Anda di halaman 1dari 39

CLINICAL ETHICS

M. Jusuf Hanafiah
Fakultas Kedokteran USU
Medan

8/2/2018 1
Dokter yang profesional
diharapkan memiliki kompetensi
profesional yang terdiri dari :
1. Kompetensi konseptual
( pengetahuan dasar profesi).
2. Kompetensi teknikal ( ketrampilan
dasar profesi).
3. Kompetensi integratif ( kemampuan
bekerja secara efektif dan efesien).

8/2/2018 2
4. Kompetensi kontekstual ( landasan
sosial, ekonomi dan budaya
masyarakatnya).
5. Kompetensi adaptif ( penyesuaian
diri).
6. Kompentensi interpersonal
(kemampuan berkomunikasi).
Disamping kompetensi tersebut diatas
maka dokter yang profesional harus
memiliki prilaku profesional,
memegang teguh kode etik profesinya.3
8/2/2018
Fungsi kode etik profesi adalah :
1. Keputusan yang diambil anggota
profesi demi kepentingan klien/
pasien.
2. Kepercayaan masyarakat terhadap
profesi menjadi kuat.
3. Memberi arah moral yang benar.
4. Perilaku anggota dapat diawasi.
5. Dalam memberikan sanksi
berpedoman pada kode etik dan
8/2/2018peraturan terkait. 4
Setiap dokter harus menyadari
bahwa etik merupakan komponen
penting dalam pelayanan klinik yang
baik. Transaksi terapetik antara
pasien dan dokter didasari atas
saling hormat menghormati, saling
percaya mempercayai dan saling
berbagi peran dalam mencapai
tujuan bersama yaitu kesembuhan
pasien atau mengurangi
penderitaannya.
8/2/2018 5
Prinsip etik kedokteran
adalah:
1.Menghormati otonomi pasien (respect
for autonomy).
2. Berbuat yang terbaik (beneficence).
3. Tidak merugikan (nonmaleficence).
4. Adil (justice, fairness).

8/2/2018 6
Etika klinis (clinical ethics)
merupakan etika terapan untuk
mengenal, menganalisis dan
menyelesaikan masalah etik
dalam pelayanan klinik
( Jonsen et al, 2002).

8/2/2018 7
Setiap kasus di klinik,
terutama yang menonjol
aspek etiknya dianjurkan
untuk dilakukan pendekatan
praktis dalam mengambil
keputusan segi etik, yaitu
dengan menggunakan 4 topik
berikut (Jonsen et al, 2002) :

8/2/2018 8
A. Indikasi medik ( medical
indications)
B. Kesukaan pasien (patient
preference)
C. Kualitas hidup (quality of life)
D. Gambaran kontekstual
(contextual features)
8/2/2018 9
A. Indikasi medik
Prinsip-prinsip yang terbaik dan tidak
merugikan
1.Apa masalah medik pasien ? Anamnesis, diagnosis,
prognosis?
2.Apakah masalahnya akut, kronik, gawat, darurat,
reversible ?
3.Apa tujuan pengobatan ?
4.Bagaimana tentang kemungkinan berhasil ?
5.Apa rencana berikutnya jika pengobatan gagal ?
6.Sebagai simpulan, bagaimana pasien ini dapat
memanfaatkan asuhan kedokteran dan perawatan dan
bagaimana menghindari kerugian bagi pasien?

8/2/2018 10
B. Pilihan pasien
Prinsip menghormati otonomi
1.Apakah pasien mampu secara mental dan
kompeten secara sah ? Adakah bukti-bukti
tidak mampu ?
2.Kalau mampu apa kata pasien tentang
pengobatan yang dipilihnya?
3.Apakah kepada pasien telah dijelaskan manfaat
dan resiko, telah mengerti tentang penjelasan
ini dan telah memberikan persetujuan tindakan
mediknya (PTM)?

8/2/2018 11
4.Kalau tidak mampu siapa yang layak
mewakilinya? Apakah wakilnya
menggunakan standar yang tepat untuk
mengambil keputusan ?
5.Apakah pasien sebelumnya telah
mengemukakan kesukaannya dan kearah
mana penanganannya ?
6.Apakah pasien tidak mau atau tidak mampu
menerima pengobatan? Kalau ya, kenapa ?
7.Sebagai simpulan, apakah dari segi etik dan
hukum hak pasien memilih telah
dihormati?
8/2/2018 12
C. Kualitas Hidup
Prinsip-prinsip yang terbaik, tidak merugikan
dan menghormati otonomi
1.Bagaimana prospeknya dengan atau tanpa
pengobatan untuk kembali ke kehidupan
normal?
2.Apa kekurangan fisik, mental dan sosial yang
mungkin dialami pasien kalau pengobatan
berhasil?
3.Adakah bias terhadap penilaian yang diberikan
penyelenggara pelayanan kesehatan terhadap
kualitas hidup pasien?

8/2/2018 13
4.Apakah kondisi pasien sekarang
dan yang akan datang sebegitu
rupa, sehingga kehidupan
selanjutnya tidak perlu
dipertimbangkan lagi ?
5.Apakah rasional untuk
merencanakan pengobatan
selanjutnya?
6.Adakah rencana untuk membuat
hidupnya pasien nyaman dan
8/2/2018 memberikan asuhan paliatif? 14
D. Gambaran kontekstual
(kondisi sekitar)
Prinsip-prinsip keadilan
1.Adakah hal-hal dalam keluarga yang
mempengaruhi keputusan akan pengobatan ?
2.Adakah hal-hal yang menyangkut
penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter,
perawat) yang mungkin mempengaruhi
keputusan akan pengobatan?
3.Adakah faktor biaya dan ekonomi?
4.Adakah faktor agama dan budaya?

8/2/2018 15
5.Adakah batas-batas kerahasiaan?
6.Adakah masalah alokasi sumber daya?
7.Adakah peraturan perundang-
undangan yang mempengaruhi
keputusan akan pengobatan ?
8.Apakah penelitian klinis atau
pendidikan klinis terlibat ?
9.Adakah konflik kepentingan dari
penyelenggara pelayanan kesehatan
atau lembaga?
8/2/2018 16
Kasus-kasus latihan
Pertimbangkanlah kasus-kasus berikut dari segi
etik dengan pendekatan etika klinis (Jonsen et
al, 2002
1. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun,
kurang gizi, muntah-muntah, kadang-kadang
kejang, diduga menderita meningitis. Dokter
SpA merekomendasikan punksi lumbal.
Orang tua anak menolak, bukan karena
kekurangan biaya tetapi takut anaknya
meninggal di RS.
8/2/2018 17
2. Seorang wanita berumur 36 tahun
GIP0Ab0, hamil ± 36 minggu. Letak
kepala Dda 148/mnt. Tensi
120/80mmHg. Pada pemeriksaan
laboratorium triple test dan USG
abdomen dijumpai multiple congenital
anomaly. Dokter SpOG menyarankan
partus pervaginam. Sedangkan pasien
dan suaminya meminta dilakukan
seksio sesarea
8/2/2018 18
3. Seorang laki-laki umur 40 thn,
pekerjaan buruh pelabuhan menderita
trauma tumpul pada perutnya. Di IGD
dokter SpB menegakkan diagnosis
perdarahan intraabdominal disebabkan
ruptured spleen, dan memerlukan
laparatomi segera. Hb 4 g%. Pasien
pengikut Jehovah’s Witness, tidak
setuju transfusi darah, namun setuju
dilakukan pembedahan.
8/2/2018 19
4. Seorang wanita berumur 25thn,
GIP0Ab0 hamil ±12 minggu menderita
tachycardi, sesak nafas dan edema.
Ditegakkan diagnosis hamil dengan
gagal jantung. Tim dokter yang terdiri
dari SpOG, SpJP dan SpAn
menganjurkan terminasi kehamilan
setelah keadaanya membaik. Pasien dan
keluarganya menolak karena ini hamil
pertama. Bagaimana sikap etis dokter?
8/2/2018 20
Pendidikan klinis
1. Perlu surat ijin menjadi subjek pendidikan.
2. Perlu diberikan informasi, bahwa :
- Pertama kali diperiksa ko-asisten/ residen
- Pemeriksaan dilakukan oleh lebih dari 1
(satu) peserta didik.
- Kadang-kadang pemeriksaan hanya untuk
tujuan pendidikan, bukan asuhan medis.
3. Pada prosedur invasif harus dihadiri
konsultan (supervisor), apalagi
pada tindakan pertama kali.
4. Permintaan untuk tindakan haruslah sopan.
8/2/2018 21
5. Penolakan pasien harus dihormati.
Kasus-kasus dugaan
pelanggaran etik dan
etikolegal

8/2/2018 22
Dari pengamatan kasus-kasus dugaan
pelanggaran etik kedokteran dan
etikolegal (malpraktek) yang ditangani
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) Wilayah diseluruh Indonesia,
disimpulkan bahwa:

8/2/2018 23
1.Hampir semua dokter yang diadukan
pasiennya adalah dokter spesialis yang
langsung menangani pasien (bukan spesialis
penunjang, kecuali Sp An).
2.Mereka bekerja di rumah sakit, jarang yang
ditempat praktek pribadi.
3.Rata-rata mereka termasuk figur dokter yang
“banyak pasiennya”, jadi cukup sibuk.
4.Pada kasus-kasus yang tidak “segera selesai”
(termasuk yang masuk pengadilan) dikesankan
dokter tersebut kurang baik komunikasinya,
sedikit arogan, berwatak “business oriented”,
namun bukan profesional sejati.
8/2/2018 24
5.Hampir semua pengadu merasa kurang
dihormati hak-haknya (atas informasi) karena
kekurang jelasan komunikasi (khususnya
tentang komplikasi penyakit sehingga merasa
dirugikan, serta merasa diperlakukan “sebagai
nomor” belaka oleh dokternya.
6.Sebagian dari pengadu mengeluh tentang
mahalnya pelayanan kesehatan dari
dokter/rumah sakit.
7.Sebagian besar pengadu mengeluhkan
kasusnya lewat pers (yang kemudian IDI
tanggapi secara proaktif) dan akhir-akhir ini
lewat lembaga pembela konsumen, pihak
asuransi, dll.
8/2/2018 25
8.Sebagian besar kasus diselesaikan
secara musyawarah (damai) antar para
pihak dengan atau tanpa IDI /
jajarannya sebagai pihak penengah,
dengan atau tanpa dokter membayar
ganti rugi/meminta maaf kepada pihak
pasien/keluarganya.

8/2/2018 26
Secara lebih spesifik juga telah
dideteksi adanya sejumlah
dokter bermasalah, antara lain
berupa:
1. Kekurang-pengalaman dan atau tekanan
kerja.
2. Konflik interpersonal atau kepribadian.
3. Kecacatan, termasuk menjadi lansia.
4. Nyata-nyata kekurangan pengetahuan
atau ketrampilan (tidak profesional).
5. Perilaku jahat atau kriminal.
6. Watak yang menyebalkan (annoying).
8/2/2018 27
Professional Conduct Committee dari
Inggeris mengelompokkan
pelanggaran serius perilaku dokter
sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan kompetensi dan
kemampuan.
2. Mengabaikan tanggung jawab
profesional kepada pasien.
3. Peresepan tak bertanggung jawab.
4. Penyimpangan profesional lainnya (
rekam medik tidak lengkap, delegasi
tindakan medik tidak sempurna, dll).
8/2/2018 28
5. Penyimpangan berat perilaku lainnya
6. Masalah keuangan dan ketidak jujuran
lainnya
7. Perilaku seksual menyimpang
8. Kecurangan akademik
9. Pengiklanan diri

8/2/2018 29
Kasus-kasus dugaan
pelanggaran etik yang muncul
kepermukaan
1. Penggunaan berlebihan ( overutilisasi) alat
canggih kedokteran yg didorong untuk
pengembalian kredit bank.
2. Pengobatan ala kadarnya ( under-treatment,
substandard) pada pasien tidak mampu atau
penolakan pasien dng berbagai alasan.
3. Perpanjangan length of stay pasien VIP untuk
penambahan penghasilan RS, termasuk
perluasan indikasi medik/perawatan dng
keinginan pasien.
8/2/2018 30
4. Pelaksanaan futilisasi medik (kesia-siaan)
bagi penyakit yg tak bisa sembuh lagi.
5. Pemulangan atau pemaksaan halus untuk
pulang pasien tidak mampu dari RS dlm
keadaan belum stabil ke RS lain (patient
damping).
6. Mempersulit atau tdk menerima pasien
sakit berat yg hampir meninggal, demi
mencegah kesan nama buruk penanganan
pasien ( menekan angka kematian RS).
7. Menahan-nahan pasien walaupun tidak
jelas diagnosisnya (tdk merujuk kefasilitas
lebih tinggi) hanya untuk kepentingan
8/2/2018 31
penghasilan dokter/RS.
8. Tidak melaksanakan doktrin informed
consent secara tulus ikhlas.
9. Tidak melaksanakan ketentuan rekam
medis secara lege artis.
10. Dikotomi atau splitting (merujuk pasien
atau melakukan tindakan medis dengan
imbalan komisi dari fasilitas lain).
11. Menggunakan pengganti/assisten untuk
melindungi tenaga kesehatan lain yg tdk
berhak/berwenang karena sudah
tua/cacat/sakit/adiksi atau berperilaku
buruk
8/2/2018 32
12. Tidak mengungkapkan medical error dari
teman sejawat.
13. Mempraktekan suatu kontroversi medis
seperti : aborsi bukan indikasi medik
menjadi menstual regulation.
14. Persaingan perebutan lahan atau
kewenangan medik (antar spesialis).
15. Memperkokoh ketertutupan medis dan
mempersulit sejawat lain masuk kedalam
unit kerjanya.
16. Meminta honorarium tinggi dng dalih
profesionalitas dan terlalu berorientasi pd
8/2/2018 waktu sebagai bisnis. 33
Kasus-kasus dugaan pelanggaran
etikolegal yg muncul
kepermukaan
1. Saat melakukan operasi sesar, dokter
lukai kepala bayi ( Bekasi).
2. Tiga tahun keteter bersarang dalam
tubuh Yurah ( Jakarta).
3. Dokter SpF membuka rahasia jenazah
autopsi ( Jakarta).
4. Dokter SpBD meminta imbalan jasa
khusus diluar ketentuan RSAM (
8/2/2018Medan) 34
5. Yang sakit kaki kiri, dioperasi kaki
kanan
( Manado).
6. Pasien cidera kepala meninggal
karena kelalaian dokter jaga (Tegal).
7. Isteri penderita asthma tewas,
benarkah akibat suntikan ? (
Samarinda).
8. Kode Etik tak mempan bendung
promosi obat ( Jakarta).
8/2/2018 35
9. Aborsi ilegal ( Surabaya).
10.Tertukar bayi ( Surabaya).
11.Kematian bayi pasca persalinan (
Surabaya)
12.Bayi lahir cacat (Brachial palsy,
Surabaya).
13.Buta pasca operasi mata ( Surabaya).
14.Kematian pasien pasca kuretase (
Surabaya).
8/2/2018 36
15. Surat keterangan sakit palsu ( Surabaya).
16. Anak 6 th meninggal setelah ditangani 4
dokter SpA berganti-ganti ( Jakarta).
17. Pasien meninggal setelah berganti-ganti
diagnosis dirawat selama 9 hari (
Jakarta).
18. Pasien meninggal karena CO2 dalam
tabung O2 (Bengkulu).
19. Tubektomi yang membawa maut
(Banyuwangi).
20. Ibu lumpuh setelah persalinan dan
histerektomi (Semarang).
21. Abortus spontan meninggal dirumah
8/2/2018 37
setelah pernah dirawat di RS ( Denpasar).
MKEK pusat menghimbau agar
keputusan (vonis) MKEK
wilayah/cabang tentang sesuatu
kasus pelanggaran etik atau
etikolegal disampaikan kepada
MKEK pusat untuk kompilasi
dan dapat digunakan sebagai
referensi untuk kasus yang
serupa dikemudian hari.
8/2/2018 38
8/2/2018 39

Anda mungkin juga menyukai