi dilakukan untuk
menghitung pengeluaran dalam memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
yang digunakan yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
 Metode amortisasi yang diperkenankan oleh UU PPh kita
adalah :
 metode garis lurus
 metode saldo menurun

13
Kelompok Masa Tarif Tarif
Harta Tak Manfaat (Garis Saldo
berwujud Lurus) Menurun
Kelompok I 4 tahun 25 % 50 %
Kelompok II 8 tahun 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 tahun 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 tahun 5% 10 %

14
 Dalam UU PPh, tidak ditegaskan kapan amortisasi harus
dilakukan. Namun untuk pengeluaran berupa biaya
pendirian dan biaya pengeluaran modal, amortisasinya
dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.

 Dengan mengacu pada PSAK Nomor 19 Tahun 2002


mengenai masalah pengakuan beban untuk harta tak
berwujud, di mana disebutkan bahwa pengeluaran untuk
suatu pos aktiva tak berwujud diakui sebagai beban pada
saat terjadinya pengeluaran.

15
 Amortisasi terhadap pengeluaran untuk memperoleh hak
dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun di bidang pertambangan minyak dan gas bumi
dilakukan dengan menggunakan Metode Satuan Produksi.

 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh :


a. hak penambangan selain minyak dan gas bumi,
b. hak penguasaan hutan,
c. hak penguasaan sumber alam serta hasil alam lainnya
seperti hak pengusahaan hasil laut
diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan
jumlah setinggi-tingginya 20% setahun.

16
 Rumus Metode Satuan Produksi :
tarif amortisasi = perbandingan antara realisasi penambangan minyak
& gas bumi pada tahun ybs dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak & gas bumi yang diproduksi di suatu lokasi.
 Contoh soal :
Pengusaha minyak Tuan Prabu Sanjaya mengeluarkan biaya untuk
memperoleh hak atas penambangan minyak dan gas bumi di suatu
lokasi dengan nilai Rp.800.000.000. Taksiran jumlah kandungan
minyak di lokasi tersebut sebesar 200.000.000 barel, produksi
sebenarnya pada tahun pertama adalah 50.000.000 barel. Maka
amortisasi untuk tahun pertama adalah sbb :
tarif amortisasi = (50.000.000 / 200.000.000) x 100% = 25%
amortisasi tahun I = 25% X Rp.800.000.000 = Rp. 200.000.000

17
 Produksi sebenarnya pada tahun ke-II sebesar 75.000.000
barel.
tarif amortisasi = (75.000.000/200.000.000) x 100% =
37,5%
amortisasi tahun II = 37,5% x Rp.800.000.000 = Rp.
300.000.000
 Produksi sebenarnya pada tahun ke-III sebesar 75.000.000
barel.
tarif amortisasi = (75.000.000/200.000.000) x 100% =
37,5%
amortisasi tahun III = 37,5% x Rp.800.000.000 = Rp.
300.000.000
 Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hak
penambangan migas sebesar Rp.800.000.000 telah habis
diamortisasi pada tahun ke-III

18
 Rumus Metode Satuan Produksi :
tarif amortisasi = perbandingan antara produksi yang sebenarnya
dengan potensi hasil alam di suatu lokasi.
Maksimal yang diperkenankan UU : 20%

 Contoh Soal :
Pengusaha hutan Tuan Maliq mengeluarkan biaya untuk memperoleh
hak penguasaan hutan di wilayah Kalimantan Selatan sebesar
Rp.800.000.000. Potensi hasil hutan tersebut adalah 10.000.000 ton
kayu.
a. Produksi sebenarnya pada tahun I = 1.000.000 ton
Tarif amortisasi = (1.000.000 / 10.000.000) x 100% = 10%
Amortisasi tahun I = 10% x Rp.800.000.000 = Rp. 80.000.000

19
b. Produksi tahun II sebesar 3.000.000 ton
Tarif amortisasi = (3.000.000/10.000.000) x 100% = 30%
Batas maksimal yang diperkenankan oleh UU adalah 20%
Amortisasi tahun II = 20% x Rp.800.000.000 = Rp.160 juta

c. Produksi tahun III sebesar 4.000.000 ton


Tarif amortisasi= (4.000.000/10.000.000) x 100% = 40%
Batas maksimal yang diperkenankan oleh UU adalah 20%
Amortisasi tahun III = 20% x Rp.800.000.000 = Rp.160 juta

d. Produksi tahun IV sebesar 2.000.000 ton


Tarif amortisasi = (2.000.000/10.000.000) x 100% = 20%
Amortisasi tahun IV = 20% x Rp.800.000.000 = Rp. 160 juta

 Tahun kelima sudah tidak ada produksi lagi, namun masih ada sisa biaya
hak penambangan hutan yang masih belum diamortisasikan yaitu
sebesar (Rp.800 juta – Rp. 560 juta) = Rp.240 juta
 Maka sisa biaya tersebut diamrtisasikan lagi di tahun kelima sebesar 20%
x Rp.800 juta = Rp. 160 juta dan tahun keenam sebesar sisanya,
Rp.80 juta
20

Anda mungkin juga menyukai