IGD RSUD TULUNGAGUNG PENDAHULUAN • Triage merupakan prosedur pemilihan dan pemilahan pasien berdasarkan kegawatdaruratan klinis. • Triage mengelompokkan pasien – pasien dalam kategori – kategori prioritas pertolongan. • Sistem pengelompokkan ini bertujuan memastikan tidak ada delay penanganan life saving pada pasien kritis, identifikasi dan prevensi pasien potensial life threatening problems, dan manajemen lalu lintas dan distribusi pasien. SEJARAH • Triage diperkenalkan pertama kali oleh Baron Dominique Jean Larrey, salah seorang dokter tentara Perancis di masa Napoleon Bonaparte. • Jumlah tentara yang harus dirawat tidak sebanding dengan kapasitas tenaga dan fasilitas kesehatan yang tersedia. • Di sini lah muncul istilah trier, asal kata triage yang berarti memilah. Disaster Triage dan Hospital Triage • Triage tidak hanya digunakan pada situasi perang, bencana, atau chaos dimana terdapat keterbatasan sumber daya kesehatan. • Triage juga diterapkan pada situasi aman, terkendali, dan tertata dimana sumber daya kesehatan mencukupi atau sebanding dengan jumlah pasien. • Triage disebutkan pertama di atas termasuk dalam triage bencana (DISASTER TRIAGE) sedangkan yang terakhir termasuk triage rumah sakit atau triage IGD (HOSPITAL TRIAGE). • Sistem triage bencana dan rumah sakit berbeda. Pada sistem START pertolongan fokus pada korban – korban yang paling mungkin diselamatkan. • Korban – korban henti napas henti jantung dikelompokkan dalam kategori “expected” atau label hitam. Korban – korban yang mampu berjalan (walking wounded) tergolong label hijau tanpa melihat jenis luka dan kondisi yang diderita. • Meskipun henti napas henti jantung merupakan kegawatan tertinggi dan wajib diberikan resusitasi, situasi bencana tidak memungkinkan resusitasi henti jantung. Keterbatasan fasilitas dan ketidakseimbangan penolong – korban membatasi resusitasi henti jantung. • Triage IGD memiliki keuntungan pada fasilitas memadai, lengkap, dan personil kesehatan yang cukup. • Triage rumah sakit memastikan semua pasien mendapat pertolongan sesuai dengan kegawatdaruratan masing – masing. Hospital Triage • Tantangan yang dihadapi triage IGD adalah distribusi dan manajemen lalu lintas pasien overload (berlebih). • Pasien overload dapat mengganggu pelayanan IGD. • Overload ini dapat menghabiskan sumber daya IGD sehingga pelayanan IGD tidak lagi efficient dan effective. • Guna mencegah dan mengantisipasi hal tersebut, disusun suatu sistem triage IGD. • Sistem triage IGD banyak versi dan modifikasi sesuai dengan kondisi masing – masing rumah sakit. • Diantaranya adalah Emergency Severity Index (ESI) dan Singapore Patient Acuity Category Scale (PACS). • Dua sistem tersebut sering diadopsi oleh rumah sakit dan negara – negara di dunia. • Di Indonesia rumah sakit – rumah sakit pemerintah dan swasta mengadopsi dan memodifikasi dua sistem tersebut. • Meskipun demikian, tidak sedikit rumah sakit yang menyusun sistem triage sendiri. • Sistem PACS berasal dari Singapura dan diadopsi oleh rumah sakit – rumah sakit bekerja sama atau berafiliasi dengan Singapore General Hospital. • PACS terdiri dari 4 skala prioritas. PAC 1
• Merupakan kategori pasien – pasien yang
sedang mengalami kolaps kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada kategori ini tidak boleh delay. • Contoh PAC 1 antara lain major trauma, STEMI, cardiac arrest, dan lain – lain. PAC 2 • Merupakan kategori pasien – pasien sakit berat, tidur di brankar/bed, dan distress berat tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. • Pasien ini mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. • Contoh PAC 2 antara lain stroke, close fracture tulang panjang, asthma attack, dan lain – lain. PAC 3 • Merupakan kategori pasien – pasien sakit akut, moderate, mampu berjalan, dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara effective di IGD biasanya cukup menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. • Contoh PAC 3 antara lain vulnus, demam, cedera ringan – sedang, dan lain – lain. PAC 4 • Merupakan kategori pasien – pasien non emergency. Pasien ini dapat dirawat di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit yang beresiko mengancam jiwa. • Contoh PAC 4 antara lain acne, dyslipidemia, dan lain – lain. • Sistem ESI dikembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat emergensi dan dokter spesialis emergensi. • ESI diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan rumah sakit – rumah sakit di Indonesia. • ESI memiliki 5 skala prioritas. PRIORITAS 1 • Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien – pasien dengan kondisi impending life/limb threatening problem sehingga membutuhkan immediate life – saving intervention (cito tindakan). • Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh antara lain cardiac arrest, status epileptic, hypoglycemic coma, dan lain – lain. PRIOTITAS 2 • Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien – pasien dengan kondisi potential life, limb, or organ threatening problem sehingga pertolongan pada pasien – pasien mendesak (urgent) dan tidak dapat ditunda (should not wait). • Parameter prioritas 2 adalah pasien – pasien hemodinamik atau ABCD stabil dengan kesadaran turun tapi tidak koma (GCS 8 – 13), distress berat, dan high risk. • Contoh prioritas 2 antara lain astma attack, akut abdomen, electric injury. PRIORITAS 3 • Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien – pasien yang membutuhkan in – depth evaluation, pemeriksaan klinis menyeluruh. • Pasien label kuning memerlukan “dua atau lebih” resources atau sumber daya / fasilitas perawatan IGD. • Logikanya, makin banyak sumber daya/ resources dibutuhkan makin berat kegawatdaruratan sehingga prioritas 3 – 5 berkaitan dengan kebutuhan resources. Contoh, sepsis memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan ECG. • Sepsis stabil mempunyai prioritas lebih tinggi daripada typhoid fever tanpa komplikasi. Akan tetapi, sepsis berat tergolong prioritas 2 (merah) dan shock septic prioritas 1 (biru). PRIORITAS 4 • Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien – pasien yang memerlukan satu macam sumber daya perawatan IGD. • Contoh pasien BPH memerlukan pemasanan kateter urine, vulnus laceratum membutuhkan hecting sederhana, acute febrile illness memerlukan pemeriksaan laboratorium, dan lain – lain. PRIORITAS 5 • Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien – pasien yang tidak memerlukan sumber daya. Pasien ini hanya membutuhkan pemeriksaan fisik dan anamnesis saja tanpa pemeriksaan penunjang. • Pengobatan pasien ini umumnya per oral atau rawat luka sederhana. • Contoh antara lain common cold, acne, excoriasi, dan lain – lain. • Baik PACS dan ESI ditunjang penelitian multicenter dan diterima secara luas. • Kedua sistem hospital triage tersebut memiliki pijakan pemilihan pasien berdasarkan temuan klinis pada first sight atau initial assessment. • Paradigma pemilihan berdasarkan diagnosis penyakit sudah mulai ditinggalkan karena rentan delay dan mistriage. • ESI dan PACS merupakan triage berbasis bukti (evidence based triage) dengan tingkat evidens dan rekomendasi yang paling mumpuni saat ini. • Efisiensi dan efektivitas kedua sistem tersebut teruji dengan banyaknya rumah sakit yang mengadopsi. • Perbedaan ESI dan PACS terletak pada dimensi parameter pemilahan. • ESI membagi kegawatan rumah sakit dalam dua parameter, yakni parameter gangguan ABCD dan parameter sumber daya. Gangguan yang sedang berlangsung (impending) pada ABCD mendapat prioritas pertama sedangkan gangguan ABCD tidak langsung (potential) memperoleh prioritas kedua. • Parameter sumber daya diartikan makin banyak sumber daya dibutuhkan dalam manajemen suatu penyakit maka makin serius penyakit tersebut. • PACS tidak mengikutsertakan parameter sumber daya. • PACS fokus pada parameter klinis pasien. • Sistem PACS dapat dijelaskan secara sederhana yaitu pasien emergency dan non emergency. Paramater emergency terdiri atas ABCD, hemodinamik, distress, mampu beraktivitas atau terbaring, dan resiko kolaps sedangkan non emergency tidak ditemukan urgensi pengobatan dan dapat dirawat secara poliklinis. • Kita tidak harus mengikuti jejak rumah sakit lain mengadopsi salah satu sistem tersebut. Namun, kita dapat memodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit masing – masing. TERIMA KASIH