Anda di halaman 1dari 21

Kelompok 3

DEFINISI

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan


oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari
proses penyakit atau cedera. Sedangkan tension pneumotoraks
merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam
rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ
mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru
yang mengalami tekanan.
ANATOMI FISIOLOGI

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan,


dibatasi oleh :
 Depan : Sternum dan tulang iga.
 Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).\
 Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
 Bawah : Diafragma
 Atas : Dasar leher.

Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-
paru beserta pembungkus pleuranya. Mediastinum : ruang di
dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus,
aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf
vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce,
E.C., 1995).
ETIOLOGI
 Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi
gangguan salah satu pleura visceral atau parietal
dan sering dengan patah tulang rusuk (patah
tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi
terjadinya Tension Pneumotoraks).
 Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam
pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia
atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
 Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan,
Pneumotoraks sederhana ke Tension
Pneumotoraks.
 Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks
terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana
fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
 Ada jejas pada thorak
 Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat
inspirasi
 Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat
palpasi
 Pasien menahan dadanya dan bernafas
pendek
 Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema
subkutan
 Penurunan tekanan darah
MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas,


takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada
dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun,


trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral,
hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/
vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat
hipotensi) dan sianosis.).
PENATALAKSANAAN
Tindakan penyelamatan hidup yang cepat, lakukan
disinfeksi kulit disela iga ke-2 dari garis
midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. Lalu
dengan jarum suntik steril dilakukan pungsi dan
dibiarkan terbuka. Secepat mungkin lakukan tube
torakostomi karena sangat mungkin akan terjadi
tension pneumothotarks lagi sesudah paru
mengembang.
Namun pada prinsipnya, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut
:

 Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien


trauma secara umum (primary survey – secondary survey).

 Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis
dan terapi secara konsekutif (berturutan)

 Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila


pasien stabil), adalah portable x-ray, portable blood
examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan
melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang
emergency.

 Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan


tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam
nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
 setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

 Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya


dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi
pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).

 Oleh karena langkah-langkah awal dalam


primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu
Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap
RS yang memiliki trauma unit/center memiliki
konsultan bedah toraks kardiovaskular.

 Bullow Drainage / WSD


 Pengkajian Umum
 Pengkajian AVPU (Kesadaran)
 Triage
 Primary Survey
airway, breathing, circulation
 Secondary Survey
Sign and Symptom, Allergies, Medications,
Previous medical/surgical history, Last
meal (Time), Events
 Pengkajian Nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Sinar X dada
 GDA
 Torasentesis
 Hb
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operatif

 1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi


udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea,
perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
 2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.
 3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d
kurang menerima informasi ditandai dengan kurang menerima
informasi, mengekspresikan masalah, meminta informasi, berulangnya
masalah.
 4. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
 5. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
 6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Intra Operatif
1. Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka
incisi)
2. Resiko injury b,d kondisi lingkungan
eksternal misal struktrur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumentasi dan
penggunaan obat-obatan anastesi.
Post Operatif
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
kekolapsan paru, pergeseran mediastinum.
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi
WSD
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan
hilangnya cairan dalam waktu cepat
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan
WSD.
PRE OPERASI

1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi


udara/cairan, nyeri, ansietas

Mandiri
• Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan
tekanan udara.
• Auskultasi bunyi nafas
• Kaji pasien adanya area nyeri, nyeri tekan bila batuk.
• Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/ pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis,
perubahan tanda vital.
• Catat pengembangan dada dan posisi trakea
• Bila dipasang selang dada pada pasien, evaluasi ketidaknormalan atau kontinuitas gelembung
botol penampung.
Kolaborasi
• Kaji hasil foto thoraks
• Awasi hasil Gas Darah
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
• Pemasangan WSD
2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.

 Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring atau menarik selang.


 Kaji tujuan/ fungsi unit drainase dada dengan pasien
 Identifikasi perubahan atau situasi yang harus dilaporkan pada perawat.
 Observasi tanda distres pernafasan bila kateter toraks lepas atau tercabut.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang


menerima informasi ditandai dengan kurang menerima informasi,
mengekspresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.

Mandiri
 Kaji patologi masalah individu
 Identifikasi kemungkinan terjadi komplikasi jangka panjang.
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan
 Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea,
distres pernapasan lanjut.
 Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
 Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
 Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
 Lakukan pernapasan diafragma
 Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
 Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
 Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
 Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
 Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian expectoran.
 Pemberian antibiotika.
 Fisioterapi dada.
INTRA OPERASI

• Memberikan dukungan emosional


• Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
• Mempertahankan keadaan asepsis selama pembedahan
• Menjaga kestabilan temperatur pasien
• Memonitor terjadinya hipertermi malignan
• Membantu penutupan luka operasi
• Membantu drainage
Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU
POST OPERASI
1.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran
mediastinum.
• Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD, kelancaran dan akibatnya.
• Periksa WSD lokasi insersi, selang drainage dan botol.
• Observasi tanda – tanda vital
• Observasi analisa blood gas.
• Kaji karakteristik suara pernapasan, sianosis terutama selama fase akut.
• Berikan posisi semi fowler (600- 900)
• Anjurkan klien untuk nafas yang efektif
• Bila perlu berikan oksigen sesuai advis

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD


• Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
• Kaji tanda – tanda infeksi
• Monitor reukosit dan LED
• Dorongan untuk nutrisi yang optimal
• Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
• Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu
cepat
• Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam

• Observasi tanda–tanda defisit volume cairan

• Berikan intake yang optimal bila perlu melalui parenteral

Anda mungkin juga menyukai