Anda di halaman 1dari 37

INITIAL USE OF ONE OR TWO

ANTIBIOTICS FOR CRITICALLY ILL


PATIENTS WITH COMMUNITY-ACQUIRED
PNEUMONIA : IMPACT ON SURVIVAL
AND BACTERIAL RESISTANCE
Christophe Adrie1,2*, Carole Schwebel3, Maïté Garrouste-Orgeas4,5, Lucile Vignoud5, Benjamin Planquette6, Elie
Azoulay7, Hatem Kallel8, Michael Darmon9, Bertrand Souweine10, Anh-Tuan Dinh-Xuan11, Samir Jamali12, Jean-
Ralph Zahar13, Jean-François Timsit3,5 and This article was written on behalf of the Outcomerea Study Group
1Physiology Department, Paris University, Cochin Hospital 27, rue du Faubourg Saint-Jacques, Paris, France
2Polyvalent ICU, Delafontaine Hospital, Saint Denis, France

dr. Wayan Evie Frida Yustin


(Program Studi Ilmu Penyakit Paru)

Pembimbing : Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes


ABSTRAK
 Pendahuluan:
Beberapa pedoman merekomendasikan pengobatan empiris awal dengan dua
antibiotik untuk mengurangi mortalitas pada pneumonia komunitas (CAP) yang
memerlukan perawatan intensif (ICU). Pada penelitian ini dibandingkan 60 hari
harapan hidup pada pasien yang menggunakan satu atau dua jenis antibiotik.
Dibandingkan juga tingkat kejadian pneumonia nosokomial dan multidrug-
resitant bacteria.
 Metode:
Ini merupakan penelitian kohort observasional dari 956 pasien imunokompeten
dengan CAP yang dirawat ICU di Perancis dan masuk ke database secara
prospektif antara tahun 1997 sampai 2010.

Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dieksklusi. Analisis multivariat sesuai
dengan tingkat keparahan penyakit, jenis kelamin, dan komorbiditas digunakan
untuk membandingkan 60 hari harapan hidup yang menerima terapi antibiotik
awal yang cukup dan yang menerima satu jenis antibiotik dibandingkan dua
jenis antibiotik di awal.
Abstrak (cont...)
 Hasil:
Terapi antibiotik awal yang adekuat bermakna dikaitkan dengan kelangsungan hidup
yang lebih baik (subdistribution hazard ratio (SRT), 0,63, interval kepercayaan 95% (95%
CI), 0,42-0,94, P = 0,02); efek ini paling kuat pada pasien dengan Streptococcus
pneumonia CAP (SHR, 0,05; 95% CI, 0,005-0,46; p = 0,001) atau syok septik (SHR: 0,62;
95% CI 0,38-1,00; p = 0,05).
Dual therapy dihubungkan dengan terapi antibiotik awal yang adekuat. Namun, tidak
ditemukan perbedaan tingkat kematian dalam 60 hari antara monoterapi (β-laktam)
dengan dual therapy (β-laktam plus macrolide atau fluoroquinolone).
Tingkat pneumonia nosokomial dan multidrug-resistant bacteria tidak berbeda secara
signifikan pada ketiga kelompok ini.
 Kesimpulan:
Terapi antibiotik awal yang adekuat secara nyata menurunkan mortalitas 60 hari. Dual
therapy meningkatkan kemungkinan terapi awal yang adekuat tetapi tidak
memprediksi penurunan mortalitas 60 hari. Dual therapy tidak meningkatkan risiko
pneumonia nosokomial atau multidrug-resistant bacteria.
Pendahuluan
 Community Acquired Pneumonia (CAP) atau disebut juga pneumonia komunitas
merupakan salah satu infeksi berat yang paling umum terjadi pada pasien sakit
kritis dan menyebabkan angka kematian yang tinggi
 Kegagalan menggunakan antibiotik yang adekuat meningkatkan risiko kematian,
terutama pada pasien dengan sepsis berat.
 Antibiotik yang disarankan untuk pasien dengan CAP yang membutuhkan rawat
inap adalah fluoroquinolone saja atau kombinasi dua antibiotik, termasuk
macrolide.
 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efikasi dari penggunaan dua antibiotik
lebih baik (misalnya dengan betalaktam dan makrolid atau fluorokuinolon)
dibandingkan dengan monoterapi (betalaktam atau fluorokuinolon saja)
 Makrolid berguna untuk mengatasi respon inflamasi melalui efek imunomodulasi
dan dapat digunakan untuk bakteri atipikal.
Material dan Metode
Data Inklusi :
- Data dikumpulkan secara prospektif, pengambilan data menggunakan perangkat lunak untuk
mengidentifikasi 956 pasien yang dirawat di 12 ICU untuk CAP antara tahun 1996 dan 2010 dan
dimasukkan dalam OutcomeRea® database (www.outcomerea.org).
- Pasien diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan antibiotik yang didapatkan selama
48 jam dalam tiga hari pertama setelah masuk ICU:
1. β-laktam saja
2. β-laktam ditambah macrolid
3. β-laktam ditambah fluoroquinolone.
Data Eksklusi :
- Pasien yang diberikan monoterapi non-β-laktam
- Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Pneumonia yang terjadi lebih dari dua hari setelah di rawat ICU (kemungkinan pneumonia
yang didapat di ICU)
- Rawat inap sebelumnya
- Imunodefisiensi (infeksi HIV, terapi glukokortikoid jangka panjang, hemodialisis jangka panjang ,
atau kemoterapi kanker)
- Pasien yang meninggal dalam tiga hari setelah masuk ICU.
Definisi
 CAP didefinisikan sebagai adanya gejala dan tanda yang
konsisten dengan infeksi saluran pernafasan bawah, terdapat
infiltrat baru pada gambaran radiografi atau computed
tomography, dan infeksi yang terjadi di luar rumah sakit.
 Pasien dengan CAP diidentifikasi didasarkan pada diagnosis
saat masuk ke ICU dan temuan mikrobiologi dalam darah dan
spesimen saluran pernapasan (dahak, cairan bilasan bronkus,
aspirasi endotrakea atau protected plugged catheter) menurut
definisi terbaru dari CDC dan International Sepsis Consensus
Conference.
 Hasil tes antigen urin untuk Legionella pneumophila (serotipe 1)
dan Streptococcus pneumoniae juga diperhitungkan.
Definisi (cont...)

 Terapi antibiotik awal yang adekuat didefinisikan sebagai satu atau lebih
antibiotik yang aktif secara in vitro pada mikroorganisme yang
teridentifikasi
 Pengobatan sesuai dengan pedoman saat ini.
 Bakteri MDR dibagi menjadi empat kelas
1. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
2. Extended-spectrum β-lactamase (ESBL) -menghasilkan Enterobacteriacae
3. Bakteri non-fermentasi (Pseudomonas spesies, Acinetobacter
spp.,Stenotrophomonas maltophilia)
4. Clostridium difficile.
Lama pengobatan setidaknya lima hari tetapi tergantung juga pada
kebijaksanaan dokter yang merawat.
Pengumpulan Data
 Data dikumpulkan setiap hari oleh dokter senior di ICU.
 Untuk setiap pasien, data dimasukkan ke dalam bentuk laporan kasus elektronik
menggunakan VIGIREA® dan perangkat lunak pengambilan data RHEA®, dan
semua bentuk laporan kasus kemudian dimasukkan ke dalam gudang data
OutcomeRea® (Outcomeréa, Paris, Perancis).
 Semua kode dan definisi ditetapkan sebelum studi pendahuluan.
 Dicatat usia dan jenis kelamin setiap pasien.
 Tingkat keparahan penyakit dievaluasi pada hari pertama di ICU menggunakan
Simplified Acute Physiology Score (SAPS II), Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA) score dan Glasgow Coma Scale (GCS).
 Knaus scale definitions digunakan untuk mencatat kegagalan organ kronis,
termasuk kegagalan sistem pernafasan, jantung, hati, ginjal dan sistem kekebalan
tubuh.
 CURB-65 (Confusion, Urea, tingkat pernapasan, tekanan darah pada pasien ≥65
tahun) untuk menentukan derajat keparahan pneumonia.
Variabel
 Hubungan mortalitas dan titik akhir lainnya dievaluasi untuk
variabel berikut:
-skor keparahan
-usia
-seks
-lama rawat inap di ICU dan rumah sakit
-komorbiditas
-sepsis, sepsis berat atau syok septik
-penggunaan ventilasi invasif atau non-invasif
-agen inotropik, glukokortikoid atau hemodialisis-hemofiltrasi
-patogen.
Kualitas Data

Pengambilan data menggunakan perangkat


lunak secara otomatis.
Kualitas data dikontrol oleh seorang dokter
senior dari ICU lain yang berpartisipasi
memeriksa sampel acak sebanyak 2% dari
data penelitian.
Isu Etik

Penelitian ini disetujui oleh dewan peninjau


institusional (CECIC Clermont-Ferrand - IRB n ° 5891;
Ref: 2007-16), yang membebaskan keperluan untuk
menandatangani informed consent dari para
peserta, sesuai dengan undang-undang Prancis
tentang studi non-intervensi.
Namun, pasien dan keluarga terdekat mereka
ditanya apakah mereka akan berpartisipasi dalam
pengambilan data, dan tidak ada yang menolak
untuk berpartisipasi.
Analisis Statistik

Data digambarkan sebagai angka (%) untuk variabel


kategori dan median (rentang interkuartil) untuk
variabel kontinyu.
Fisher exact test atau x2 tes untuk data kategorikal
Kruskal-Wallis tes untuk data kontinu
Hasil utama adalah angka kematian dalam 60 hari
Hasil sekunder adalah episode pertama nosokomial
pneumonia dengan dan tanpa bakteri MDR.
Hasilnya dinyatakan sebagai rasio hazard sub-distribusi
(sHR) dengan interval kepercayaan 95% (95% CI).
Analisis Statistik (cont...)
Variabel menghasilkan P-value <0,20 dengan analisis
univariat dimasukkan ke dalam model multivariat
menggunakan backward selection, dengan P <0,05
dianggap signifikan.
Di antara penanda derajat keparahan, SAP-S II dipilih,
karena memiliki Kriteria Informasi Akaike yang lebih
baik dibandingkan dengan CURB-65, atau skor SOFA
dan usia.
Analisis dilakukan menggunakan paket perangkat
lunak SAS 9.2 (SAS Institute, Cary, NC, USA).
Hasil
 Dari 13.200 pasien yang dimasukkan ke dalam database pada
tahun 1997 hingga 2010, 956 memenuhi kriteria seleksi (Gambar 1).
 Tabel 1 menunjukkan daftar karakteristik utama. Angka kematian
60 hari adalah 259 (27,1%). Menariknya, proporsi pasien dengan S.
pneumoniae hanya 21%, tetapi sebanyak 11% pasien dengan S.
aureus, dan basil Gram-negatif yang umum. Entero-bacteriaceae
(semua spesies) dan Pseudomonas aeruginosa ditemukan masing-
masing pada 9% dan 3% pasien.
 Seperti yang diharapkan, yang survive dan tidak berbeda secara
signifikan terhadap prevalensi kegagalan organ, morbiditas,
gender dan skor CURB-65.
 Dibandingkan dengan yang survive, yang tidak survive memiliki
tingkat P. aerugi-nosa lebih tinggi, Escherichia coli, K. pneumonia,
P. mirabilis dan bakteremia (Tabel 1).
 Dampak terapi antibiotik awal yang adekuat terhadap angka mortalitas dalam 60
hari
Terapi antibiotik awal yang adekuat secara independen terkait dengan
kelangsungan hidup yang lebih baik dalam keseluruhan kohort (SRR, 0,63; 95% CI,
0,42-0,94,00; P = 0,02) (Tabel 2).
 Dual therapy secara bermakna dikaitkan dengan terapi awal yang adekuat (P =
0,0007). Ada kecenderungan menuju kelangsungan hidup yang lebih baik dengan
terapi antibiotik awal yang adekuat di subkelompok dengan syok septik (SRR, 0,59;
95% CI, 0,32-1,08; P = 0,09) tetapi tidak pada sub-kelompok dengan sepsis atau
sepsis berat.
 Dampak satu vs dua antibiotik awal pada mortalitas 60 hari

β-laktam digunakan sendiri pada 471 pasien dan kombinasi dengan


antibiotik lain pada 394 pasien, termasuk 164 yang diberikan macrolid dan
230 diberi fluoroquinolone (Gambar 1 dan Tabel 3).
Karakteristik klinis utama dari kedua kelompok ini tercantum dalam Tabel
3.
Fluoroquinolone adalah ciprofloxaxin pada 56 (24%) pasien, levofloxacin
pada 42 (18%), ofloxacin pada 41 dan tidak ditentukan dalam 38 (17%).
Durasi yang lebih singkat pada pemberian terapi antibiotik dalam
kelompok monoterapi mungkin terkait dengan tingkat identifikasi
pathogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dual
therapy.
Di antara pasien yang diberi dual therapy, mereka yang diobati dengan
fluoroquinolones memiliki keparahan penyakit yang lebih besar dan
tingkat mortalitas 60 hari lebih tinggi daripada mereka yang diberi
macrolides.
 Dengan analisis multivariat, mortalitas 60 hari tidak berbeda secara
signifikan antara terapi ganda dan monoterapi (sHR, 1,14; 95% CI, 0,86
hingga 1,50; P = 0,37),
 Dengan analisis multivariat, mortalitas 60 hari tidak berbeda secara
signifikan antara subgrup makrolid dan fluoroquinolon (sHR, 1,45; 95% CI,
0,78 hingga 2,70; P = 0,24).
 Variabel berikut pada saat masuk dipertimbangkan untuk masuk ke dalam
model: jenis kelamin, SAPS II, setidaknya satu komorbiditas, sepsis berat, syok
septik, ventilasi invasif, terapi steroid, hari inisiasi terapi antibiotik, steroid,
hemodialisis-hemofiltrasi, bakteremia dan patogen menghasilkan nilai P
<0,2 dengan analisis univariat.
 Dampak satu vs dua antibiotik pada pneumonia nosokomial dan tingkat
bakteri resisten obat
Pneumonia nosokomial berkembang pada 127 pasien, dan bakteri MDR
diidentifikasi pada 105 pasien. Baik tingkat pneumonia nosokomial maupun
tingkat pemulihan bakteri MDR berbeda secara signifikan di antara tiga
kelompok pengobatan antibiotik (monoterapi, dual terapi dengan
makrolide dan dual terapi dengan fluoroquinolone; Tabel 3).
Diskusi
 Dalam kelompok pasien ICU imunokompeten yang sangat
besar dengan CAP, terapi antibiotik awal yang adekuat
meningkatkan kelangsungan hidup 60 hari dan perbaikan
terbesar terjadi pada pasien dengan infeksi S. pneumoniae
atau syok septik.
 Terapi antibiotik ganda ini (β-laktam plus macrolide atau
fluoroquinolone) dikaitkan dengan terapi awal yang adekuat
tetapi tidak terkait dengan ketahanan hidup 60 hari yang lebih
baik dibandingkan dengan monoterapi β-laktam.
 Terapi ganda tidak secara signifikan mempengaruhi risiko
pneumonia nosokomial atau bakteri MDR dibandingkan
dengan monoterapi.
Diskusi

 Namun, mortalitas 60 hari secara independen terkait dengan keparahan


penyakit akut, disfungsi organ akut, ada setidaknya satu komorbiditas dan jenis
kelamin.
 Kelangsungan hidup 60 hari yang lebih baik terkait dengan terapi antibiotik
awal, terutama pada pasien dengan keparahan penyakit terbesar, konsisten
dengan banyak penelitian yang mendokumentasikan pentingnya pemberian
antibiotik yang cukup dini pada syok septik dan pneumonia berat.
 Terapi ganda secara signifikan meningkatkan frekuensi terapi awal yang
adekuat tetapi tidak meningkatkan kelangsungan hidup.
 Ketidakkonsistenan dalam penelitian ini mungkin dapat dianggap sebagai
fakta bahwa terapi yang adekuat pada pasien tanpa dokumentasi
bakteriologis didefinisikan dalam penelitian ini sebagai kepatuhan terhadap
pedoman.
 Penjelasan lain yang mungkin adalah kekuatan statistik yang tidak mencukupi,
meskipun kelompok kami besar.
 Jadi efek dual therapy dalam meningkatkan kecukupan perawatan awal
mungkin terlalu kecil untuk menginduksi penurunan mortalitas yang signifikan.
 Pada penelitian ini ditemukan bahwa mortalitas 60 hari tidak menurun
secara signifikan dengan menggunakan dua antibiotik di awal, bahkan
pada pasien dengan syok septik atau infeksi S. pneumoniae, mungkin
tampak bertentangan dengan penelitian sebelumnya.
 Ketidaksesuaian ini dapat dianggap berbeda dengan tingkat keparahan
penyakit, organisme penyebab, antibiotik yang digunakan, kriteria eksklusi,
dan ukuran hasil primer.
 Dengan demikian, studi observasional prospektif pasien ICU ditemukan
bahwa dual terapi meningkatkan kelangsungan hidup di subkelompok
dengan syok, sedangkan tidak ada perbedaan dengan monoterapi yang
tercatat dalam subkelompok tanpa syok.
 Namun, kelangsungan hidup tercatat pada saat masuk ICU atau pada
Hari ke 28.
 Dalam studi lain yang prospektif observasional di ICU, di mana 75,7% pasien
mengalami syok, dual terapi termasuk makrolid, dikaitkan dengan
kelangsungan hidup di ICU yang lebih baik dibandingkan dengan terapi
ganda dengan fluoroquinolone , sedangkan dalam penelitian ini tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan dalam mortalitas 60 hari.
 Dua penelitian lain terfokus pada penyakit S. pneumoniae.
Salah satunya adalah studi observasional prospektif pasien
dengan S. pneumoniae bakteremia menunjukkan bahwa dual
terapi meningkatkan kelangsungan hidup 14 hari di
subkelompok yang membutuhkan masuk ICU tetapi tidak
dalam subkelompok yang dirawat di rawat inap biasa.
 Pada pasien dengan S. pneumoniae CAP dan bakteremia
yang dirawat di bangsal atau ICU, dual terapi di awal dengan
macrolide dikaitkan dengan kelangsungan hidup di rumah
sakit yang lebih baik dibandingkan dengan β-laktam saja.
 Sekali lagi, penelitian ini memiliki campuran kasus yang
berbeda, karena hanya 21,1% dari pasien memiliki infeksi S.
pneumoniae dan hanya 12,7% memiliki bakteremia.
 Dua penelitian lain tidak menemukan perbedaan antara satu dan dua awal
antibiotik pada pasien dengan CAP berat [13,14]. Salah satunya adalah analisis
post hoc data dari dua uji klinis pasien dengan sepsis pneumokokus berat dan
menggunakan kelangsungan hidup ICU sebagai hasil utama, [13] sedangkan yang
lainnya adalah uji coba secara acak membandingkan lefloxacin saja untuk
ofloxacin ditambah sefotaksim pada pasien dengan CAP berat tetapi tanpa syok
dan menggunakan kemanjuran klinis sebagai hasil primal [14].
 Dengan demikian, tidak ada studi yang mirip dengan penelitian ini.
 Sebuah artikel review yang diterbitkan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa
banyak penelitian yang mendukung dual terapi di awal pada CAP berat
membutuhkan admisisi rumah sakit sering retrospektif, menggunakan berbagai
rejimen antibiotik dengan beberapa mengarah ke hasil yang bertentangan.
 Akibatnya, penerapan hasil mereka untuk praktek ICU sehari-hari dapat ditantang.
 Resisten makrolid secara in vitro telah dikaitkan dengan tingkat kegagalan klinis
yang lebih tinggi.
 β-laktam tidak efektif terhadap L. pneumophila mungkin tampaknya mendukung
dual terapi.
 Namun, infeksi L. pneumophila jarang dan secara rutin dicari oleh kultur atau
pengujian antigen urin (untuk tipe 1), dengan pengobatan khusus dimulai dengan
sedikit keraguan, karena strategi ini telah terbukti meningkatkan kelangsungan
hidup.
 Alasan utama untuk dual terapi adalah bahwa dengan
spektrum yang lebih luas sehingga mencakup patogen
atipikal (selain Legionella pneumophila).
 Namun, bukti yang tersedia untuk mendukung pemikiran ini
rendah, karena sebagian besar penelitian retrospektif dan
memiliki kekuatan statistik yang terbatas.
 Peran patogen atipikal pada CAP telah banyak ditinjau. Tidak
adanya manfaat dari terapi ganda pada kelangsungan hidup
dalam penelitian ini mungkin sebagian karena frekuensi yang
rendah pada patogen atipikal.
Penelitian Cochrane 2012 dari uji coba terkontrol secara
acak pada pasien yang dirawat di bangsal atau ICU untuk
CAP ditemukan tidak ada manfaat dari cakupan patogen
atipikal pada kemanjuran klinis (hasil utama) atau
kelangsungan hidup, bahkan di subkelompok pasien dengan
bakteri atipikal.
 Alasan teoritis lain untuk menggunakan dual terapi adalah kemungkinan
peningkatan efektivitas pada pasien dengan CAP karena resisten bakteri.
Pada pasien dengan PPOK dan riwayat dirawat jangka panjang, di mana
paparan berulang terhadap antibiotik meningkatkan risiko resistensi bakteri.
 Hasil proporsi pasien yang rendah dengan resistensi bakteri di awal mungkin
telah berkontribusi terhadap tidak adanya efek dual terapi terhadap
kelangsungan hidup pada penelitian ini.
 Dual terapi diharapkan dapat meningkatkan hasil pada CAP yang berat.
Dual terapi dikaitkan dengan ketahanan hidup 28 hari yang lebih baik
pada pasien dengan CAP dan syok septik dan dengan kelangsungan
hidup ICU yang lebih baik pada pasien dengan CAP berat termasuk 75,7%
dengan syok septik.
 Dalam penelitian retrospektif, pengobatan dengan kombinasi β-laktam dan
macrolide memberikan ketahanan hidup 14 hari dan 30 hari yang lebih
baik daripada fluoroquinolone sendiri pada pasien yang dirawat karena
CAP berat.
 Dalam penelitian ini terbatas pada pasien ICU, dual terapi tidak lebih baik
daripada monoterapi, bahkan ketika antibiotik kedua adalah macrolide.
 Terlalu seringmenggunakan antibiotik, khususnya
fluoroquinolonesdapat meningkatkan risiko seleksi
bakteri MDR dan pneumonia nosokomial.
 Identifikasi sekunder dari bakteri MDR dan pneumonia
nosokomial terjadi pada proporsi pasien yang sama dalam
kelompok terapi monoterapi dan dual terapi dalam penelitian
ini.
 Penelitian ini tidak boleh ditafsirkan sebagai bukti bahwa
penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan tidak
berbahaya. Penggunaan antibiotik yang berlebihan
memang memilih bakteri MDR.
 Baik makrolid maupun fluoroquinolones dapat menyebabkan
aritmia dengan memperpanjang interval QT.
 Kekuatan penelitian ini adalah ukuran sampel yang besar, pengumpulan data prospektif,
identifikasi pasien berdasarkan variabel klinis dibandingkan dengan kode, kualitas database
yang tinggi, dan penyesuaian yang hati-hati untuk variabel perancu.
 Untuk menghindari pasien dengan infeksi akibat perawatan kesehatan, yang memerlukan
pendekatan pengobatan khusus, dalam penelitian ini dieksklusi pasien dengan
imunodefisiensi, PPOK atau dialisis kronis serta pasien yang dirawat dari fasilitas perawatan
kesehatan jangka panjang.
 Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah design observasional tanpa alokasi acak dari
rejimen antibiotik awal. Studi acak khusus mengevaluasi terapi β-laktam saja atau dengan
macrolide atau fluoro-quinolone mungkin akan membutuhkan ukuran sampel yang sangat
besar.
 Penelitian ini juga tidak memiliki informasi tentang penggunaan antibiotik dalam enam bulan
sebelum episode CAP atau kontak baru dan / atau kontak berulang dari pasien dengan
perawatan kesehatan sebelumnya.
 Faktor terakhir ini dapat menjelaskan proporsi pasien yang tinggi dengan basil gram negatif
dalam penelitian ini. Namun, kemungkinan bahwa pasien dengan pneumonia nosokomial
mungkin berisiko lebih tinggi terhadap kematian karena ciri-ciri bakteriologis khas mereka
(termasuk peningkatan resistensi).
 Mortalitas yang lebih tinggi pada pasien mungkin berhubungan dengan faktor lain, termasuk
gangguan fungsional, malnutrisi dan kebijakan penerimaan ICU yang lebih restriktif.
 Setelah penyesuaian dengan hati-hati untuk faktor-faktor ini, mortalitas tidak meningkat secara
signifikan.
 Dengan demikian, mungkin tidak ada alasan untuk memodifikasi pedoman saat ini untuk
populasi khusus.
Kesimpulan

 Terapi yang adekuat dihubungkan dengan ketahanan hidup


60 hari yang lebih baik pada pasien CAP yang di rawat di ICU
dan tanpa COPD atau imunodefisiensi.
 Terapi kombinasi (β-laktam ditambah macrolide atau
fluoroquinolone), dibandingkan dengan monoterapi (β-
laktam saja) lebih direkomendasikan pada CAP yang berat,
meningkatkan keadekuatan terapi antibiotik awal tetapi tidak
meningkatkan ketahanan hidup 60 hari.
 Terapi kombinasi tidak meningkatkan risiko pneumonia
nosokomial atau multidrug resisten bakteri.

Anda mungkin juga menyukai

  • Mikosis Paru
    Mikosis Paru
    Dokumen3 halaman
    Mikosis Paru
    Anonymous qvOqpce
    Belum ada peringkat
  • Eso Kemo
    Eso Kemo
    Dokumen26 halaman
    Eso Kemo
    Anonymous qvOqpce
    Belum ada peringkat
  • Hemoptisis Masif
    Hemoptisis Masif
    Dokumen18 halaman
    Hemoptisis Masif
    Anonymous qvOqpce
    Belum ada peringkat
  • PCP
    PCP
    Dokumen28 halaman
    PCP
    Anonymous qvOqpce
    Belum ada peringkat