Anda di halaman 1dari 63

Annisa Rahayu

Nuri Dzulfiani Ulfah

Preseptor:
Kartika Ruchiatan, dr., SpKK, MKes
KETERANGAN UMUM
 Nama : Tn. M
 Usia : 41 tahun
 Alamat : Sarijadi, Bandung
 Pendidikan : SD
 Pekerjaan : Tidak bekerja
 Status Marital : Menikah
 Suku : Sunda
 Tanggal Pemeriksaan : 8 Oktober 2014
ANAMNESIS
• KELUHAN UTAMA
Benjolan-benjolan pada lengan, tungkai, wajah, punggung,
dan perut yang tidak terasa gatal maupun nyeri
ANAMNESIS KHUSUS
Pasien mengeluhkan benjolan-benjolan yang hilang timbul pada lengan,
tungkai, wajah, punggung dan perut yang tidak gatal maupun nyeri sejak 2
minggu SMRS. Benjolan disertai dengan kulit yang kering hampir di seluruh
bagian tubuh dan bengkak serta baal pada kedua kaki.

Pada tahun 2011, keluhan pertama kali muncul yaitu timbul bruntus-bruntus
kemerahan pada bagian dada, kemudian lama kelamaan menyebar ke
punggung dan juga wajah. Pasien mengaku bahwa keluhan tersebut tidak
diobati, hanya meminta air doa dari pengobatan alternatif. Sebulan
kemudian, timbul bengkak-bengkak pada pipi, tangan, dan kaki disertai
dengan rasa kesemutan pada kaki yang hilang timbul sampai saat ini. Karena
keluhannya tersebut, pasien berobat ke RSHS dan didiagnosis mengalami
Kusta lalu mendapatkan pengobatan 1 bulan sekali. Namun, pasien tidak
meneruskan pengobatannya karena pindah rumah ke Banten.
ANAMNESIS KHUSUS
Pada tahun 2013, keluhan benjolan-benjolan timbul kembali
dan dirasakan semakin parah, namun pasien hanya berobat ke
terapi lintah selama 7 bulan. Setiap 2 hari pasien datang ke
terapi lintah dan ditempelkan sekitar 15 lintah pada tubuh
pasien. Selain itu juga pasien diberikan jamu yang diminum
setiap hari. Namun keluhannya tidak membaik dan terus
muncul.
Pada tahun 2014, keluhan benjolan-benjolan tersebut semakin
parah disertai dengan benjolan yang berisi nanah dan juga
kulit-kulit yang mengelupas serta adanya bercak putih dan juga
kecoklatan. Keluhan pada kulit tersebut tidak disertai rasa
gatal maupun nyeri. Akhirnya pasien kembali berobat ke RSHS,
dan mendapatkan pengobatan kusta. Pasien telah rutin
berobat ke RSHS selama + 9 bulan. Pasien merasakan
keluhannya seiring waktu berangsur angsur membaik.
ANAMNESIS KHUSUS
Pasien mengaku timbul keluhan kerontokan alis, bulu mata, dan
rambut sejak 3 tahun yang lalu. Selain itu, keluhan adanya
penebalan cuping telinga diakui oleh pasien. Pasien sering
mengalami gejala influenza yang hilang timbul semenjak terkena
penyakit ini. Pasien mengaku sering putus asa dengan penyakit
yang diderita olehnya.

Tidak terdapat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga,


orang serumah, teman-teman, maupun tetangga pasien. Pasien
tinggal dan besar di Bandung.
ANAMNESIS KHUSUS
Timbulnya luka atau borok, nyeri saraf, kesulitan menutup
mata maupun gangguan penglihatan, tangan dan kaki
lunglai, jari-jari tangan seperti cakar, pemendekan jari-jari
tangan dan kaki, dan juga keluhan mimisan disangkal oleh
pasien. Namun pasien mengaku adanya perubahan bentuk
hidung. Selain itu, keluhan bengkak pada kedua tangan dan
kaki masih dirasakan oleh pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
• STATUS GENERALIS
Kesadaran : Kompos mentis
Keadaan Umum : Sakit ringan
Tanda vital : Dalam batas normal

• KEPALA
Rambut : rontok
Wajah : fasies leonin (-), simetris
Mata : alis, bulu mata: maderosis +/+
Palpebra: lagoftalmos -/-
konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Hidung : sekret -/- saddle nose (-)
Mulut : tidak ada kelainan
Telinga : infiltrat -/-
Kulit : lihat status dermatologikus
PEMERIKSAAN
 LEHER
FISIK
: JVP tidak meningkat
 DADA : Bentuk dan pergerakan simetris
Paru-paru : VBS normal kanan = kiri, ronki -
/-
Jantung : Bunyi jantung murni, reguler
Ginekomastia +/+
Kulit : lihat status dermatologikus

 ABDOMEN : Datar lembut, nyeri tekan (-)


Hepar dan lien tidak teraba, bising usus
(+) normal
Kulit : lihat status dermatologikus

 PUNGGUNG : Kulit : lihat status dermatologikus


PEMERIKSAAN FISIK
 EKSTREMITAS ATAS :
skar BCG (-), Kontraktur -/-, Pseudomutilasi -/-,
Claw hands -/-, Banana finger -/-, Drop wrist -/-,
edema +/+
 EKSTREMITAS BAWAH:
Kontraktur -/-, Pseudomutilasi -/-, Claw toes -/-,
Banana toe -/-, Drop foot -/-, edema +/+

 KGB tidak membesar


PEMERIKSAAN FISIK
• STATUS DERMATOLOGIKUS
• Distribusi : Regional
• Lokasi : Pipi kiri, kedua lengan, kedua tungkai, perut, dan punggung
• Karakteristik lesi:
– Lesi multipel
– Sebagian diskret, sebagian konfluens
– Bentuk : bulat, sebagian ireguler
– Ukuran : terkecil : 1x1 cm dan terbesar :10x5 cm
– Ukuran benjolan: 1x1x0,5 cm
– Batas : Sebagian berbatas tegas, sebagian berbatas tidak tegas
– Sebagian menimbul dari permukaan kulit normal, sebagian tidak
– Kering
• Efloresensi: makula hipopigmentasi, makula hiperpigmentasi, skuama, nodul
Status neurologikus
Saraf tepi Pembesaran Konsistensi NT
N. Aurikularis +/+ Kenyal/kenyal -/-
magnus
N. Ulnaris -/- -/- -/-
N. Peroneus -/- -/- -/-
komunis

 Saraf Sensoris
 Gloves and stocking anesthesia (+)
 Saraf motoris
 Kekuatan otot dan tangan

 Saraf Otonom
 Tidak dilakukan. Kulit tampak kering.
PEMERIKSAAN KHUSUS
 Pemeriksaan mikroskopis bakteri tahan asam (BTA) dari
apus sayat kulit (ASK) yang diambil dari kedua cuping
telinga dan lesi di kaki kanan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen. (hasil belum keluar)
DIAGNOSIS BANDING
 Morbus hansen
 Tinea corporis
 Psoriasis
 Polineuropati
DIAGNOSIS KERJA
 Morbus hansen multibasiler tipe LL dengan reaksi tipe 2
PENATALAKSANAAN
Umum:
• Menjelaskan bahwa penyakit ini adalah penyakit kronis
• Edukasi tentang pencegahan kecacatan
• Penjelasan cara pemakaian obat (butuh pengobatan yang
memakan waktu lama) dan butuh kepatuhan
• Langsung menghubungi dokter bila ada lesi atau masalah baru
• Menjelaskan penyebab reaksi dan kemungkinan timbulnya
reaksi
• Menilai kesehatan dan penyakit yang menjadi kontraindikasi
pengobtan
• Meminta pasien untuk melakukan follow up rutin
PENATALAKSANAAN
Khusus
Tipe MB:
12 dosis selama 12-18 bulan
Per dosis dewasa : Rifampisin 600 mg/bulan, Clofazimine 300mg/bulan,
clofazimine 50mg/hari Dapsone 100mg/hari
Reaksi kusta
 Ringan : berobat jalan, analgetik/antipiretik, MDT tetap dilanjutkan,
menghindari/menghilangkan pencetus
 Berat : imobilisasi, pemberian analgetik/antipiretik,MDT tetap
dilanjutkan, menghindari faktor pencetus, rawat inap jika ada indikasi,
pemberian prednisone dimulai dengan 40 mg/hari (sediaan 5 mg) dan
setiap 2 minggu dosis diturunkan 1/3 dari dosis awal.
PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Definisi
Penyakit kronis yang disebabkan infeksi M. leprae yang
pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang
kulit, mukosa mulut, saluran nafas atas, sistem
retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis (kecuali
sistem saraf pusat)
Etiologi
Mycobacterium leprae
 Bersifat tahan asam
 Berbentuk batang dengan ukuran 1-8μ,
lebar 0,2-0,5 μ
 Berkelompok dan ada yang tersebar satu-
satu, hidup dalam sel terutama jaringan
yang bersuhu dingin dan tidak dapat
dikultur dalam media buatan. Dapat
menyebabkan infeksi sistemik pada binatang
armadillo.
 Masa belah diri memerlukan waktu yang
sangat lama dibandingkan dengan kuman
lain,yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa
tunas menjadi lama, yaitu rata-rata 2 - 5
tahun
Patogenesis
 Pasien MB menularkan lewat saluran pernapasan dan kulit
 Masuk ke tubuh lewat kulit yang lecet dan mukosa nasal
 M. Lepra merupakan organisme obligat intraselular (pada sel
makrofag atau sel schwann). Bila M. Leprae masuk ke dalam tubuh,
tubuh bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit
darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya
 Pada tipe LL terdapat kelumpuhan sistem imun selular makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman  multiplikasi dengan
bebas dan merusak jaringan. Kerusakan sel schwan dan saraf terjadi
perlahan dan pregresif.
 Tipe TT, imunitas selularnya tinggi sehingga dapat menghancurkan
kuman, makrofag berubah menjadi sel epiteloid, sayangnya
epiteloid tidak bergerak dan kadang bersatu membentuk sel datia
langhans. Bila infeksi tidak segera diatasi akan terjadi reaksi
berlebihan sehingga akan merusak jaringan sekitar
Klasifikasi
 Klasifikasi madrid :
1. Indeterminate
2. Tuberkuloid
3. Borderline-dimorphous
4. Lepromatosa
 Klasifikasi ridney-joupling :
1. Tuberkuloid (TT)
2. Borderline tuberkuloid (BT)
3. Mid-borderline (BB)
4. Borderline lepromatous (BL)
5. Lepromatosa (LL)
 Klasifikasi WHO :
1. Pausibasiler (PB)
2. Multibasiler (MB)
PB MB
Lesi kusta (makula yang datar, papule 1-5 lesi >5 lesi
yang meninggi, infiltrat, plak eritem,
nodus)
Kerusakan saraf (hilang sensasi dan 1 cabang saraf >1 cabang saraf
kelemahan otot)
Sediaan apusan BTA negatif BTA positif
PB MB
1. Lesi Kusta
Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral simetris
asimetris
Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat
Batas Tegas Kurang tegas
Kehilangan rasa pada bercak Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi
pada yang sudah lanjut
Kehilangan kemampuan berkeringat, Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi
rambut rontok pada bercak pada yang sudah lanjut

2. Infiltrat
Kulit Tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada
Membran mukosa (kadang tersumbat, Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada
perdarahan di hidung)
3. Ciri-ciri Central healing • Punched out lesion (lesi seperti bentuk
donat)
• Madarosis
• Ginekomasti
• Hidung pelana
• Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Deformitas Terjadi dini Biasanya simetris, terjadi lambat
TT BT BB BL LL

LESI
Tipe Makula / Makula dibatasi Plak, lesi Makula, plak, Makula, infiltrat
makula dibatasi infiltrat saja berbentuk kubah, papule difus, papul, nodus
infiltrat beberapa punched-out

Jumlah Satu atau Satu dengan lesi Beberapa, kulit Banyak tapi Banyak, distribusi
beberapa satelit sehat (+) kulit sehat luas, praktis tidak
masih ada ada kulit sehat

Distribusi Asimetris & Asimetris Asimetris Cenderung Simetris


terlokalisasi simetris

Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Sedikit berkilap, Halus dan Halus dan berkilap
beberapa lesi berkilap
kering

Sensibilitas Hilang Hilang Berkurang Sedikit Tidak terganggu


berkurang
BTA Negatif - Atau +1 Agak banyak banyak Banyak
TES +3 +2 Biasanya (-) negatif negatif
LEPROMIN
Diagnosis
Tanda Kardinal
1. Bercak mati rasa  hipopigmentasi atau eritematosa,
makula atau plak yang mati rasa sebagian atau total
2. Penebalan saraf tepi  disertai nyeri dan dapat juga
terjadi gangguan fungsi sensori, motoris dan autonom
3. Ditemukan BTA
Diagnosis
Identitas Pasien

Anamnesis
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat kontak dengan pasien kusta
 Faktor pencetus
 Komplikasi yang terjadi
 Riwayat pengobatan
 Diagnosis banding

Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis :
 Rambut rontok
 Wajah : fasies leonina, madarosis, lagoftalmus, konjungtiva anemis, sklera ikterik, kornea
keratitis, iridosiklitis, saddle nose
 Dada : ginekomastia
 Anggota gerak: edema, banana fingers/toes, pseudomutilasi, kontraktur, claw hands/toes,
drop wrist/foot
Diagnosis
2. Status Dermatologikus : makula/papula/plak/nodul/infiltrat/sikatrik/ulkus

3. Status Neurologis :
 Perabaan saraf: N.aurikularis magnus, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis
dan N. Tibialis posterior
Melihat apakah ada pembesaran/penebalan, apakah saraf kiri dan
kanan sama besar atau tidak, apakah ada nyeri atau tidak pada
perabaan
 Tes sensoris pada telunjuk, jempol, kelingking, tenar, hipotenar, telapak
kaki dan pada lesi : rasa raba, rasa nyeri (tajam, tumpul) , rasa suhu
(panas, dingin).
 Tes autonomik : tes Gunawan (pinsil tinta) dan tes pilocarpin
 Tes motorik : N.facialis, N.ulnaris, N.medianus, N.radialis, N.peroneus
comunis, N.tibialis posterior
Pemeriksaan Penunjang
Bakterioskopis
 Hapus sayatan kulit
 Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus
minimum dilaksanakan di tiga tempat, yaitu : cuping
telinga kiri, cuping telinga kanan, bercak yang paling aktif
 Untuk pasien dicurigai, pasien baru yang didiagnosis
secara klinis, pasien relaps dan kuman resisten, dan
pasien MB setahun sekali
 Untuk pemeriksaan indeks bakteri dan morfologi bakteri
Pewarnaan Ziehl-Neelsen
1. Sediaan dituangi karbol fuchsin 0,3%, dipanaskan di atas spirtus sampai
keluar uap (5 menit), jangan sampai mendidih.
2. Cuci air mengalir
3. Tetesi dengan asam alkohol 3% selama 10 detik
4. Cuci air mengalir
5. Tuangi sediaan: biru metilen 0,3% selama 1 - 2 menit
6. Cuci air mengalir
7. Keringkan di udara
8. Hasil: BTA merah, kuman tidak tahan asam: biru
Indeks Bakteri kepadatan bakteri
 +1 bila 1-10 BTA dalam 100 LP
 +2 bila 1-10 BTA dalam 10 LP
 +3 bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1LP
 +4 bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1LP
 +5 bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1LP
 +6 bila >1000 BTA rata-rata dalam 1LP

Indeks Morfologi merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid)


terhadap seluruh BTA. Berguna untuk mengetahui daya penularan kuman
dan juga untuk menilai hasil pengobatan dan membantu menentukan
resistensi terhadap obat.
IM= jumlah seluruh kuman utuh X 100%
jumlah seluruh kuman diperiksa
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Histopatologis  untuk menegakkan diagnosis
yang masih meragukan. Contoh pada anak apabila sulit
utk pemeriksaan sensoris sulit dilakukan dan pada kasus
indeterminate

Pemeriksaan serologis  didasarkan pada antigen spesifik


M.leprae
 Tes ELISA
 Tes MLPA ( mycobacterium leprae particle agglutination)
: + ≤ titer 1/32 ( MB : 1/1024)
Pengobatan: Umum
 Menjelaskan mengenai penyakitnya : kronis, dapat menular
 Menerangkan tentang pengobatan : membutuhkan
pengobatan lama (PB membutuhkan 6 bulan, MB 12 bulan)
 Menerangkan bahwa perlunya kepatuhan dalam berobat dan
kontrol
 Menerangkan adanya kemungkinan timbul reaksi dan
penyebab reaksi
 Pemeriksaan narakontak
Pengobatan: Khusus
 Rejimen MDT-PB ( 6 dosis selama 6-9 bulan)
Rifampisin 600 mg/bulan diawasi
Dapsone 100 mg/ hari

 Rejimen MDT-MB (12 dosis dalam 12-18 bulan)


Rifampisin 600 mg/bulan diawasi
Dapsone 100 mg/hari
Klofazimin 300 mg/bulan dan 50 mg/hari
Obat sistemik
 Rejimen MDT PB lesi tunggal (3 dan 6 dosis) dan MB (24 dosis
selama 24 bulan)
Rifampisin 600 mg/bulan
Ofloksasin 400 mg/bulan
Minosiklin 100 mg/bulan

 Rejimen khusus ( ex: tak makan rifampisin)


Klofazimin 50 mg/hari
Ofloksasin 400 mg/hari
Minosiklin 100 mg/hari
(bersamaan selama 6 bulan pertama dan dilanjutkan klofazimin
dengan dosis yang sama ditambah ofloksasin ATAU minosiklin
dengan dosis yang sama selama 18 bulan)
Dapson (DDS; 4,4 diamino-difenil-sulfon):
 Bakteriostatik: hambat enz. dihidrofolat sintetase
 antimetabolit PABA
 Resistensi o.k enz. sintetase kuman >>
 Murah, efektif, relatif aman
 ES/: erupsi obat, anemia hemolitik, lekopenia,
insomnia, neuropatia, TEN, hepatitis,
methemoglobulinemia
 Di cek defisiensi G6PD
Rifampisin :
 Bakterisidal kuat : hambat enz. Polimerase RNA
 Membunuh kuman 99,9% dlm bbrp hari
 ES/: hepatotoksik, nefrotoksik, gej. GIT, erupsi kulit
 Mahal, resistensi (+)
 Di cek SGOT SGPT
Klofazimin (lamprene) :
 Turunan zat warna iminofenazin
 Bakteriostatik ( dapson) : ggn. metab. radikal oksigen
 Antiinflamasi
 Mahal
 ES/: pigmentasi kulit, ggn. GIT
Ofloksasin :
 Turunan fluorokuinolon
 Bakterisidal : hambat enzim girase DNA kuman (ggn
replikasi kuman)
 ES/: skin rash, ggn visus, vaskulitis, psikosis, hameturi,
glikosuria, erosi tulang (jgn utk <18th, hamil)
Minosklin :
 Turunan tetrasiklin, lipid-soluble (mampu tembus
ddg sel kuman)
 Bakterisid : hambat sitesis protein kuman
 99% kuman mati pd hari-28
 99,99% kuman mati pad hari-56
Komplikasi Kusta
 Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus – kebutaan
 Hidung : epistaksis, hidung pelana
 Tulang dan sendi : absorbsi, pseudomutilasi, artritis
 Lidah : ulkus, nodus
 Larings : suara parau
 Testis : orkitis, artrofi, epididimis akut
 Kelenjar limfe : limfadenitis
 Rambut : alopesia, madarosis
 Ginjal : glomerulonephritis, pielonephritis
.
.
Istilah Dalam Cacat Kusta
1. Impairment : abnormalitas struktur/fungsi yg bersifat
psikologik, fisiologik atau anatomik (ginekomastia,
madarosis, claw hand, ulkus, pseudomutilasi)
2. Disability : keterbatasan/ kekurangmampuan untuk
melakukan kegiatan setiap hari karena impairment
(memegang benda, memakai baju)
3. Handicap : kemunduran seorang individu yg membatasi
tugas normal (tergantung umur, seks)  dampak sosial,
ekonomi, budaya karena disability dan impairment
4. Deformity : kelainan struktur anatomis
5. Dehabilitation : proses penderita kusta kehilangan status
sosial, terisolasi dari keluarga, masyarakat
6. Destitution : dehabilitasi yg berlanjut dgn isolasi yg
menyeluruh
Reaksi kusta
 Definisi : keadaan mengenai berbagai gejala dan tanda
radang akut pada pasien kusta.
 Penyebab : belum di ketahui pasti tapi kemungkinan
karena periode hipersensitivitas
 Pencetus : setelah pengobatan antikusta yang intensif,
infeksi rekuren, stress fisik, kehamilan, dll
 Ada 2 tipe
 Reaksi tipe 1 : hipersensitivity tipe 4 (reversal)
 Reaksi tipe 2 : hipersensitivity tipe 3 (ENL)
Gambaran klinis reaksi kusta: REAKSI TIPE 1
Organ yang Reaksi ringan Reaksi berat
diserang
Kulit Lesi kulit yang telah ada dan Lesi yang telah ada menjadi
menjadi eritematosa. eritematosa, timbul lesi baru
yang kadang-kadang disertai
panas dan malaise
Saraf Membesar, tidak nyeri fungsi tidak Membesar, nyeri, fungsi
terganggu, berlangsung kurang dari 6 terganggu, berlangsung lebih
rainggu. dari 6 minggu.
Kulit dan saraf Lesi yang telah ada menjadi lebih Lesi kulit yang eritematosa
bersama-sama eritematosa, nyeri pada saraf disertai ulserasi atau edem pada
berlangsung kurang dari 6 minggu. tangan / kaki. Saraf membesar,
nyeri, dan fungsinya terganggu,
Berlangsung sampai 6 minggu
atau lebih.
REAKSI TIPE 2
Organ yang Reaksi ringan Reaksi berat
diserang

Kulit Timbul sedikit nodus yang Banyak nodus yang nyeri dan
beberapa diantaranya terjadi mengalamt ulserasi disertai
ulserasi. Disertai demam ringan demam tinggi dan malaise.
dan malaise.
Saraf Saraf membesar tetapi nyeri dan Saraf membesar, nyeri, dan
fungsinya tidak terganggu. fungsinya terganggu.

Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penumnan visus, dan merah


di sekitar limbus.

Testis Lunak, tidak nyeri. Lunak, nyeri, dan membesar.

Kulit, saraf mata, Gejalanya seperti tersebut Gejalacya seperti tersebut diatas
dan testis bersama- diatas. disertai keadaan sakit yang keras
sama dan nyeri yang sangat.
Prinsip Penanganan Reaksi
1. Mengatasi neuritis untuk mencegah anestesi, paralisis
& kontraktur
2. Mencegah kerusakan pada mata/kebutaan
3. Mengatasi nyeri
4. Membunuh kuman penyebab dan menghentikan
progresifitas penyakit
Penanganan Reaksi Kusta
Penanganan Reaksi Tipe 1
 Memberikan penjelasan kepada penderita mengenai reaksi yang dialaminya
 Meneruskan pemberian MDT
 Istirahat dan imobilisasi
 Pemberian analgetik (ringan)
 Bila berat steroid

Penanganan Reaksi Tipe 2


 Memberikan kepada penderita mengenai reaksi yang dialaminya
 Meneruskan MDT
 Istirahat dan pemberian analgesia (ringan)
 Reaksi berat obat anti reaksi (steroid, klofazimin)
 Imobilisasi
 Mengobati iridosiklitis
 Reaksi kronis dosis klofazimin ditinggikan
Obat Reaksi Ringan
 Aspirin 600-1200mg 4-6x/hari
 Klorokuin 3 x 150 mg
 Talidomid 400 mg/hari sampai reaksi diatasi  diturunkan sampai 50
mg/hari

Pemberian Kortikosteroid
 Dapat dikombinasi dgn klofazimin 300 mg/hari, diturunkan tiap 2 bulan 
200 mg  100 mg
 Cara :
prednison atau prednisolon
prednison 40 mg/hari  diturunkan 1/3 dosis /2 minggu
2 minggu I : 40 mg/hr
2 minggu II : 30 mg/hr
2 minggu III : 20 mg/hr
2 minggu IV : 15 mg/hr
2 minggu V : 10 mg/hr
2 minggu VI : 5 mg/hr

Anda mungkin juga menyukai