Anda di halaman 1dari 31

LATAR BELAKANG

– Status epileptikus adalah suatu kondisi kejang berkepanjangan yang berlangsung


terus menerus selama 30 menit atau lebih dan menyebabkan suatu kondisi
kegawatdaruratan di bidang neurologi.
– Kegawatdaruratan pada status epileptikus terjadi akibat kejang yang terus
menerus tanpa henti dimana terdapat kontraksi otot yang sangat kuat, kesulitan
bernapas dan muatan listrik didalam otak menyebar luas sehingga jika tidak
ditangani secara cepat akan menyebabkan kerusakan otak secara permanen atau
bahkan kematian
DEFINISI
“Status epileptikus adalah kondisi
kejang berkepanjangan mewakili keadaan
darurat medis dan neurologis utama.”

International League Against Epilepsy


(ILAE) menyatakan bahwa “status
epileptikus terjadi aktivitas kejang yang
berlangsung terus menerus selama 30 menit
atau lebih.”

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika


seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih,
harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
ETIOLOGI
Kriptogenik
epilepsi

Idiopatik Simptomatik
epilepsi epilepsi

Status
Epileptikus
EPIDEMIOLOGI
– Jumlah kasus status epileptikus di Amerika Serikat saja telah
diperkirakan dari studi epidemiologi menjadi sekitar 102.000-
152.000 episode per tahun dan sebanyak 55.000 kematian per
tahun.
– Status epileptikus merupakan keadaan kejang terus menerus,
dengan kejadian tahunan berkisar 10-86 per 100.000 orang
– 1/3 kasus, SE timbul pada pasien epilepsi berulang. 1/3 kasus, pada
pasien epilepsi dengan ketidakteraturan konsumsi obat
– Mortalitas berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2%.
Mortalitas berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan SE
sekitar 10
– Angka kejadian meningkat pada usia neonatus (1 per 1000 bayi),
anak-anak (10-58 per 100.000 ), dan usia tua.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang terlibat pada transisi dari
bangkitan tunggal hingga menjadi status
epileptikus

Beberapa detik hingga menit, terjadi


Detik- detik pertama terjadinya penurunan subunit reseptor gamma-
bangkitan epileptik terjadi aminobutryc acid (GABA) β2, β3, γ2,
fosforilasi protein, pembukaan serta peningkatan reseptor eksitatorik
dan penutupan kanal ion, serta N-metil-D-aspartat (NMDA) dan ɑ-
pelepasan neurotransmitter amino-3-hydroxyl-5-methylisoxazole-
4-propionic acid (AMPA).

Beberapa hari hingga beberapa


Beberapa menit hingga
minggu akan terjadi perubahan
beberapa jam terjadi
genetik dan epigenetik berupa
peningkatan substansi P
perubahan ekspresi gen, metilasi
eksitatorik dan penurunan
deoxyribonucleic acid (DNA),
penggantian neuropeptide γ
dan regulasi ribonucleid acid
yang bersifat inhibitorik
(RNA) mikro.
KLASIFIKASI
Status epileptikus konvulsivus
• Berdasarkan klinis:
– SE fokal
– SE general
• Berdasarkan durasi:
– SE Dini( 5-30 menit)
– SE menetap/ Established(>30 menit)
– SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat
dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis
adekuat )
Status epileptikus nonkonvulsivus (SE-NK)
1. SE-NK Umum
2. SE-NK fokal
FAKTOR RISIKO
1. Infeksi SSP
2. Sepsis
3. Suhu >38, 9°C
4. Durasi kejang
5. Tekanan intracranial meningkat
6. Gangguan metabolik
7. Anemia
8. Status gizi kurang
PENEGAKAN
DIAGNOSIS
ANAMNESIS

Sebelum bangkitan/ gejala


prodomal
 Perubahan perilaku
 Perasaan lapar
Selama bangkitan/ iktal
 Berkeringat
 Gejala awal bangkitan?
 Hipotermi
 Bentuk bangkitan :
 Mengantuk
• Deviasi mata
 Menjadi sensitive
• Gerakan kepala
• Gerakan tubuh Selama bangkitan/ iktal
• Vokalisasi  Lebih dari satu pola
• Aumatisasi bangkitan?
• Gerakan pada salah satu atau  Perubahan pola dari
kedua lengan dan tungkai bangkitan sebelumnya? Pasca bangkitan/ post-
• Bangkitan tonik/klonik  Aktivitas saat terjadi
• Inkontinensia iktal
bangkitan,  Bingung
• Lidah tergigit • Saat tidur
• Pucat  Langsung sadar
• Saat terjaga
• Berkeringat • Bermain video game  Nyeri kepala
• Berkemih  Tidur
 Gaduh gelisah
 Todd’s paresis.
ANAMNESIS

Faktor pencetus Terapi epilepsi dan


 Kelelahan respon sebelumnya
 Kurang tidur  Jenis obat antiepilepsi  Riwayat epilepsi dan
 Hormonal  Dosis OAE penyakit lain dalam
 Stress  Jadwal minum OAE keluarga
psikologis  Kepatuhan minum  Riwayat saat berada
 Alkohol. OAE dalam kandungan,
 Kadar OAE dalam kelahiran, dan tumbuh
plasma kembang
 Kombinasi terapi  Riwayat bangkitan
OAE neonatal/ kejang
demam
 Usia awitan  Riwayat trauma
 Penyakit yang
 Durasi bangkitan kepala, stroke, infeksi
diderita sekarang
 Frekuensi susunan saraf pusat
 Riwayat penyakit
bangkitan (SSP),
neurologis
 Interval terpanjang
 Riwayat psikiatrik
antara bangkitan
 Riwayat penyakit
 Kesadaran antara
sistemik
bangkitan.
Pemeriksaan fisik umum
 Trauma kepala
 Tanda-tanda infeksi
 Kelainan congenital
 Kecanduan alcohol atau
napza
 Kelainan pada kulit
(neurofakomatosis)
 Tanda-tanda keganasan.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan neurologis
FISIK  Tanda-tanda defisit
neurologis fokal atau difus
yang dapat berhubungan
dengan epilepsi.
 Pasca bangkitan terdapat
tanda fokal
• Paresis Todd
• Gangguan kesadaran
pascaiktal
• Afasia pascaiktal
Elektro-ensefalografi (EEG)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Positron Emission Tomography (PET)

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)


TATALAKSANA
1. Stabilitas penderita
 Tahap ini meliputi usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital
yang mungkin terganggu.
 Prioritas pertama adalah memastikan jalan napas yang adekuat dengan
cara pemberian oksigen melalui nasal canul atau mask ventilasi.
 Tekanan darah juga perlu diperhatikan, hipotensi merupakan efek samping
yang umum dari obat yang digunakan untuk mengontrol kejang.
 Darah diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit,
ureum, kreatinin.
 Harus diperiksa gas-gas darah arteri untuk melacak adanya asidosis
metabolic dan kemampuan oksigenasi darah.
 Asidosis di koreksi dengan bikarbonat intravena  segera diberi 50 ml
glukosa 50% glukosa iv, diikuti pemberian tiamin 100 mg IM.
STADIUM PENATALAKSANAAN
Stadium I (0-10 menit) - Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
- Memperbaiki jalan napass, pemberian
oksigen, resusitasi bila perlu
Stadium II (10-60 menit) - Pemeriksaan status neurlogic
- Pengukuran tekanan darah, nadi dan
suhu
- Monitor status metabolik, AGD dan
status hematologi
- Pemeriksaan EKG
- Memassang infus pada pembuluh
darahbesar dengan NaCl 0,9%. Bila
akan digunakan 2 macam OAE pakai
jalur infus.
- Mengambil 50-100 cc darah untuk
pemeriksaan laboratorium (AGD,
glukosa, fungsi ginjal dan hati,
kalsium, magnesium, pemeriksaan
lengkap hematologi, waktu
pembekuan dan kadar OAE),
pemeriksaan lain sesuai klinis.

Menghentikan Stadium III (0-60/90 menit) - Menentukan etiologi


- Bila kejang berlangsung terus setelah
pemberian lorazepam/diazepam, beri
kejang status phenytoin IV 15-20 mg/kgBB dengan
kecepatan ≤ 50 mg/menit. (monitor
tekanan darah dan EKG pada saat
epileptikus pemberian).
- Atau dapat pula diberikan
fenobarbital 10 mg/kgBB dengan
konvulsif kecepatan ≤ 100 mg/menit monitor
respirasi pada saat pemberian)
- Memulai terapi dengan vasopressor
(dopamine) bila diperlukan.
- Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30/90 menit) - Bila kejang tetap tidak teratasi selama
30-60 menit, pasien dipindahkan ke
ICU, diberi propofol (2 mg/kgBB
bolus IV, diulang bila perlu) atau
Thiopenton (100-250 mg bolus IV
pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg
setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai
12-24 jam setelah bangkitan klinis
atau bangkitan EEG terakhir, lalu
dilakukan tappering off.
- Monitor bangkitan dan EEG, tekanan
intrakranial, ,memulai pemberian
OAE dosis rumatan.
TIPE TERAPI PILIHAN TERAPI LAIN
SE Lena Benzodiazepin IV/Oral Valproate IV
Status SE Parsial Complex Klobazam Oral Lorazepam/Fenitoin/Fenobarbital
IV
epileptikus
Menghentikan SE Lena Atipikal Valproate Oral Benzodiazepin, Lamotrigin,
kejangnon-
status Topiramat, Metilfenidat, Steroid
Oral
epileptikus non-
konvulsif SE Tonik Lamotrigin Oral Metilfenidat, Steroid
konvulsif SE Non-Konvulsif pada Fenitoin IV atau Anestasi dengan Thiopenton,
pasien koma Fenobarbital Fenobarbital, Propofol atau
Midazolam
 Terapi bedah epilepsi
 Stimulasi N. Vagus
 Modifikasi tingkah laku
 Relaksasi
 Mengurangi dosis OAE
 Kombinasi OAE

Menghentikan
kejang status
epileptikus Kombinasi OAE Indikasi
refrakter Sodium Valproate + Etosuksimid Bangkitan Lena
Karbamazepin + Sodium Valproate Bangkitan parsial kompleks
Sodiem Valproate + Lamotrigin Bangkitan parsial/Bangkitan umum
Topiramat + Lamotrigin Bangkitan parsial/Bangkitan umum
KOMPLIKASI
• Otak • Pelepasan Katekolamin
 Peningkatan Tekanan Intra Kranial  Hipertensi
 Oedema paru
 Oedema serebri  Aritmia
 Trombosis arteri dan vena otak  Glikosuria, dilatasi pupil
 Hipersekresi, hiperpireksia
 Disfungsi kognitif • Jantung
• Gagal Ginjal  Hipotensi, gagal jantung,
tromboembolisme
 Myoglobinuria, rhabdomiolisis • Metabolik dan Sistemik
• Gagal Nafas  Dehidrasi
 Asidosis
 Apnoe  Hiper/hipoglikemia
 Pneumonia  Hiperkalemia, hiponatremia
 Kegagalan multiorgan
 Hipoksia, hiperkapni • Idiopatik
 Gagal nafas  Fraktur, tromboplebitis, DIC
PROGNOSIS
– Gejala sisa lebih sering terjadi pada SE simtomatis; 37%
menderita defisit neurologis permanen, 48% disabilitas
intelektual. Sekitar 3-56% pasien yang mengalami SE akan
mengalami kembali kejang yang lama atau status epileptikus
yang terjadi dalam 2 tahun pertama. Faktor risiko SE
berulang adalah; usia muda, ensefalopati progresif, etiologi
simtomatis remote, sindrom epilepsi.
– Angka kematian terkait SE pada 30 hari perawatan
dilaporkan kurang dari 10%. Kematian tersebut lebih
disebabkan oleh komorbiditas atau penyakit yang
mendasarinya, bukan akibat langsung dari status epileptikus.
1. Deshpande LS, Lou JK, Mian A, Blair RE, Sombati S, Attkisson E, et al. Time
course and mechanism of hippocampal neuronal death in an in vitro model of
status epilepticus: role of NMDA receptor. Eur J Pharmacol 2008;583(1):73-83.
2. David CH, Miguel Diaz-Hernandez, M. Terasa Miras-Portugal, Tobias Engel.
P2X receptors as targets for the treatment of status epilepticus. Frontiersin.
Daftar 2013;7(237):1-10.
3. Sisodiya S.M, Duncan J (2000) : S,00(4);36-41.
Pustaka
4. Mardjono M . 2003. Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan
Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi &
Neurologi, Agoes A (editor); 129-148.
5. Goldstein JA, Chung MG. Pediatric neurocritical care. 2013.Hersdoffer DC,
Logroscino G, Cascino G, Annegers JF. Neurology.1998;50:735-41. Nishiyama
I. Epilepsia.2007;48:1133-7
6. Brodie MJ, Barry SJE, Bamagous GA. Patterns of treatment response in newly
diagnosed epilepsy. Neurology. 2012; 78:1548-55.
7. Indrawati LA, Wiratman W, Budikayanti A, Octaviana F, Syeban Z. Status
Epileptikus. Dalam Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
8. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
Daftar (PERDOSSI). Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Edisi kelima. Surabaya :
Airlangga University Press. 2014
Pustaka 9. Hardaningsih G, bahtera T. Faktor Risiko Status Epileptikus Konvulsivus
Sebagai Prediktor Bangkitan Status Epileptikus Konvulsivus, Vol 1. In : Jurnal
Media Medika Muda. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
2016. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/mmm/article/view/2564/1533.
Accessed on 19th October 2018
10. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies Seizure, Syndromes and Management
Blandom Medical Publishing. UK; 2005; 1-26
11. Steinlein, OK. Genetic Mechanisms That Underlie Epilepsi. Neuroscience
2004; 400-408.
12. Engel J. Fejerman N, Berg AT, Wolf P. Classification of Epilepsi. In Engel J,
Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2nd Ed. Voln one. Lippincott
Williams & Wilkins. USA; 2008; 767-772.
Daftar 13. Molshe SL, Pedley TA. Overview: Diagnostik Evaluation In Epilepsi, A
comprehensive Texbook/ editors Jerome Engel JR. Tomothy A. Pedley, 2nd ed,
Pustaka Vol I, Lippincott Williams & Wilkins, 2008, pp: 783-784.
14. Leppik, IE. Laboratory Tests. In Epilepsi A Comprehensive Textbook/ editors
Jerome Engel JR. Tomothy A Pedley, 2nd ed, Vol I. Lippicott Williams &
Wilkins, 2008, pp: 791-796.
15. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Management of
Epilepsi in Adults A national Clinical Guideline. SIGN.2003.
16. Paul E. Marik, MD, FCCP; and Joseph Varon, MD, FCCP. The Management of
Status Epilepticus. CHEST 2004; 126:582–591.
17. Rislane FW. Status epilepticus. In: Schachter SC, Schomer DL, eds. The
comprehensive evaluation and treatment of epilepsy. San Diego, CA: Academic
Press; 1997. p. 149-172.
Daftar 18. Shinnar S. Pedaitrics.1996;98:216-25. Raspall-Chaure M, Chin RF, Neville BG,
Pustaka Scott RC. Lancet Neurol.2006;5:769-79 De Lorenzo RJ.Epilepsia.
1992;33:S15-25.
19. Raspall-Chaure M, Chin RF, Neville BG, Scott RC. Lancet Neurol.2006;5:769-
79.

Anda mungkin juga menyukai