Anda di halaman 1dari 32

SEMINAR HASIL PENELITIAN

PERBANDINGAN KLORAMFENIKOL SECARA TUNGGAL DAN


KOMBINASI DENGAN AMOKSISILIN TERHADAP
PENGHAMBATAN DAN RESISTENSI Staphylococcus aureus

ARIEF RAHMATULLAH
2131210052

Pembimbing 1 : dr. H.R.M. Hardadi Airlangga, Sp.PD


Pembimbing 2 : Rio Risandiansyah, S.Ked, MP, PhD
Tim Kelayakan: Dr. dr. Doti Wahyuningsih, M.Kes
Latar Belakang
Latar Belakang

Presentase penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak


berdasarkan indikasi yang mencapai 30%-80% di berbagai
rumah sakit (Kemenkes RI,2011)
Latar Belakang
Permasalahan Penelitian
1. Bagaimana perbandingan kadar hambat minimum antibiotik kloramfenikol pada
S.aureus yang di induksi antibiotik kloremfenikol tunggal dan kombinasi dengan
amoksisilin secara subletal?
2. Bagaimana perbandingan frekuensi mutasi resistensi antibiotik kloramfenikol pada
S.aureus yang di induksi antibiotik kloremfenikol tunggal dan kombinasi dengan
amoksisilin secara subletal?

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbandingan kadar hambat minimum antibiotik kloramfenikol pada
S.aureus yang di induksi antibiotik kloremfenikol tunggal dan kombinasi dengan
amoksisilin secara subletal .
2. Mengetahui perbandingan frekuensi mutasi resistensi antibiotik kloramfenikol pada
S.aureus yang di induksi antibiotik kloremfenikol tunggal dan kombinasi dengan
amoksisilin secara subletal
Manfaat Penelitian
1. Memberikan landasan ilmiah untuk mengetahui perubahan daya
bunuh kombinasi antibiotik terhadap S.aureus.
2. Memberikan landasan ilmiah untuk mengetahui perbandingan
kemungkinan bakteri resisten terhadap antibiotik pada pemberian
antibiotik tunggal dan kombinasi subletal.
Kerangka Konsep
Penelitian
Hipotesis

H0 :
•Tidak terdapat perbedaan KHM Kloramfenikol tunggal dan kombinasinya
dengan Amoksisilin terhadap bakteri S.aureus

•Tidak terdapat peningkatan frekuensi mutasi bakteri S.aureus dengan


pemberian Kloramfenikol tunggal dan dengan kombinasi Amoksisilin secara
subletal.

H1 :
•Terdapat perbedaan KHM Kloramfenikol tunggal dan kombinasinya dengan
Amoksisilin terhadap bakteri S.aureus.

•Terdapat peningkatan frekuensi mutasi bakteri S.aureus dengan pemberian


Kloramfenikol tunggal dan dengan kombinasi Amoksisilin secara subletal.
METODOLOGI PENELITIAN
RANCANGAN PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitia

Penelitian ini akan dilaksanakan secara Waktu:


eksperimental laboratorium secara in September 2017–November 2017
vitro, untuk mengetahui uji resistensi
Tempat:
laju mutasi bakteri S. aureus terhadap
Laboratorium Biokimia
antibiotik Amoksisilin dan
Fakultas Kedokteran UNISMA
Kloramfenikol.
Uji KHM Antibiotik Tunggal
Uji KHM Antibiotik Kombinasi
Frekuensi Mutasi : Induksi Antibiotik
Frekuensi Mutasi : Seleksi Antibiotik
Serial Passage
Analisa Data

Data yang diperoleh dari proses pembacaan pada spektrofotometer epoch dengan
menggunakan program GEN5(TM) berupa pertumbuhan bakteri. Kemudian, data
tersebut akan dibuat diagram untuk melihat pola dan tingkat pertumbuhan menggunakan
program Microsoft Excel dengan menghitung Mean, Median, Maximum, Minimum, Q1
dan Q3. Selanjutnya, tingkat pertumbuhan diuji statistik menggunakan ttest antara
beberapa perlakuan dengan menggunakan program Microsoft Excel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji KHM Kloramfenikol dan Kombinasi dengan
Amoksisilin

Berdasarkan 3 tabel diatas, hasil yang didapatkan adalah kadar hambat minimum antibiotik tunggal
kloramfenikol terdapat pada konsentrasi 1/8 sebesar 0,125 mg/ml dengan tingkat pertumbuhan ±0,366 pada
absorbansi OD 600. Sedangkan antibiotik tunggal amoksisilin didapatkan nilai konsentrasi KHM sebesar
1/1024 atau 0,0004 mg/ml. Pada antibiotik kombinasi kadar hambat minimum kloramfenikol terdapat pada
konsentrasi 1/32 atau sebesar 0.007 mg/ml dengan tingkat pertumbuhan ±0,471. Uji kadar hambat minimum
pada kloramfenikol mengalami perubahan KHM pada uji secara tunggal dan dengan kombinasi.
KHM Kloramfenikol Tunggal

Penelitian uji KHM pada bakteri S.aureus yang dilakukan oleh CLSI (Clinical and
Laboratory Standarts Institute) kloramfenikol menunjukkan nilai KHM ≤8 µg/ml yang
termasuk kategori sensitif dan ≥32 µg/ml yang termasuk kategori resisten. Jika
dibandingkan dengan hasil penelitian ini, maka kloramfenikol menunjukkan nilai KHM
yang termasuk kategori resisten.
KHM Kloramfenikol dengan Kombinasi Amoksisilin
Berbeda dengan hasil uji KHM tunggal, pada uji KHM kombinasi kloramfenikol dan amoksisilin nilai
KHM menunjukkan nilai konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol
tunggal.Hal ini dapat berkaitan dengan interaksi obat antara kloramfenikol dengan amoksisilin
yang diketahui memiliki mekanisme kerja yang berbeda dimana kloramfenikol berkerja di ribosom dan
amoksisilin yang berkerja di dinding sel bakteri. Interaksi obat antara kloramfenikol dan amoksisilin
diketahui bersifat antagonistik dan menimbulkan efek yang merugikan pada interaksi farmakodinamik
kombinasi ini. Sifat antagonistik dari interaksi kombinasi obat memliki efek yang lebih rendah atau
dibawah ekspektasi terapi.
Perbandingan Pertumbuhan tiap 4 Jam pada Media
Selektif dan Non Selektif

Laju pertumbuhan pada kelompok A (Non selektif, non induksi) dibandingkan


dengan kelompok B (Selektif, non induksi) menunjukkan perbedaan signifikan
pada tiap 4 jam pemeriksaan kecuali pada jam 4-8 masa inkubasi yang
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara laju pertumbuhan
kelompok A dengan B
Perbandingan Pertumbuhan tiap 4 Jam pada Media
Selektif dan Non Selektif

Sedangkan perbandingan pada kelompok C (Non selektif, induksi kloramfenikol ¼ KHM)


dengan kelompok D (Selektif, induksi kloramfenikol ¼ KHM) menunjukkan perbedaan
signifikan pada jam 0,5-1, 1-4 dan 8-12 masa inkubasi (p<0,05) dan pada jam 4-8, 12-16
dan 16-24 masa inkubasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan.
Perbandingan Pertumbuhan tiap 4 Jam pada Media
Selektif dan Non Selektif

Pada grafik perbandingan kelompok E (Non selektif, induksi kloramfenikol + amoksisilin


¼ KHM) dengan kelompok F (Selektif, kloramfenikol + amoksisilin ¼ KHM) perbedaan
yang signifikan laju pertumbuhan bakteri ditemukan di jam 0,5-1, 1-4, 4-8, 16-24 masa
inkubasi (p<0,05) sedangkan pada jam 8-12 dan 12-16 tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok E dengan F.
Analisa Pola
Pertumbuhan
Media Selektif &
Non Selektif
Analisa Pola Pertumbuhan Media Selektif & Non Selektif

Berdasarkan uji t test, kelompok A (media non seleksi, non induksi) menunjukkan perbedaan
signifikan dengan kelompok B pada semua jam pemeriksaan dengan signifikansi (p<0,05).
Begitu pula antara kelompok C dengan kelompok D dan antara kelompok E dengan
kelompok F yang menunjukkan perbedaan signifikan pada setiap jam pemeriksaan.
Analisa Pola Pertumbuhan Media Selektif & Non Selektif

• Pola pertumbuhan pada kelompok A pada penelitian ini yang merupakan kelompok
dengan media non selektif dan non induksi dianggap sebagai pola pertumbuhan
normal bakteri. Pada fase pertumbuhan lag, log dan death di semua kelompok
memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan kelompok A. Sedangkan pada
fase stasioner hanya kelompok E yang memiliki pola berbeda yaitu pada jam ke 8-
12 masa inkubasi. Kesamaan lainnya pada semua kelompok yaitu adanya kenaikan
pertumbuhan pada jam ke 16-24 masa inkubasi.
Analisa Pola Pertumbuhan Media Selektif & Non Selektif

• Ada beberapa alasan mengapa peningkatan pertumbuhan bisa terjadi di akhir masa
inkubasi salah satunya adalah terjadinya fase long-term stationary atau fase
stasioner jangka Panjang. Pada fase setelah death phase bakteri yang mati akan
mengeluarkan nutrien ke lingkungannya. Nutrien dan substansi yang ada di
lingkungan kultur ini akan dimanfaatkan oleh bakteri yang masih tersisa untuk
bertahan hidup. Hal inilah yang memicu terjadi fase stasioner jangka Panjang yang
bisa berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan
Pada kelompok non selektif yaitu kelompok A,C dan E rata-rata jumlah bakteri yang tumbuh
cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata jumlah bakteri kelompok B,D dan F yang
merupakan kelompok selektif yang menggunakan kloramfenikol. Kloramfenikol
merupakan antibiotik berspektrum luas diketahui bersifat bakteriostatis. Kloramfenikol
memasuki bakteri dengan proses yang bergantung pada energi. Aktivitas antibiotiknya
disebabkan oleh hambatan kompetitif untuk mengikat aminoasil tRNA ke domain
peptidyltransferase subunit 50S. Sifat bakteriostatik dari kloramfenikol inilah yang
memungkinkan kloramfenikol menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus seperti yang
terjadi pada kelompok B,D dan F
Pada hasil perhitungan frekuensi mutasi didapatkan hasil tingkat frekuensi mutasi kelompok dengan
induksi kloramfenikol ¼ KHM lebih tinggi (CD) dibandingkan kelompok tanpa induksi dan dengan
induksi kombinasi kloramfenikol + amoksisilin ¼ KHM. Pemberian dosis subletal diketahui dapat
menimbulkan beberapa efek terhadap bakteri seperti penurunan pembentukan biofilm, pengeluaran atau
sekresi toksik sampai dengan peningkatan transfer gen dan frekuensi mutasi dari bakteri. Proses
mekanisme resistensi ini dapat berlangsung karena bakteri merespon antibiotik dan mengekspresikan
gen spesifik terhadap senyawa kloramfenikol yaitu gen CAT (Chloramphenicol Acetyltransferase).
KESIMPULAN

1. Kloramfenikol tunggal memiliki nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) yang lebih
tinggi yaitu 0,125 mg/ml dibandingkan dengan kombinasi amoksisilin yaitu
sebesar 0,007 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2. Kurva pola pertumbuhan pada bakteri S.aureus menunjukkan pola pertumbuhan
yang rendah berdasarkan rata-rata jumlah pertumbuhan bakteri pada media
selektif kloramfenikol 1x KHM.
3. Kelompok dengan induksi kloramfenikol ¼ KHM memiliki tingkat frekuensi
mutasi yang tinggi dibandingkan dengan kelompok non induksi dan kelompok
induksi kombinasi kloramfenikol dengan amoksisilin.
SARAN

1. Melakukan uji KHM (Kadar Hambat Minimum) dan resistensi


antibiotik kombinasi dengan variasi konsentrasi yang berbeda antar
antibiotik kloramfenikol dan amoksisilin.
2. Melakukan uji resistensi antibiotik dengan menambahkan media
selektif kombinasi kloramfenikol dan amoksisilin untuk mengetahui
perbedaan sensitifitas dan toleransi antibiotik tunggal dan kombinasi.
3. Melakukan uji konfirmasi dengan penambahan konsentrasi KBM
(Kadar Bunuh Minimum) selain menggunakan KHM.
4. Melakukan identifikasi strain Staphylococcus aureus menggunakan
sekuensi ribosom pada S.aureus.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai