Anda di halaman 1dari 18

Pemilihan obat untuk

pasien hamil

By
Drg Erma Mahmiyah,M.Kes
• Pemilihan bahan terapeutik untuk anestesi
lokal, sedasi, kontrol nyeri pascaoperasi dan
perawatan infeksi biasanya tanpa
pertimbangan.
• Untuk orang dewasa muda sehat, praktisi
dental biasanya akan memilih lidokain
hidroklorida dengan epinefrin, diazepam,
kodein dengan asetaminofen dan penisilin V-
potasium.
• Penggunaan bahan alternatif mungkin
diperlukan untuk pasien :
– memiliki riwayat alergi obat
– secara medis memerlukannya
– terlalu muda atau tua
– sedang menerima pengobatan secara bersamaan
– hamil.
• Dalam kasus pasien hamil, praktisi dental
harus menetapkan bahwa manfaat potensial
terapi gigi yang dibutuhkan untuk perawatan
ibu hamil masih lebih besar dibanding
risikonya terhadap janin.
• Meskipun prosedur perawatan gigi yang paling
tepat dapat ditunda hingga kehamilan berakhir,
perawatan dental untuk wanita hamil yang
mengalami rasa nyeri pada mulut, penyakit atau
infeksi parah tidak boleh ditunda.
• tidak satupun obat untuk merawat rasa nyeri
dan infeksi sepenuhnya tanpa risiko.
• Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak
dirawatnya infeksi selama kehamilan melebihi
risiko yang mungkin ditimbulkan oleh sebagian
besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk
perawatan gigi.
• Perubahan fisiologis yang berhubungan
dengan kehamilan
Perubahan fisiologis yang terjadi selama
kehamilan adalah penambahan berat badan,
hipotensi posisional jika berada dalam posisi
supinasi, sering buang air kecil, keterbatasan
fungsi respirasi, berpotensi terjadinya
hipoglikemia dan meningkatnya cardiac
output yang kadang-kadang berhubungan
dengan takikardia dan detak jantung. Sinkop
dan sakit di pagi hari juga merupakan gejala
umum kehamilan.
• Perubahan pada fisiologi mulut yang ditemui
selama kehamilan seperti peradangan dan
hipertrofi gingiva, begitu juga mobilitas pada
hampir semua gigi. Lebih tingginya tingkat
kecemasan sehubungan dengan kehamilan dapat
meningkatkan intensitas stres apabila
berkunjung ke dokter gigi. Perawatan gigi selama
kehamilan harus memperhatikan perubahan ini
dengan membuat kunjungan secara singkat,
menghindari posisi supinasi yang lama, instruksi
diet dan kebersihan mulut, dan penggunaan
radiograf sesuai dengan indikasi.
• Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan
adalah untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada
ibu maupun janin. Reaksi toksik, alergi atau hipersensitifitas yang
terjadi pada wanita dapat mempengaruhi kesehatannya dan
membatasi kemampuannya untuk menjalani kehamilan.
• Efek obat yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin
adalah
– cacat kongenital,
– keguguran,
– komplikasi kelahiran,
– berat lahir rendah dan
– ketergantungan obat pasca lahir.
• Efek-efek ini biasanya bersifat spesifik terhadap masa pemberian
obat (selama trimester pertama, kedua atau ketiga ), dosis dan
durasi terapi. Terapi gigi yang biasanya menggunakan obat dengan
waktu paruh metabolik pendek diberikan untuk periode terbatas,
oleh karena itu cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama
kehamilan.
• Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan adalah
untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada ibu
maupun janin. Reaksi toksik, alergi atau hipersensitifitas yang
terjadi pada wanita dapat mempengaruhi kesehatannya dan
membatasi kemampuannya untuk menjalani kehamilan. Efek obat
yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin adalah
mencakup cacat kongenital, keguguran, komplikasi kelahiran, berat
lahir rendah dan ketergantungan obat pasca lahir. Efek-efek ini
biasanya bersifat spesifik terhadap masa pemberian obat (selama
trimester pertama, kedua atau ketiga ), dosis dan durasi terapi.
Terapi gigi yang biasanya menggunakan obat dengan waktu paruh
metabolik pendek diberikan untuk periode terbatas, oleh karena itu
cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama kehamilan.
• Dari ribuan obat yang dipasarkan, hanya sedikit yang diketahui dengan
pasti bersifat teratogenik terhadap manusia. Talidomida, yang
dikembangkan pada tahun 1950an sebagai obat penenang dan antiemetik,
merupakan teratogen manusia yang paling dikenal dan lebih kuat dari
yang lainnya. Teratogenesis talidomida merupakan hal luar biasa, karena
jika obat tersebut digunakan selama tiga bulan pertama kehamilan, obat
ini menyebabkan insiden cacat lahir yang sangat tinggi, mencakup
fokomelia, yang ditandai khas dengan pemendekan lengan dan tungkai.
Warfarin, retinoid, antikonvulsan dan logam berat juga diketahui
menyebabkan cacat lahir fisis yang berarti. Sindrom alkohol pada janin
berhubungan dengan tingkat retardasi mental yang beragam pada bayi,
dan dianggap sebagai penyebab atas 8% kasus retardasi mental di Amerika
Serikat. Pengetahuan kami tentang risiko sehubungan dengan terapi obat
selama kehamilan sangat jelas jika frekuensi cacat lahir tinggi dan
akibatnya mudah diidentifikasi. Efek merugikan dari terapi obat selama
kehamilan yang sulit dideteksi dan yang tertunda, seperti perubahan kecil
pada tingkah laku dan kecerdasan sangat sulit diketahui..
• Banyak faktor yang dapat menyebabkan ketidak jelasan saat
menetapkan risiko terapi obat. Data binatang, yang biasanya
dikumpulkan dari penelitian yang menggunakan pemberian obat
dengan dosis yang sangat tinggi dan dalam waktu yang lama,
didapati sangat berbeda sesuai spesisnya. Untuk cacat kongenital
tertentu, seperti celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, ada
banyak kemungkinan penyebabnya sehingga memperumit penilaian
risiko tambahan untuk semua obat spesifik. Potensi teratogenik
pada obat-obatan tertentu mungkin tergantung pada predisposisi
genetik yang terlibat pada perkembangan janin. Untuk sejumlah
besar obat yang baru dan jarang dimasukkan dalam resep, maka
penilaian yang akurat mengenai risikonya terhadap manusia tidak
mungkin didapatkan. Sebagai tambahan, jika dilaporkan adanya
cacat lahir lebih dari satu, seringkali sulit ditetapkan apakah
obatnya, atau penyakit yang membutuhkan terapi obat tersebut,
yang merupakan faktor etiologinya.
• Resiko sehubungan dengan kelas obat spesifik
Anestetikum Lokal
Sebagian besar anestetikum lokal belum ditunjukkan bersifat teratogenik
terhadap manusia dan dianggap relatif aman untuk digunakan selama
kehamilan. Anjuran untuk diberikannya peringatan (kategori C) saat
meresepkan mepivakain hidroklorida dan bupivakain hidroklorida sangat
berhubungan dengan terbatasnya data yang dikumpulkan dari penelitian
teratogenisitas binatang. Karena demikian maka efek merugikan dari obat
terhadap manusia tidak dapat dihindari untuk bahan-bahan ini. Oleh
karena semua anestetikum lokal dapat melewati plasenta dan
menyebabkan depresi pada janin, maka pembatasan ke dosis minimal
yang dibutuhkan untuk kontrol nyeri yang efektif perlu dianjurkan.
Epinefrin yang merupakan hormon alami umumnya dianggap tidak
mempunyai efek teratogenik jika diberikan bersama anestetikum gigi. Oleh
karena epinefrin diketahui merangsang fungsi kardiovaskuler, maka
pemberiannya membutuhkan teknik yang cermat dan dosis yang tepat.
• Analgesik yang Bekerja Secara Periferal
Kelas analgesik yang bekerja secara perifer mencakup sejumlah bahan
yang lazim digunakan tapi harus dihindari. Jika asetminofen diberikan
dalam dosis terapeutik maka umumnya dianggap sebagai pilihan terbaik
guna penanganan nyeri orofasial selama kehamilan. Aspirin harus
dihindari, khususnya pada usia kehamilan tua, oleh karena berhubungan
dengan komplikasi persalinan dan perdarahan pasca melahirkan pada ibu.
Penggunaan aspirin yang kronik di awal kehamilan berhubungan dengan
anemia pada wanita hamil.
Aspirin dan obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID) baru, seperti
ibuprofen dan naproksen, mempunyai mekanisme lazim untuk
menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses
melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masa kehamilan. Sebagai
tambahan, bahan penghambat prostaglandin dapat menyebabkan
konstriksi duktus arteriosus pada janin yang mengakibatakan hipertensi
pulmoner pada janin. Oleh karena itu, aspirin dan semua jenis NSAID
lainnya harus dihindari, khususnya selama trisemester ketiga kehamilan.
• Prostaglandin sintetik yang sejenis dengan misoprostol (Cytotec,
G.D. Searle & Co.) baru-baru ini telah ditetapkan dapat mencegah
gastric ulcer yang disebabkan oleh terapi NSAID. NSAID
menurunkan level prostaglandin pada mukosa lambung sampai di
bawah jumlah yang dibutuhkan untuk memelihara lapisan mukosa
yang melindungi lambung dari degradasi asam. Misoprostol
mengembalikan level porostoglandin lambung sehingga mencegah
reaksi merugikan yang lazim terjadi oleh karena terapi NSAID
kronik. Namun misoprostol sangat efektif dalam memicu proses
kelahiran dan diketahui mempunyai sifat mengakibatkan aborsi
yang cukup besar. Penggunaan misoprostol untuk mecegah gastric
ulcer selama terapi NSAID jarang diperlukan pada gigi terapi akut,
dan seharusnya tidak diberikan pada wanita hamil atau wanita yang
akan mengandung.
• Analgesik Jenis Opium yang Bekerja secara Sentral
Analgesik jenis opium harus digunakan dengan hati-hati dan hanya jika
diindikasikan. Penggunaan kodein dan propoksifen selama kehamilan telah
dievaluasi sebagai bagian dari Proyek Perinatal Kolaborasi. Studi prospektif
ini memantau 41.337 kehamilan untuk mengetahui cacat lahir dan
toksisitas yang terjadi sehubungan dengan obat-obatan. Hasilnya
menunjukkan bahwa kodein dan propoksifen berhubungan dengan cacat
kongenital multipel, termasuk cacat jantung dan celah bibir atau palatum.
Oleh karena jenis opium lainnya seperti oksikodon dan hidrokodon jarang
diberikan selama kehamilan maka hanya sedikit yang diketahui mengenai
risikonya terhadap janin. Sebagaimana dibahas pada bagian perkenalan
artikel ini, gangguan medis yang mengharuskan penggunaan jenis opium
ini juga dapat menyebabkan cacat jantung dan celah bibir atau palatum.
Depresi pernapasan bayi baru lahirdan peneluaran zat opium dari tubuh
bayi telah dilaporkan sehubungan dengan penggunaan obat jenis opium.
Penggunaan obat jenis opium dosis tinggi atau lama pada akhir kehamilan
menyebabkan peningkatan yang berarti pada risiko janin menderita cacat
jantung atau celah bibir atau palatum.
• Antibiotik
Jenis penisilin dan sefalosporin merupakan anti biotik yang sangat lazim
digunakan di bidang kedokteran gigi, yaitu penisilin V-potasium,
amoksisilin dan sefaleksin, umumnya dianggap aman diberikan selama
kehamilan. Klindamisin, metronidazol dan erotromisin juga diyakini
mempunyai risiko yang kecil. Eritromisin estolat mungkin lebih cenderung
menyebabkan toksisitas hepatik pada pasien hamil dan karenanya tidak
dianjurkan. Masalah paling besar sehubungan penggunaan antibiotik
adalah mengenai bahan-bahan antibiotik yang indikasinya terbatas di
bidang kedokteran gigi. Aminoglikosida, misalnya gentamisin, dapat
menyebabkan toksisitas pada janin jika diberikan pada akhir kehamilan.
Tetrasiklin, termasuk doksisiklin hiklat, telah ditunjukkan berdampak
menyebabkan diskoloraasi gigi dan penghambatan perkembangan tulang
pada janin. Kloramfenikol tidak boleh diberikan selama kehamilan karena
akan menyebabkan toksisitas pada ibu dan kegagalan sirkulasi pada janin
yang di sebut gray syndrome.
• Sedatif /Anxiolitic (Obat penghilang rasa cemas = obat penenang)
Pemberian obat jenis penekan Sistim Saraf Pusat (SSP) apa saja yang lazim
digunakan untuk keperluan sedasi akan menimbulkan masalah. Oleh
karena bahan sedatif menghambat fungsi neural dan umumnya
menembus barier plasenta maka penggunaannya selama kehamilan
umumnya desertai penjelasan mengenai antisipasi bahaya yang bisa
terjadi. Di antara obat-obatan penghilang rasa cemas/penenang yang
lazim dibuat resepnya, benzodizepin diazepam yang paling sering
digunakan. Penelitian pada hewan dan manusia telah memperlihatkan
adanya hubungan antara pemakaian diazepam selama kehamilan dan
celah mulut. Sampai saat ini, pembenaran laporan ini tidak selalu dapat
diperoleh. Pemakaian benzodiazepin tunggal sampai batas dosis klinis
yang diperbolehkan jika dibandingkan dengan terapi kronik selama
kehamilan maka risiko teratogenisitasnya akan sangat kecil. Secara
keseluruhan, isi peringatan yang telah dibuat menetang penggunaan
semua jenis benzodiazepin dalam jangka panjang selama kehamilan.
• Pemberian nitro-oksida dosis tinggi pada tikus telah menyebabkan
efek teratogenik skeletal dan tingkah laku. Sebagai tambahan,
keterlibatan nitro-oksida telah didapati pada aborsi spontan dan
pengurangan fertilitas manusia. Nitro-oksida memblok vitamin B12
yang tergantung pada sintesa enzim metionin, sehingga mengurangi
tetrahidrofolat yang diperlukan untuk sintesa asam
deoksiribonukleat. Dengan demikian pemberian nitro-oksida dalam
jangka panjang dengan konsentrasi rata-rata dapat menghambat
pembelahan sel. Pemberian bahan sedatif seperti halnya nitro-
oksida selama anestesi umum dalam jangka pendek tidak dianggap
bersifat teratogenik. Meskipun demikian, dikarenakan nitro-oksida
dapat menghambat replikasi sel, perlu memperingatkan untuk
meminimalkan penggunaan dalam jangka panjang jika
memungkinkan.
• KESIMPULAN
Pemberian obat dan bahan kimia selama kehamilan diyakini hanya menyebabkan
malformasi kongenital sebesar 1%. Komplikasi kelahiran dan cacat lahir lebih lazim
disebabkan oleh buruknya nutrisi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, penyakit,
predisposisi genetik dan usia dari ibu. Mempertahankan gaya hidup sehat,
termasuk kesehatan mulut yang optimal, penting bagi wanita hamil atau yang
merencanakan untuk hamil. Sebagai contoh, bukti yang terbaru menunjukkan
infeksi periodontal sebagai faktor yang dapat menyebabkan kelahiran bayi
berberat badan lahir rendah.
Praktisi dental harus memberikan perawatan khusus bagi pasien hamil, khususnya
jika ada infeksi akut. Dalam artikel ini, pengetahuan masa kini tentang terapi obat
yang aman selama kehamilan telah dibahas, dan rekomendasi khusus untuk terapi
gigi telah diberikan. Jika dibutuhkan perawatan gigi untuk mempertahankan
kesehatan mulut wanita hamil, maka pemilihan bahan yang paling aman,
pembatasan durasi pemberian obat dan meminimalkan dosis merupakan prinsip
yang mendasar untuk terapi yang aman.

Anda mungkin juga menyukai