dengan keluhan demam dan pilek serta sendi-sendi kaki nyeri semua. Dia sudah minum antalgin tetapi sakit hanya berkurang sedikit. Pada pemeriksaan dia tampak lesu, capek. Suhu badan 38o C. Tanda vital lainnya masih baik. Pemeriksaan fisik lainnya tidak ada kelainan yang signifikan. Apakah dugaan penyakitnya? Rhinitis akut
Pada pemeriksaan THT apa
yang perlu diperhatikan? A. Rhinoskopi Anterior B. Tenggorok A. Rhinoskopi Anterior B. Tenggorok 0 Faring - Mukosa terjadi edema dan hiperemi 0 Laring - Chorda vokalis terjadi edema dan hiperemi Apakah perkiraan etiologinya? Adenovirus 0 Sifat : Virion : Ikosahedral, diameter : 70-90 nm, 252 kapsomer ; serat muncul dari tiap verteks Komposisi : DNA (13%), protein (87%) Genom : DNA untai ganda, linear, 26-45 kbp, terikat melalui protein ke terminal, infeksius Protein : Antigen penting (hekson, dasar penton, serat) dihubungkan dengan protein kapsid luar utama Selubung : Tidak ada Replikasi : Nukleus Karakteristik unik : Model yang baik sekali untuk penelitian molekular proses – proses sel eukariot 0 Virulensi Organisme : Adenovirus menginfeksi dan bereplikasi di sel epitel saluran nafas, mata, saluran cerna, dan saluran kemih. Adenovirus biasanya tidak menyebar diluar kelenjar limfe regional. Virus grup C menetap sebagai infeksi laten selama bertahun – tahun pada adenoid dan tonsil serta dieksresikan ke dalam feses selama beberapa bulan setelah infeksi awal. Sebenarnya, nama “adenovirus” mencerminkan penemuan isolat pertama dari pengangkatan adenoid manusia. Sebagian besar adenovirus manusia bereplikasi pada epitel usus setelah masuk ke saluran cerna, tetapi biasanya lebih sering menimbulkan gejala infeksi subklinis dibandingkan dengan gejala yang jelas. Picornavirus 0 Sifat : Virion : Ikosahedral, diameter : 28-30 nm, mengandung 60 subunit Komposisi : RNA (30%), protein (70%) Genom : RNA untai tunggal, linear, bersens positif, berukuran 7,2-8,4 kb, MW2,5 juta, menular, mengandung protein terkait genom (VPg) Protein : Empat polipeptida utama dibelah dari poliprotein prekursor yang besar. Protein kapsid permukaan VP1 dan VP3 merupakan lokasi utama pengikatan – antibodi. VP4 merupakan protein internal Selubung : Tidak ada Replikasi : Sitoplasma Karakteristik khas : Famili terdiri atas banyak tipe enterovirus dan rhinovirus yang menginfeksi manusia dan hewan kelas bawah, menyebabkan berbagai macam penyakit, berkisar dari poliomielitis hingga meningitis aseptik dan selesma (common cold). Rhinovirus 0 Sifat : Memiliki densitas apung di dalam cesium chloride sebesar 1,40 g/mL dan labil di dalam keadaan asam. Virionnya tidak stabil dibawah pH 5-6 dan inaktivasi lengkapnya terjadi pada pH 3,0. Rhinovirus lebih termostabil daripada enterovirus sehingga dapat bertahan selama berjam – jam di permukaan lingkungan. Virus ini hanya menular paada manusia, siamang, simpanse. Sebagian besar virus tumbuh lebih cepat di suhu 33oC, serupa dengan suhu nasofaring manusia, daripada di suhu 37oC. 0 Virulensi Organisme : Virus masuk melalui saluran nafas atas. Titer virus yang tinggi di dalam sekresi hidung – yang dapat dijumpai 2-4 hari setelah pajanan- dikaitkan dengan penyakit yang sangat parah. Setelah itu, titer virus pun menurun meskipun penyakit tetap masih ada. Dalam beberapa keadaan, virus tetap terdeteksi selama 3 minggu. Ada korelasi langsung antara jumlah virus di dalam sekresi dan derajat kepaarahan penyakit. Replikasi hanya terjadi di epitelium permukaan mukosa hidung. Biopsi menunjukkan bahwa perubahan histopatologik hanya terjadi di epitelium permukaan dan submukosa, meliputi edema dan infiltrasi seluler ringan. Sekresi nasal bertambah banyak dalam hal kuantitas dan konsentrasi protein. Rhinovirus jarang menyebabkan penyakit saluran pernapasan bawah pada orang yang sehat meskipun virus ini dikaaitkan dengan sebagian besat eksaserbasi asma akut. Percobaaan dibawah keadaan terkontrol menunjukkan bahwa kedinginan, termasuk menggunakan pakaian basah, tidak menimbulkan flu atau meningkatkan kerentanan terjangkit virus ini. Kedinginan merupakan gejala awal selesma. Coxsackie 0 Sifat : Coxsackievirus sangat menular bagi tikus baru lahir, berbeda dengan sebagian besar enterovirus human lainnya. Beberapa galur (B1-6, A7, 9, 16, dan 24) juga tumbuh di dalam kultur sel ginjal monyet. Beberapa galur grup A tumbuh di dalam sel amnion manusia dan sel fibroblas paru embrionik manusia. Tipe A14 menyebabkan lesi menyerupai-poliomielitis pada tikus dewasa dan monyet, tetapi pada tikus yang masih menyusu, hanya menyababkan miositis. Galur tipe A7 menyebabkan paralisis dan lesi sistem saraf pusat yang berat pada monyet. Virus dalam grup A menyebabkan miositis luas pada otot – otot rangka tikus yang baru lahir sehingga timbul paralisis flasid tanpa ada lesi lain yang dapat diamati. Susunan genetik galur tikus yang dikembangbiakkan menentukan kerentanannya terhadaap virus coxsackie B. 0 Virulensi Organisme : Virus diperoleh dari darah padaa tahap awal infeksi aalamiah dalam tubuh manusia. Virus juga dijumpai di dalam tenggorok selama beberapa hari dalam tahap awal infeksi dan di feses hingga 5-6 minggu. Distribusi virus sama dengan enterovirus yang lain. Influenza virus 0 Sifat : Virion : Sferis, pleomorfik, berdiameter 80-120 nm (nukleokapsid heliks, 9 nm) Komposisi : RNA (1%), protein (73%), lipid (20%), karbohidraat (6%) Genom : RNA beruntai tunggal, bersegmen (delapan molekul), bersens negatif, ukuran keseluruhannya 13,6 kb Protein : Sembilan protein struktural, satu nonstruktral Selubung : Mengandung hemaglutinin virus (HA) daan protein neuraminidase (NA) Replikasi : Transkripsi nuklear ; terminal 5’ yang bertudung pada RNA seluler diambil sebagai primer ; partikel menjadi matang dengan pertunasan dari membran plasma Sifat – sifat unik : penyusunan ulang genetik umum terjadi diantara sesama anggota genus. Virus influenza menyebabkan epidemi yang mendunia 0 Virulensi Organisme : Virus influenza menyebar dari orang ke orang melalui droplet udara atau kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi virus. Sejumlah kecil sel epitel saluran napas menjadi terinfeksi ketika paartikel virus yaang tertumpuk berhasil menghindari pengeluaran oleh refleks batuk dan lolos dari netralisasi oleh antibodi IgA spesifik yang sudah ada atau inaktivasi oleh penghambaat nonspesifik dalam sekret mukus. Virion progeni lalu segera dihasilkan dan menyebar ke sel yang berada di dekatnya; siklus replikatif akan berulang ditempat ini. NA virus menurunkan kekentalan lapisan tipis mukus dalam saluran naapas, membuat reseptor di permukaan sel terpajan langsung dan memudahkan penyebaran cairan yang mengandung virus ke saluran napas yang lebih bawah. Dalam waktu singkat, banyak sel dalam saluraan napas menjadi terinfeksi lalu pada akhirnya mati. Parainfluenza virus 0 Sifat : Virion : Sferis, pleomorfik, diameter 150 nm atau lebih (nukleokapsid helikal, 13-18 nm) Komposisi : RNA (1%), protein (73%), lipid (20%), karbohidrat (6%) Genom : RNA beruntai tunggal, linear, tidak bersegmen, sense negatif, tidak infeksius, sekitar 15 kb Protein : Enam sampai delapan protein struktural Selubung : Mengandung glikoprotein virus (G, H atau HN) (yang sesekali membawa aktivitas hemaglutinin atau neuraminidase) dan glikoprotein fusi (F) ; sangat rapuh Replikasi : Sitoplasma ; partikel bertunas dari membran plasma Sifat unik : Stabil secara antigenik. Partikelnya laabil tapi sangat menular 0 Virulensi Organisme : Replikasi virus parainfluenza dalam pejamu yang imunokompeten terbatas di epitel salurannafas saja. Viremia, kalaupun terjadi, tergolong jarang. Infeksi dapat saja hanya melibatkan hidung dan tenggorokan, menyebabkan sindrom selesmayang tidak membahayakan. Akan tetapi infeksi dapat meluas, khususnya dengan tipe 1 dan 2, melibatkan laring dan trakea atas, menyebabkan croup (laringotrakeobronkitis). Croup ditandai dengan obstruksi saluran nafas akibat pembengkakan laring dan struktur terkait. Infeksi dapa menyebar lebih dalam ke trakea bagian dalam dan bronki, berlanjut ke pneumonia atau bronkiolitis, khususnya oleh tipe 3, tetapi frekuensi lebih kurang ketimbang yang di sebabkan oleh respiratory syncytial virus. Durasi pelepasan virus parainfluenza adalah sekitar 1 minggu sejak penyakit muncul; beberapa anak dapat melepaskan virus beberapa hari sebelum penyakit muncul. Tipe 3 dapat dilepaskan hingga 4 minggu sejak penyakit muncul. Pelepasan virus secara persisten dari anak kecil ini memudahkan terjadinya penyebaran infeksi. Pelepasan virus yang berkepanjangan dapat terjadi pada anak yang menderita gangguan fungsi imun dan pada orang dewasa dengan penyakit paru kronis. Respiratory Syncitial virus 0 Sifat : Sama dengan Parainfluenza virus 0 Virulensi Organisme : Replikasi respiratory syncytial virus awalnya terjadi di sel epitel nasofaring. Virus dapat menyebar ke dalam saluran nafas bawah dan menyebabkan bronkiolitis serta pneumonia. Antigen virus dapat dideteksi disaluran nafas atas dan didalam sel epitel yang terkelupas. Viremia, kalaupun terjadi, tergolong jarang. Masa inkubasi antara pajaran dan awitan penyakit adalah 3-5 hari. Pelepasan virus dapat terus terjadi selama 1-3 minggu pada bayi dan anak kecil, sementara pada orang dewasa hanya 1-2 hari. Titer virus yang tinggi terdapat dalam sekret saluran nafas anak kecil. Ukuran inokulum merupakan penentu keberhasilan infeksi yang penting pada orang dewasa (dan kemungkinan juga pada anak). Sistem imun yang utuh tampaknya berperan penting meredakan infeksi, karena penderita yang imunitas berperantara selnya terganggu dapat terus terinfeksi respiratory syncytial virus dan melepaskan virus selama berbulan- bulan. Meski jalan nafas bayi yang sangat muda sempit dan mudah tersumbat oleh peradangan serta edema, hanya sejumlah kecil bayi muda yang menderita penyakit respiratory syncytial virus yang berat. Menurut laporan, kerentanan terhadap bronkiolitis terkait secara genetik dengan polimorfisme terhadap gen imun alamiah. THANK YOU