Anda di halaman 1dari 13

Assalamualaikum wr wb

Nama
Lisna Triyani

Kelas X MIA 1
Sejarah lokal & bhs sunda
Situs batu kursi
• Situs batu kusri terdapat di puncak gunung
bukit cula,desa gunung leutik,kecamatan
ciparay. Gunung ini di percaya sebagai salah
satu lokasi yang dijadikan markas pasukan
dipati ukur sepulang dari batavia. Bahkan
pula,di sini pula,dipati ukur sempat
menjadikan sebagai pusat pemerintahan
transisi kadaleman sebelum akhirnya jatuh ke
tangan kolonisasi pemerintahan mataram
sekitar tahun 1641 M .
Mestinya dipahami bahwa suku Batak (5 sub
etnis) adalah etnis bangsa Indonesia yang
memiliki ciri tersendiri bahkan dianggap sebagai
suku bangsa yang spesifik di dunia karena
memiliki daerah asal-usul yang jelas, bahasa dan
aksara, struktur kekerabatan, adat-istiadat dan
hukum serta gaya/pola kehidupan sosial bahkan
agama tersendiri (dahulu agama Mulajadi atau
mungkin Parmalim). Ini berarti orang-orang
Batak sekarang tidak menganut hanya satu
agama tetapi agama-agama yang ada di
Indonesia).
Akan halnya adat-istiadat dan hukum (adat)
Batak merupakan peninggalan nenek moyang
yang diwariskan secara turun temurun untuk
mengatur atau menata kehidupan dan
pergaulan orang Batak didalam (bona pasogit)
atau diluar daerah asalnya (parserahan).
Batu kursi (persidangan dan eksekusi) adalah
salah satu bukti peninggalan sejarah
terdapatnya hukum Batak di huta Siallagan. Batu
kursi di huta Siallagan ditempatkan pada dua
lokasi sesuai dengan aturan dan fungsinya yang
berbeda.
Kelompok Batu kursi pertama,
dibawah pohon kayu Habonaran,
ditempatkan di tengah huta Siallagan
yang dipergunakan sebagai tempat
rapat-pertemuan Raja dan pengetua
adat untuk membicarakan berbagai
peristiwa kehidupan warga di huta
Siallagan dan sekitarnya, juga menjadi
tempat persidangan atau tempat
mengadili sebuah perkara kejahatan.
Menurut penuturan para orangtua, bahwa batu kursi
pertama ini terdiri dari Kursi Raja dan permaisuri, Kursi
Para Tetua Adat, Kursi Raja dari Huta/kampung
Tetangga dan Para undangan, juga Datu/Pemilik Ilmu
Kebathinan. Ditempat inilah diputuskan dan ditetapkan
peraturan “pemerintahan, kemasyarakatan” dan
hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Artinya
Raja Huta Siallagan tidaklah melakukan sesuatu dengan
dasar “kekuasaan” semata, tetapi dilakukan secara
musyawarah, mendengarkan pendapat dan usul serta
pertimbangan dari para tetua adat yang diundang hadir
untuk kemudian menetapkan keputusan secara jujur,
adil dan bijaksana.
Konon, Batu Kursi pertama ini selain sosialisasi peraturan hukum
adat-istiadat, juga dipergunakan untuk menetapkan hukuman
bagi orang-orang yang melakukan tindakan kriminal
(pembunuhan, pencurian), pelecehan/pemerkosaan dan
sebagainya. Setelah melalui proses investigasi, interogasi kepada
terdakwa, maka Para Pengetua Adat dan Raja dari huta tetangga
memberikan usul jenis hukuman yang harus diiberikan kepada
terdakwa dan oleh Raja Siallagan (dikenal sebagai Raja yang adil
dan tegas) ditetapkan menurut peraturan “kerajaan” Siallagan
yakni Hukuman Denda, Hukum Penjara (dihukum pasung) dan
Hukum Mati (hukum pancung/dibunuh). Hukum denda biasanya
bagi seseorang yang melakukan kesalahan ; Hukum Penjara
ditetapkan bagi seseorang yang melakukan kejahatan ringan
seperti pencuri, berkelahi, memfitnah; sedang Hukum Mati
(dipancung) merupakan hukuman yang ditetapkan bagi
seseorang yang berbuat kejahatan berat seperti Pembunuh,
Pemerkosa .
Demikianlah halnya, seseorang yang didakwa
melakukan kejahatan berat melalui persidangan Raja-
raja ditetapkan hukuman mati (hukuman pancung),
maka Raja Siallagan terlebih dahulu menanyakan
kepada Datu tentang hari yang tepat dalam
pelaksanaan eksekusi mati, pencarian hari eksekusi ini
dilakukan melalui Parhalaan (kalender Batak). Pada hari
yang ditentukan Datu dan disetujui Raja,
terdakwa/penjahat berat yang telah ditahan dan tidak
diberi makan kemudian dibawah ke tempat eksekusi
hukuman (pancung) yakni ke kelompok batu kursi
kedua, diluar kawasan batu kursi pertama.
Kelompok Batu Kursi kedua, ini terletak dibagian
luar dari huta Siallagan namun masih sekitar
huta. Disini terdapat juga Kursi untuk Raja, para
Penasehat Raja dan tokoh adat, termasuk
masyarakat yang ingin menyaksikan pelaksanaan
hukuman mati. Penjahat dibawa oleh
hulubalang raja ke tempat eksekusi dengan mata
tertutup menggunakan Ulos, Raja dan para
penasehat raja serta masyarakat telah
berkumpul, kemudian penjahat ditempatkan
diatas meja batu besar, bajunya ditanggalkan.
Sebelum eksekusi dilaksanakan, atas perintah Raja, Eksekutor
yang juga Datu (memiliki ilmu gaib) menanyakan keinginan
permintaan terakhir dari sang penjahat. Bila tidak ada lagi,
selanjutnya eksekutor menanggalkan semua pakaian dari tubuh
penjahat dan mengikat tangannya ke belakang. Menurut
yang empunya cerita, ditanggalkannya pakaian penjahat adalah
untuk mengetahui dan menghilangkan bilamana kekuatan gaib
yang dimiliki oleh penjahat. Kemudian tubuh penjahat disayat
dengan pisau tajam, sampai darah keluar dari tubuhnya. Bila
sang penjahat yang disayat tidak juga mengeluarkan darah, maka
penjahat dibuat telanjang dan diletakkan diatas meja batu,
kemudian disayat-sayat kembali bahkan air jeruk purut
diteteskan kedalam luka sayatan, sehingga eksekutor yakin sang
penjahat tidak lagi memiliki kekuatan gaib di tubuhnya.
Eksekutor harus memastikan bahwa sang penjahat sungguh-
sungguh tidak memiliki kekuatan apapun, jauh dari segala
sesuatu yang berbau kekuatan magis.
Selanjutnya tubuh sang penjahat diangkat dan diletakkan ke
atas batu pancungan telungkup dengan posisi leher persis
berada disisi batu, sehingga kelak bila dilakukan eksekusi, sekali
tebas kepala terpisah dari tubuhnya. Selanjutnya Sang Datu,
dengan membacakan mantra-mantra kemudian mengambil
pedang yang sudah tersedia, dengan sekali tebas, kepala
penjahat dipenggal hingga terpisah dari tubuhnya. Untuk
mengetahui apakah benar penjahat sudah mati, sang Datu
kemudian menancapkan kayu “Tunggal Panaluan” ke jantung
penjahat, lalu jantung dan hati dikeluarkan dari tubuh penjahat
dan darahnya ditampung dengan cawan. Hati dan jantung
penjahat dicincang dan kemudian dimakan oleh Raja dan semua
yang hadir, darahnya juga diminum bersama.
Sebagai tambahan informasi, bahwa dibagian utara Huta
Siallagan, yakni di Parhapuran terdapat juga batu kursi
yang dipergunakan untuk tempat pertemuan dari
turunan marga Siallagan yang lain. Lokasi ini sudah
direhabilitasi oleh Pemkab Samosir dan menjadi salah
satu objek kunjungan wisatawan.
Selain objek budaya, huta Siallagan berada pada lintasan
jalan antara huta Ambarita menuju Tuktuksiadong, dan
bila melalui kapal penumpang umum melalui
pelabuhan/dermaga kapal dan gapura-pintu gerbang
yang telah dibangun oleh Pemerintah Kabupaten
Samosir sebagai tambahan fasilitas akses menuju huta
Siallagan Pulau Samosir.
Sekian dan terima kasih
atas perhatiaan nya
mohon maaf bila ada penulisan
kata

Wassalamualaikum wr wb

Anda mungkin juga menyukai