Anda di halaman 1dari 60

MINERAL

Mineral Zn, Fe, Se yang berperan dalam


menunjang fungsi imun

-Amalia C
-Anita Irna
-Noni P
ZINC
Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro
yang dibutuhkan bagi setiap sel di dalam tubuh.
Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga
kesehatan secara optimal. Fungsi Zn sebagai
kofaktor berbagai enzim, struktur dan integritas sel,
sintesis DNA, penyimpanan dan pengeluaran
hormonal, imunotransmisi dan berperan dalam
sistem tanggap kebal. Defisiensi Zn dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan, dermatitis,
pertumbuhan lambat, kematangan seksual lambat,
infertilitas dan imunodefisiensi. Kejadian ini
dikaitkan dengan perubahan fungsi sistem imun,
seperti menurunnya fungsi sel B dan T,
menurunnya fagositosis dan menurunnya produksi
sitokin. Pada defisiensi Zn yang parah ditandai
dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya
kejadian infeksi.
Zn dan Fungsi Imun
Efek Kekurangan Zn Janin Pada
Perkembangan Imunologi
Defisiensi gestasional pada tikus dan primata non-
manusia memiliki efek merusak jangka pendek dan
panjang terhadap keturunan. Penurunan
substantial terlihat pada ukuran organ limfoid dan
tingkat Ig yang beredar pada anak yang lahir dari
tikus dengan defisiensi Zn. Penelitian tidak
langsung pada manusia juga ditemui, yaitu
retardasi pertumbuhan intrauterin yang telah
dikaitkan dengan defisiensi Zn maternal
menghasilkan imunitas yang diperantarai sel yang
tertekan yang dapat bertahan selama bertahun-
tahun.
Efek Defisiensi Zn pada Fungsi
Penghalang (barrier)
Defisiensi Zn menyebabkan kerusakan pada sel
epidermal menghasilkan lesi kulit terhadap AE.
Kerusakan pada saluran pencernaan dan
pernapasan juga diamati saat defisiensi Zn.
Efek Zn terhadap Jumlah Sel Imun

Limfopenia sering terjadi pada manusia/hewan yang


defisiensi Zn dan terjadi di kedua jaringan limfoid
tengah dan perifer. Perkembangan sel B pada sum-
sum tulang dipengaruhi oleh defisiensi Zn. Ketika
tikus diberi diet rendah Zn selama 30 hari, jumlah
nucleated bone-marrow sel berkurang sepertiga
dengan pengurangan preferensial pada sel non-
granular kecil. Jumlah sel B dan prekusornya
berkurang 75% dengan pengurangan dominan pada
sel pra B sebanyak 50% dan sel B yang belum matang
25%. Oleh karena itu, defisensi Zn menghambat
perkembangan sel B di sum-sum yang menghasilkan
sel B yang lebih sedikit di limfa.
lanjutan

Penelitian terhadap defisiensi Zn pada tikus


menggambarkan penurunan besar pada ukuran
tmus. Tikus yang diberi diet rendah Zn selama 4
minggu mengalami penurunan ukuran timus
sebanyak 35% dari ukuran aslinya. Pengurangan
ukuran timus terlihat pada timus korteks, dimana
timosit immature berkembang. Setelah hanya
seminggu tikus diberi asupan Zn yang normal,
ukuran timus meningkat dan repopulasi selular di
korteks terlihat.
lanjutan

Tikus dewasa yang bertahan selama 2 minggu


setelah diberi diet rendah Zn mengalami
pengurangan jumlah sel T dan B limfosit pada
perifer, pembuluh limfa dan limfa. Jumlah
limfosit periferal (makrofag) berkurang lebih
dari 50%. Penelitian juga menunjukkan
persentasi CD8+CD73+ T limfosit berkurang
pada defisiensi Zn. Efek-efek ini berkebalikan
dengan suplementasi Zn.
Efek Defisiensi Zn dan Fungsi Sel
Imun
Fungsi Neutrofil
Kemotaksis neutrofil dan fungsinya tergangu pada
defisiensi Zn pada hewan dan pasien dengan AE
dan tipe lain dari defisiensi Zn. Gangguan-
gangguan ini reversibel pada in vitro dengan
penambahan Zn pada sel. Penambahan Zn dapat
memperbaiki respon neutrofil terhadap
Staphylococcus. Penelitian mengamati bahwa
potensiasi yang diinduksi oleh pembentukan
superoksida oleh neutrofil dilemahkan oleh
suplementasi Zn. Hal ini dapat bergantung
terhadap peran Zn dalam superoksida dismutase.
Fungsi Monosit/Makrofag
Monosit pada tikus yang defisiensi Zn memiliki
gangguan membunuh parasit intraseluler,
namun gangguan tersebut dapat cepat
diperbaiki secara in vitro dengan tambahan Zn.
Tingginya konsentrasi pada penambahan Zn in
vitro dapat menghambat aktivitas makrofag,
mobilitas, fagositosis dan oksigen. Karena
tingginya Zn dapat menghambat aktivasi
komplemen, komplemen fagositosis dapat
dipengaruhi dengan tingkatan Zn yang tinggi.
Fungsi NK

• Fungsi sel NK ditekan setelah pengobatan sel denga


n 1, 10-phenanthroline, dan chelator Zn. Zn eksogen
juga merangsang produksi interferon (IFN) Ɣ oleh s
el NK darah perifer manusia. Namun, paparan Sel N
K ke tingkat tinggi Zn in vitro menghambat sitotoksi
sitas dengan mengubah sel target lebih tahan terhad
ap kerusakan.Hal ini dan laporan lain dari pengham
batan aktivitas NK yang dimediasi Zn mungkin seba
gian dijelaskan oleh demonstrasi bahwa reseptor pe
nghambatan sel-NK membutuhkan Zn.

Fungsi Sel T dan B
Respon sel T seperti proliferasi pada respon
mitogen, sitotoksisitas dan DTH tertindas saat
defisiensi Zn dan berkebalikan dengan
suplementasi Zn. Pada penelitian model
manusia yang defisiensi Zn mengalami
penurunan produksi IL-2, IFN-Ɣ sedangkan
produksi IL-4, IL-6 dan IL-10 tidak
berpengaruh.
Efek Zn Dosis Tinggi terhadap Fungsi
Sel Imun

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian Zn


300mg (20x asupan seharusnya) per hari selama
6 minggu akan menurunkan respon proliferasi
limfosit terhadap mitogen dan penurunan
kemotaksis dan fagositosis neutrofil. Tingginya
asupan Zn pada orang dewasa dan anak akan
mengurangi Cu dan dapat menyebabkan
immunosupression.
Zn dan Penyakit Infeksi
Banyak penelitian menyatakan bahwa defisiensi
Zn dapat menurunkan resistensi terhadap
bakteri, virus, fungi dan patogen parasit.
Sebuah penelitian menjelaskan manfaat
suplementasi Zn terhadap penyakit infeksi
manusia. Percobaan yang dilakukan secara
terkontrol pada suplementasi Zn menunjukkan
penurunan insiden diare akut dan kronis
sebanyak 25-30% dan insiden pneumonia
sebanyak >50%.
Lanjutan
Bebrapa penelitian mengatakan Zn dapat
menurunkan penyakit klinis oleh Plasmodium
falciparum dan suplementasi Zn dapat
menurunkan malaria >35%.
Peran Zn dalam mencegah dan mengobati flu
dibahas selama bertahun-tahun. Zn dapat secara
efektif mengurangi keparahan gejala flu. Pada
suatu percobaan, keparahan gejala flu dapat
berkurang sebanyak 50%.
BESI
Pendahuluan
• Besi merupakan senyawa yang terbanyak
didapat di bumi yang merupakan nutrien
esensial yang diperlukan oleh semua sel-sel
tubuh manusia
• Beberapa kebutuhan tubuh yang memerlukan
besi antara lain untuk mengangkut oksigen ke
jaringan (transpor oksigen),untuk sintesis DNA
dan untuk mangangkut elektron- elektron yang
dibutuhkan sel.
Status Besi
• Antara dua pertiga dan tiga perempat dari besi
tubuh bersirkulasi dalam darah dalam bentuk
hemoglobin.
• Kelompok yang berisiko kekurangan zat besi
termasuk bayi, anak-anak dan wanita usia subur.
• Kelompok yang berisiko kelebihan zat besi
termasuk individu yang menerima transfusi darah
berulang, seperti mereka dengan beta-Thalas-
saemia atau penyakit sel sabit, pasien dengan
penyakit ginjal yang menerima besi obat karena
gangguan eritropoiesis(pematangan eritrosit), dan
orang dengan hemokromatosis idiopatik(gangguan
menyerap besi terlalu byk dr makanan)
Penyerapan Besi dan Transportasi
• Besi sebagian besar terserap di duodenum.
• Besi ekstraseluler bersirkulasi dalam darah yg terikat
dengan transferin(sebagai alat transpor besi)
• Sel mengambil besi dari plasma oleh endositosis,
dimana satu molekul transferin berikatan dengan satu
molekul reseptor transferin, dan kompleks ditransfer ke
sitoplasma melalui invaginasi
• Bila pH rendah di endosome, besi dilepaskan ke
sitoplasma, digunakan untuk berbagai fungsi seluler
atau dimasukkan ke dalam feritin(simpanan besi).
• Setelah kehilangan besi, kompleks apotransferrin-
transferrin-receptor diangkut kembali ke membran sel,
di mana apotransferin dilepaskan ke dalam aliran
darah, dan reseptor transferin tersedia untuk putaran
baru transferin
Defisiensi besi
Efek Defisiensi Besi pada Imunitas
• Besi mempunyai peranan penting dalam sistem
imunitas, terutama dalam hal proliferasi
(pengulangan siklus sel) dan aktifasi sel imun
host seperti sel T, B, sel natural killer dan
interaksi antara cell-mediated immunity dan
sitokin.
• T-sel yang istirahat tidak mengekspresikan reseptor
transferin pada permukaan sel mereka, baik tidak
mengambil besi dari lingkungan mereka atau
mengambil dengan jumlah sedikit
• Setelah aktivasi sel T, sel T mengekspresikan
reseptor transferin permukaan pada fase GO / G1
dari siklus sel sebelum inisiasi sintesis DNA,tetapi
setelah induksi sekresi interleukin (IL-2) .
• Peningkatan konsentrasi reseptor transferin
diyakini untuk memastikan penyerapan besi yang
cukup untuk mendukung aktivitas ribonukleotida
reduktase untuk biosintesis
• Kekurangan zat besi pada manusia dan hewan
laboratorium secara konsisten menginduksi
energi. Dalam kebanyakan kasus, defisiensi zat
besi telah terbukti mengurangi sekresi IL-2 dan
IFN gamma, respon profileratif limfosit
terhadap mitogen dan antigen, dan sitotoksisitas
yang bergantung pada antibodi.
• Berbeda dengan T-sel, resting B-cell
mengekspresikan tingkat reseptor transferrin
yang rendah, yang berarti B-cell terus-menerus
mengambil jumlah besi dlm jumlah yang sedikit.
• Setelah aktivasi dengan mitogen, hingga 80%
dari B-cell mengekspresikan reseptor trasferrin
permukaan, dan terjadi peningkatan penyerapan
zat besi.
• Hal ini menunjukkan bahwa kekurangan zat
besi juga dapat mempengaruhi fungsi sel-B
tertentu
• Namun, ketika parameter dari imunitas
humoral dibandingkan pada individu yang
kekurangan besi dan kontrol individu, pada
umumnya, imunitas humoral cukup baik
dipertahankan
• Persentase dan jumlah total sel B dan
konsentrasi antibodi dapat tidak berubah atau
sedikit meningkat, dan produksi antibodi sbg
respon terhadap imunisasi tetanus toxoid juga
normal
Metabolisme besi oleh monosit dan
makrofag dan efek defisiensi zat besi
pada fungsinya
• Makrofag berbeda dari tipe sel limfosit karena
mereka mengatur ekspresi reseptor transferin
permukaan ketika dikultur dalam medium kaya zat
besi. Makrofag terlibat dlm penyimpanan zat besi
dan membutuhkan besi untuk aktivitas sitotoksik
• Meskipun produksi faktor penghambat migrasi
makrofag berkurang pada orang dewasa yang
kekurangan zat besi, tetapi produksi IL-1 tidak, dan
sitotoksisitas makrofag hanya sedikit berkurang.
Metabolisme besi oleh neutrofil dan
efek defisiensi zat besi pada fungsinya
• Konsentrasi besi dalam neutrofil dipengaruhi oleh status
besi inang: bisa mjd rendah pd kekurangan besi dan
meningkat pada besi yang berlebihan.
• Neutrofil dapat mengambil besi dari saturasi transferrin
besi, meskipun reseptor transferin tidak pernah
ditunjukkan pada permukaan neutrofil
• Dalam penelitian, meskipun fagositosis neutrofil tetap
normal dalam defisiensi besi, pembunuhan bakteri
intraseluler secara signifikan terganggu pada manusia dan
hewan laboratorium
• Sejalan dengan pengurangan pembunuhan bakterisida,
aktivitas myeloperoxidase (enzim yang bergantung pada zat
besi yang terlibat dalam pembunuhan bakteri neutrofil)
mjd terganggu. Gangguan tersebut dpt kembali normal
setelah pemberian tambahan besi selama bbrp minggu
Kekurangan zat besi dan pembunuh
alami (NK) -sel kegiatan
• Demikian pula dengan limfosit T, sel NK yang
beristirahat tidak mengekspresikan reseptor
transfer permukaan, dan mereka mungkin
mengambil sangat sedikit zat besi dari lingkungan
• Namun, setelah aktivasi, mereka mengekspresikan
reseptor transferin pada permukaannya
• Tidak ada informasi tentang efek defisiensi besi
pada aktivitas sel NK pada subyek manusia.
Mekanisme imunitas terganggu dalam
defisiensi zat besi
• Mekanisme dimana defisiensi besi dapat merusak
imunitas tidak sepenuhnya dipahami, tetapi dapat
multifaktorial(dipengaruhi faktor lingkungan)
• Antara lain mengurangi aktivitas enzim yang
bergantung pada besi (khususnya ribonukleotida
reduktase), mengurangi sekresi sitokin, mengurangi
jumlah sel T imunokompeten dan, sangat mungkin,
mengubah transduksi sinyal
• Langkah-langkah spesifik jalur sinyal-transduksi yang
berpotensi diatur oleh besi tetap harus diidentifikasi.
Namun, aktivitas protein kinase C dan translokasi ke
membran plasma dalam limfosit limpa murine dan
garis sel-T manusia terganggu oleh defisiensi besi.
Selanjutnya, chelation besi mengurangi produksi
mRNA untuk protein kinase C
• Salah satu peristiwa awal dalam jalur aktivasi sel T yang
juga dikurangi dengan pengurangan besi adalah
hidrolisis membran sel phosphatidylinositol-4,5-bifosfat
oleh fosfolipase C (enzim yang tergantung seng).
• Produk akhir dari reaksi enzimatik ini, inositol-1,3,5-
trisphosphate dan diacylglycerol, mengatur aktivitas
protein kinase C. Baik aktivasi protein kinase C dan
hidrolisis fosfolipid membran sel sangat penting untuk
transduksi sinyal yang mengarah ke proliferasi sel T dan
banyak fungsi. Perubahan aktivasi protein kinase C dan
hidrolisis fosfolipid membran sel dapat menyebabkan
gangguan respon imun pada manusia yang kekurangan
zat besi dan hewan laboratorium. Namun, cacat dalam
aktivitas protein kinase lain yang terlibat dalam regulasi
perkembangan sel-sel tidak dapat dikesampingkan
Efek Besi Berlebihan pada Imunitas
Besi berlebih dan fungsi sel-T
• Pasien dengan kelebihan zat besi karena beberapa
transfusi (beta-thalassemia, penyakit sel sabit)
umumnya memiliki penurunan proporsi limfosit T
dan CD4 + dan mengurangi rasio CD4 / CD8 T-sel
• Respon proliferatif limfosit terhadap mitogen dan
respons hipersensitivitas tipe-tertunda terhadap
antigen juga berkurang pada pasien ini
• Namun, tidak selalu pasti apakah pengurangan
proporsi sel-T disebabkan oleh kelebihan besi saja
atau kombinasi dengan faktor-faktor lain, seperti
sensitisasi alabantigen atau koeksistensi defisiensi
nutrisi lainnya (kekurangan energi protein, seng,
vitamin A, vitamin E), yang juga diketahui dapat
merusak imunitas yang dimediasi sel dan non-
spesifik
Besi berlebihan dan fungsi sel-B

• Sangat sedikit informasi yang tersedia pada fungsi


sel B pada pasien non-transfusi dengan kelebihan
zat besi. Namun, tampaknya kekebalan humoral
tidak terganggu oleh kelebihan zat besi
• Faktanya, IgG, IgA, IgM dan sekresi lg total oleh sel
mononuklear darah perifer yang tidak diaktifkan
dan pokeweed yang diperoleh dari pasien dengan
hemokromatosis keturunan lebih tinggi daripada
sel-sel dari individu kontrol
• Pada pasien dengan ß-thalassaermia dan mereka
dengan penyakit sel sabit, jumlah sel B dan
konsentrasi lg meningkat.
Fungsi berlebih besi dan makrofag
• Sementara kelebihan zat besi tidak memiliki efek pada sekresi
TNF-a oleh makrofag-makrofag alveloar yang teraktivasi oleh
lipopolisakarida, ia mengurangi sekresi IL-1B
• Dukungan lebih lanjut untuk efek negatif dari kelebihan zat besi
pada sekresi IL-1 diberikan oleh peningkatan kadar setelah
chelation besi oleh desferrioxamine. Fagositosis makrofag dan
sekresi nitrat oksida dan IL-12 tidak terpengaruh oleh kelebihan
zat besi
• Peran besi dalam pembunuhan mikroba oleh monocytes /
macrophagesis kompleks. Besi diperlukan untuk pembentukan
radikal hidroksil, yang merupakan agen anti-mikroba yang lebih
kuat daripada anion hidrogen peroksida dan superoksida, yang
dihasilkan selama ledakan oksidatif. Data yang ada terbatas
menunjukkan bahwa kapasitas membunuh makrofag adalah
normal atau sedikit menurun pada besi yang berlebihan
• Namun, ketika zat besi ditambahkan ke media biakan, kapasitas
macrophage kiling mikroorganisme tertentu, seperti Brucella
abortus, Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis,
meningkat.
Besi berlebih dan fungsi neutrofil

• Kelebihan zat besi sekunder karena transfusi darah ganda


pada pasien dengan beta-thalasaemia dan mereka dengan
penyakit ginjal berhubungan dengan penurunan fagositosis
berbagai mikroorganisme(S. aureus, Escherichia coli)
• Pengurangan nitroblue tetrazolium, zymozan opsonization,
aktivitas myeloperoxidase dan kapasitas bakterisida juga
terganggu pada pasien yang mengalami kelebihan beban
akibat transfusi
• Meskipun ada faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi
pada gangguan fungsi neutrofil pada pasien transfusi,
peningkatan fagositosis neutrofil dan kapasitas bakterisida
setelah penurunan simpanan besi tubuh oleh chelation besi
atau peningkatan eritropoiesis memberikan bukti yang baik
untuk efek negatif dari kelebihan zat besi pada fungsi
neutrofil
Besi berlebihan dan fungsi sel NK

• Meskipun aktivitas NK tidak tertekan pada


pasien dengan hemokromatosis, itu sangat
berkurang pada pasien transfusi dengan
penyakit talasemia beta atau sikle-sel
• Namun, sementara inkubasi in vitro dengan
desferrioxamine meningkatkan aktivitas NK,
pemberian in vivo pada chelator yang sama
untuk pasien dengan beta-thalassemia gagal
memperbaikinya
Status Besi dan Infeksi
• Hampir semua sel hidup, termasuk bakteri, jamur, protozoa, sel
mamaliama dr berbagai jaringan (termasuk sistem kekebalan)
membutuhkan zat besi untuk sintesis DNA dan banyak fungsi seluler
lainnya
• Zat besi juga merupakan kofaktor enzim yang terlibat dalam respirasi
sel, pertahanan antioksidan (katalase) dan pembunuhan bakteri
neutrofil (myeloperoxidase)
• Meskipun pasokan besi yang tidak mencukupi akan mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme, zat besi dalam cairan tubuh dan
jaringan tubuh berpotensi lebih dari cukup untuk menopang
pertumbuhan optimal mikroorganisme
• Namun, zat besi ini terikat erat dengan berbagai protein (hemoglobin,
mioglobin, feritin, laktoferin, transferin dan berbagai enzim) dan oleh
karena itu, secara umum, tidak tersedia untuk mikroorganisme
• Terlalu sedikit zat besi dapat merusak respon imun, terutama yang
memerlukan proliferasi sel dan aktivitas bakterisida. Terlalu banyak
zat besi adalah racun bagi sel, karena menginduksi peroksidasi
makromolekul intraseluler dan membran sel, dan juga dapat merusak
fungsi kekebalan
• Dengan demikian, harus ada jumlah besi yang sesuai yang tersedia
untuk mendukung fungsi kekebalan tubuh, sementara tidak
mempromosikan pertumbuhan agen infeksi di atas dapat
• Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa zat
besi meningkatkan infeksi, menunjukkan bahwa
kekurangan zat besi adalah 'menguntungkan',
karena dapat melindungi dari penyakit menular.
Pengamatan lain menunjukkan bahwa besi
melindungi dari infeksi, yang menyiratkan bahwa
kekurangan zat besi merusak dan dapat
meningkatkan infeksi. Namun pengamatan lain
menunjukkan bahwa status zat besi saja mungkin
tidak cukup untuk menentukan kerentanan
terhadap infeksi.
• Bukti bahwa zat besi dapat meningkatkan infeksi
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat besi dapat meningkatkan
infeksi. Misalnya, pemberian zat besi, terutama untuk neonatus dan
anak usia sekolah, meningkatkan berbagai jenis infeksi dan, dalam
beberapa penelitian, mortalitas secara signifikan meningkat
• Untuk mendukung gagasan bahwa besi mempromosikan infeksi adalah
pengamatan bahwa, selama infeksi, host merespon dengan mengurangi
konsentrasi serum besi dan memindahkannya ke penyimpanan di sel
retikuloendotel; mungkin ini adalah upaya dari host untuk mencabut
mikroorganisme penyerang besi
• Situasi mengenai status zat besi dan malaria dipersulit oleh fakta
bahwa itu adalah sel darah merah yang mengalami parasit. Parasit
malaria sepenuhnya bergantung pada sel darah merah host untuk
menyelesaikan siklus hidupnya
• Hal ini mungkin menjelaskan pengamatan bahwa malaria lebih umum
pada zat besi dgn kondisi penuh daripada individu yang kekurangan zat
besi, dan bahwa tingkat infeksi malaria serta tingkat keparahan
penyakit meningkat oleh suplemen zat besi
• Bukti bahwa zat besi dapat melindungi infeksi dan
kekurangan zat besi dapat meningkatkan infeksi
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencegahan, serta
pengobatan, defisiensi zat besi oleh besi obat dan fortifikasi makanan
mengurangi tingkat infeksi pernapasan dan non-pernafasan.
Bukti bahwa status zat besi saja tidak
dapat menentukan kerentanan
terhadap infeksi
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa status zat besi tidak
mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi
• Dalam sebuah penelitian, yang dilakukan di Tanzania, lebih
dari 800 bayi, diberikan suplementasi zat besi selama 24
minggu, dimulai pada usia 8 minggu dan hasilnya tidak
secara signifikan mempengaruhi tingkat infeksi malaria
• Sayangnya, tingkat jenis infeksi lain tidak dilaporkan.
Fortifikasi besi selama tahun pertama kehidupan di anak-
anak Chili tidak mengubah tingkat penyakit diare dan infeksi
pernapasan
• Faktanya, tingkat infeksi lebih tinggi pada anak-anak dengan
status zat besi yang cukup, tanpa menghiraukan perawatan
besi. Namun, tidak jelas dari kasus mana yang muncul lebih
dulu, kekurangan zat besi atau infeksi.
Kesimpulan
• Terlepas dari banyak penelitian pada hewan manusia dan laboratorium yang
menunjukkan bahwa banyak respon imun yang tidak bermeditasi sel dan non-spesifik
terganggu pada defisiensi besi, hubungan antara defisiensi besi dan infeksi jauh
kurang jelas
• Sayangnya, masalah kerentanan terhadap infeksi sangat kompleks dan tidak hanya
bergantung pada status zat besi, tetapi juga pada banyak faktor host, parasit dan
lingkungan
• Beberapa faktor ini termasuk paparan mikroorganisme, adanya kekurangan nutrisi
lainnya, jenis populasi (neonatus anak-anak, wanita, pria, lansia), tingkat keparahan
dan durasi defisiensi zat besi, jenis, dosis dan durasi terapi besi dan kondisi yang
sudah ada sebelumnya (imunodefisiensi primer dan sekunder)
• Namun, berdasarkan data yang dipublikasikan, dua ekstrem status gizi besi - defisiensi
besi dan kelebihan zat besi - keduanya memiliki efek merugikan pada imunitas sel
yang dimediasi dan non-spesifik
• Kekurangan zat besi dan kelebihan zat besi akan mempengaruhi kerentanan terhadap
jenis infeksi tertentu, dan tingkat keparahan dan durasi infeksi akan bervariasi sesuai
dengan faktor inang dan parasit (mikroorganisme ekstraseluler versus intraseluler)
• Singkatnya, pemberian zat besi secara oral dan intramuskular pada dosis terapeutik
pada individu yang mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (malnutrisi)
dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas karena malaria dan penyakit menular
lainnya dan oleh karena itu harus dihindari. Sebaliknya, karena tidak ada bukti efek
merusak dari suplementasi zat besi oral untuk individu imunokompeten, pencegahan
defisiensi besi baik dengan suplementasi atau fortifikasi makanan, harus tetap di
antara prioritas kesehatan masyarakat.
SELENIUM
Selenium adalah zat yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah kecil, namun berperan penting untuk fungsi
biologis, terutama sebagai antioksidan. selenium
inorganik (selenit dan selenat), kemudian diserap
oleh tanaman, dan diubah menjadi selenium organik
(selenosistein, selenometionin, dan bentuk
metilasinya). Keduanya diserap tubuh melalui
makanan dan suplemen.
MANFAAT : menghasilkan selenoprotein yang
berfungsi sebagai antioksidan, seperti glutation
peroksidase (GPX) dan tioredoksin reduktase.
Dari berbagai hasil penelitian, selenium dan
selenoprotein terbukti berperan penting dalam
berbagai penyakit dan alergi. Kelebihan selenium
dapat menimbulkan keracunan yang disebut selenosis.
Selenium dalam glutation peroksidase mempunyai
peranan sebagai katalisator dalam pemecahan
peroksida yang terbentuk di dalam tubuh menjadi
ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dapat
berubah menjadi radikal bebas yang dapat
mengoksidasi asam lemak tidak jenuh yang ada
pada membran sel, sehingga merusak membran
sel.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa selenium
bekerjasama dengan vitamin E dan berperan sebagai
antioksidan. Kerjasama tersebut terjadi karena
vitamin E menjaga membran sel dari radikal bebas
dengan melepas ion hidrogennya, sedangkan selenium
berperan dalam memecah peroksida menjadi ikatan
yang tidak reaktif sehingga tidak merusak asam lemak
tidak jenuh yang banyak terdapat dalam membran,
membantu mempertahankan integritas membran dan
melindungi DNA dari kerusakan.
Integritas membran sel sangat diperlukan dalam
sistem imunitas karena produksi sitokin sangat
ditentukan oleh reseptor yang terdapat dalam
membran sel, oleh karena itu selenium sangat
diperlukan untuk meningkatkan imunitas seluler.
Kerusakan DNA juga akan mempengaruhi
makrofag dalam fagositosis sehingga akan
menurunkan fungsi makrofag sebagai APC.
Kekurangan selenium akan terjadi penurunan
titer IgG dan IgM, mengganggu kemotaksis
neutrofil dan produksi antibodi oleh limfosit,
mengganggu dan meningkatkan CD4+ dan
menurunkan CD8+
KANKER
• Peran utama
antioksidan.
selenium dalam kanker adalah efek

• Selenoprotein tioredoksin reduktase telah dijadikan


target baru obat antikanker. Tioredoksin reduktase dan
tioredoksin diketahui terekspresi berlebihan pada
berbagai tumor agresif, dan sel tumor tampak lebih
bergantung pada sistem tioredoksin untuk kebutuhan
sintesis DNA.
• Penghancuran tioredoksin reduktase dengan proses
mengenalkan asam nukleat ke dalam sel secara stabil
(mengganggu konstruksi RNA), diketahui mengubah
kemampuan pertumbuhan dan morfologi sel kanker
paru tikus menjadi sama dengan sel normal
• perkembangan tumor dan metastasis berkurang drastis
PENUAAN
Banyak studi menunjukkan bahwa akumulasi kerusakan
oksidatif terjadi pada sel yang menua. Kerusakan oksidatif ini
termasuk kerusakan mitokondria dan DNA, menurunnya
jumlah limfosit, peroksidasi lemak, dan akumulasi karbonil
pada protein. Mitokondria yang rusak akibat penuaan, akan
membebaskan lebih banyak spesies oksigen reaktif (reactive
oxygen species/ ROS). Karena itu, glutation peroksidase dan
selenoprotein lain memiliki peran dalam memperlambat
kerusakan seluler dan proses penuaan.
PENYAKIT KARDIOVASKULAR
Disfungsi endothelial merupakan faktor utama dalam
patogenesis atherosklerosis. Berdasarkan penelitian
laboratorium telah membuktikan bahwa Selenium
mungkin bermanfaat pada endotelium dan membantu
mencegah penyakit atherosklerosis. Se suplementasi
melindungi endotelium dari kerusakan oksidatif dan
dapat mengubah fungsi trombosit, pensinyalan sitokin
dan transkripsi molekul adhesi aterogenik
Fe, Cu, dan Immunokompeten
Immunokompeten
Imunokompeten (immunocompetence) adalah
kemampuan tubuh untuk mengembangkan
respon kekebalan terhadap infeksi atau
penyakit. Imunokompeten diukur untuk melihat
seberapa baik tubuh dapat melawan penyakit
tertentu.
Suplementasi Fe
Anemia defisiensi besi adalah kesehatan utama di
seluruh dunia. Masalah terutama terjadi pada anak
terinfeksi malaria di negara berkembang. Beberapa
peneliti telah menganalisis dampak suplementasi Fe
pada morbiditas menular. Pemberian Fe oral selama
3 bulan untuk infeksi pada anak berusia 6-36 bulan
dari pedesaan Afrika yang tinggal di lingkungan di
mana kekurangan Fe dan malaria sering terjadi.
Suplementasi zat besi memiliki efek yang signifikan
dan positif pada status zat besi dan beberapa faktor
imun karena hemoglobin dan sel T dan Th total
diperbaiki pasca terapi.Namun, tidak ada dampak
pada kejadian malaria yang ditemukan.
Suplementasi Cu
Sebuah penelitian menganalisis efek terapi tembaga
pada fagositosis leukosit pada bayi hypocupraemia.
Sembilan belas bayi hypocupraemic dengan usia 5-9
bulan, dengan rasio berat / panjang normal dan
bebas dari infeksi, diberi makan setiap hari dengan
susu formula sapi mengandung tembaga (40mg / kg)
selama satu bulan. Tembaga plasma dan konsentrasi
ceruloplasmin, dan aktivitas fagositik pada leukosit
polimorfonuklear diukur sebelum dan setelah terapi
Setelah suplementasi, konsentrasi tembaga dan
ceruloplasmin serta indeks fagositik pulih ke nilai
normal. Namun, uji coba klinis lebih lanjut mengenai
pengaruh suplementasi tembaga pada subyek dengan
perbedaan infeksi dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai