Anda di halaman 1dari 50

Disusun Oleh :

Arieska Dara Permatasari (16710340)


Heni Purwanti (16710372)
Reny Fitriani (16710311)

Pembimbing :
dr. Dani Mustikawati, Sp.Rad
 Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma
kapitis adalah suatu trauma yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan
kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak.

 Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap


tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal
sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang
sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan
sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk
cedera sedang dan 10 % termasuk cedera kepala
berat
 Tindakan pemberian oksigen yang adekuat
dan mempertahankan tekanan darah yang
cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan
terjadinya cedera otak sekunder merupakan
pokok-pokok tindakan yang sangat penting
untuk keberhasilan kesembuhan penderita.

 Sebagai tindakan selanjutnya yang penting


setelah primary survey adalah identifikasi
adanya lesi masa yang memerlukan tindakan
pembedahan, dan yang terbaik adalah
pemeriksaan dengan CT Scan kepala
 Anatomi Kepala
Kulit Kepala
(SCALP)

Tulang Tengkorak

kepala (Cranium / SKULL)

Meningen

Otak

Cairan
Serebrospinal

Tentorium
 Kulit kepala menutupi cranium, Kulit kepala
terdiri dari lima lapis jaringan :
1. Skin (kulit)
Merupakan kulit yang tipis, mengandung
banyak kelenjar keringat dan kelenjar minyak.
2. Connective tissue (jaringan ikat)
Merupakan lapisan subkutan, memiliki
banyak pembuluh darah dan saraf.
3. Aponeurosis epicranialis (galea aponeurotica)
Selembar jaringan ikat yang kuat dan
merupakan lembar tendo bagi m. occipitalis dan
m. frontalis
4. Loose connective tissue (jaringan ikat
longgar)
berisi banyak ruang potensial yang dapat
mengembang karena menyerap cairan yang
terbentuk akibat cedera atau infeksi.
5. Pericranium
Selapis jaringan ikat padat, melekat erat
pada ossa cranii.
Gambar 1. Scalp (kulit kepala), calvaria, dan
meningen
Gambar Arteri dan nervus pada scalp
 Cranium (skull) adalah bagian superior tengkorak yang bulat
dan besar, yang menutupi otak dan terbuat dari tulang-tulang
cranii .
Gambar 3. Skematik Foto Polos Kepala
Proyeksi Lateral (A) dan AP (B)
Gambar Foto Polos Kepala dari Proyeksi
Lateral
Gambar Vaskularisasi pada Tulang Tengkorak
 Selaput meningen menutupi seluruh permukaan
otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas
dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal. Duramater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena
yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural.
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang
tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak.
Perdarahan umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.

3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,
medula oblongata dan serebellum.

 Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.


Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi,
fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik
dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur
fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain),
pons dan medulla oblongata.
Gambar Lobus pada otak
 Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh
plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 30 ml/jam.
 Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
takanan intracranial.
 Tentorium serebeli membagi rongga
tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii
media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kranii posterior).
 Nervus okulomotorius (saraf otak ke 3)
berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini
dapat tertekan pada keadaan herniasi otak
yang umumnya diakibatkan oleh adanya masa
supratentorial atau edema otak.
 Menurut Brain Injury Assosiation of
America,
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan / benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik
1. Mekanisme
A. Cedera kepala tumpul, biasanya
berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
jatuh, atau pukulan benda tumpul.
B. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh
peluru atau tusukan.

“Adanya penetrasi selaput dura menentukan


cedera apakah cedera tembus atau tumpul.”
2. Beratnya cedera
GCS digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum
dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala.
GCS 14-15 cedera kepala ringan,
GCS 9-13 cedera kepala sedang, dan
GCS 3-8 cedera kepala berat
3. Morfologi
A. fraktur cranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak dan dapat berbentuk garis atau bintang dan
dapat pula terbuka atau tertutup.
Fracture dasar tengkorak biasanya memerlukan
pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone
window untuk memperjelas garis frakturnya.
B. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal
atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering
terjadi bersamaan.
Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma
subdural dan kontusio (atau hematoma intraserebral).
cedera difus dikelompokan menurut kontusio ringan,
kontusio klasik, dan cedera aksonal difus.
1) Hematoma Epidural
 Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang
terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan
duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau
menyerupai lensa cembung.
 Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh
meningeal media.
 Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area
hiperdens yang tidak selalu homogeny. Batas dengan
corteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila
meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara
intravena sehingga tampak lebih jelas
2) Hematom Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan
yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid.
a. SDH Akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle
( seperti bulan sabit ) dekat tabula interna. Batas
medial hematom seperti bergerigi. Adanya
hematom di daerah fissure interhemisfer dan
tentorium juga menunjukan adanya hematom
subdural.
b. SDH Kronis
Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens,
atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks,
berbatas tegas melekat pada tabula.
SDH & EDH
3) Hematoma intraserebri
perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim)
otak.
Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio
jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut.
Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis.
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan
otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini
merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera
kepala.
1) Komosio cerebri ringan
 keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun
terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam
berbagai derajat.
2) Komosio cerebri klasik
cedera yang mengakibatkan menurunnya atau hilanggnya
kesadaran.
Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan
lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera.
Pada beberapa penderita dapat timbul defisist neurologis
(kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta
gejala lain) untuk beberapa waktu.
3) Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI)
keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera
yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu
lesi masa atau serangan iskemik.
Penderita sering menunjukan gejala dekortikasi atau
deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan
cacat berat.
Penderita sering menunjukan gejala disfungsi otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia.
1) Faktur maxilaris
 Fraktur maxilla merupakan cedera wajah yang
paling berat, dan dicirikan oleh:
◦ Mobilitas palatum
◦ Mobilitas hidung yang menyertai palatum
◦ Epistaksis
◦ Mobilitas 1/3 wajah bag tengah.
 Lefort 1
Fraktur melintang rendah pada maxila yang hanya melibatkan
palatum, dicirikan oleh pergeseran arcus dentalis maxila dan
palatum, maloklusi gigi biasanya bisa terjadi.

 Lefort II
 Fraktur ini dicirikan mobilitas palatum dan hidung end-block,
juga epistaksis yang jelas. Biasanya maloklusi gigi dan
pergeseran pllatum kebelakang. Fraktur end-block pada
palatum dan sepertiga tngah wajah tremasuk hidung

 Lefort III
Merupakan cedera paling berat, dimana perlekatan seluruh
rangka wajah terputus.seluruh komplek zigomatikus menjadi
mobile dan tergeser.
2) Fraktur Mandibula
 Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang
sesuai dengan tonus otot yang berinsersi di tempat tersebut.
Pada fraktur daerah dagu, otot akan menarik fragmen tulang
kearah dorsokaudal, sedangkan pada fraktur bagian lateral
tulang akan tertarik kearah cranial.
3) Fraktur Gigi
 Merupakan fraktur tersendiri atau bersama- sama dengan
fraktur maksila maupun mandibula, dimana gigi yang hancur
perlu dicabut, sementara yang patah dibiarkan.
4) Fraktur Os Nasal
 Biasanya disebabkan oleh trauma langsung, dimana pada
pemeriksaan didapatkan pembengkakan, epistaksis nyeri tekan
dan teraba garis fraktur. Foto radiologi diperlukan dalam
membantu diagnosis, yaitu proyeksi foto PA dan lateral,
sedangkan tindakan yang perlu dilakukan adalah reposisi atau
septoplasty.
5) Fraktur Orbita
 Biasanya didapatkan gejala klinis berupa hematom monokel
yang dapat disertai diplopia, hemomaksila dan mati rasa pipi
karena cedera nervus infraorbitalis atau mati rasa dahi karena
kerusakan nervus supraorbitalis. Fraktur juga dapat
menyebabkan enoftalmus dan sering disertai terjepitnya
muskulus rectus inferior di dalam patahan sehingga gerakan
bola mata sangat terganggu dan penderita mengalami
diplopia
6) Fraktur Os Zygoma
 Fraktur ini sering terbatas pada arcus dan pinggir orbita
sehingga tidak disertai hematom orbita, tetapi terlihat
sebagai pembengkakan pipi di daerah arcus zygomaticus.
Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan foto rontgen
proyeksi waters, yaitu temporooksipital.
 Pasien harus diperiksa secara klinis dan diagnosis dibuat
berdasarkan apakah pada pemeriksaan fisik dan riwayat
perjalanan penyakit menunjukkan cedera kepala ringan hingga
sedang atau cedera kepala berat.
 CT, MRI, atau radiografi tengkorak tidak diperlukan untuk
pasien berisiko rendah.
 Risiko rendah yang tidak menunjukkan gejala atau hanya
pusing, sakit kepala ringan, kulit kepala lecet, atau hematoma,
usia lebih dari 2 tahun, dan tidak memiliki temuan yang
berisiko sedang ataupun tinggi.
 Resiko sedang, seperti: riwayat penurunan tingkat kesadaran beberapa
waktu ataupun setelah terjadi cedera kepala, sakit kepala berat atau
progresif, kejang pasca-trauma, muntah terus menerus, multipel trauma,
cedera wajah yang serius, tanda-tanda dari fraktur tengkorak basilar
(hemotympanum, rinorrea atau otorrea), dugaan kekerasan pada anak,
gangguan perdarahan, atau usia lebih muda dari 2 tahun .
 Resiko tinggi, seperti kondisi berikut: temuan neurologis fokal, pasien
dengan derajat kesadaran berdasarkan GCS dengan skor 8 atau kurang,
terdapat penetrasi tengkorak, gangguan metabolik, keadaan postictal, atau
penurunan atau depresi tingkat kesadaran (tidak berhubungan dengan
narkoba, alkohol , atau obat-obatan depresan pada system saraf pusat
lainnya).
 Jika terdapat cedera sedang atau berat dan pasien dengan
kondisi neurologis yang tidak stabil, CT scan harus dilakukan
untuk menyingkirkan adanya hematoma.
 Jika pasien dengan kondisi neurologis yang stabil, MR scan
lebih digunakan untuk mencari cedera dengan penekanan
parenkim.
 Dalam cedera kepala ringan (tanpa kehilangan kesadaran atau
defisit neurologis), pasien dapat hanya diobservasi. Jika sakit
kepala terus-menerus terjadi setelah trauma, CT scan harus
dilakukan.
 Foto polos kepala hanya menunjukkan ada tidaknya patah
tulang, dan tidak mampu menghasilkan visibilitas yang baik
pada otak atau adanya darah untuk menunjukkan cedera
intrakranial.
 Foto polos kepala sangat membantu pada pasien yang
dicurigai tidak cedera akibat kecelakaan, patah tulang
tengkorak depresi, cedera kepala akibat penetrasi oleh benda
asing, atau cidera kepala pada anak-anak kurang dari 2
tahun,walaupun tanpa gejala neurologis.
 Pemeriksaan foto polos kepala untuk melihat pergeseran
(displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat
menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial. Fraktur
pada tengkorak dapat berupa fraktur impresi (depressed
fracture), fraktur linear, dan fraktur diastasis (traumatic suture
separation).

Gambar 12 a. Gambaran Fraktur Impresi (kiri), Fraktur


Linear (tengah),
dan Fraktur Diastasis (kanan) pada Foto Polos Kepala
 Indikasi pemeriksaan CT scanpada kasus cidera kepala adalah
seperti berikut:
1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi cidera kepala sedang
dan berat.
2. Cidera kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan
gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau
herniasi jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan
intraserebral.
 Fraktur Tulang Kepala
Fraktur dasar tengkorak (basis kranii) biasanya memerlukan pemeriksaan CT
Scan dengan teknik “Jendela Tulang” (bone window) untuk mengidentifikasi
garis frakturnya. Fraktur dasar tengkorak yang melintang kanalis karotikus
dapat mencederai arteri karotis (diseksi, pseuoaneurisma ataupun trombosis)
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan angiography cerebral.

Gambaran Fraktur Basis Kranii pada CT Scan


Kepala
 Perdarahan Epidural
Gambaran CT scan pada hematoma epidural tergantung
pada sumber perdarahan, waktu berlalu sejak cedera, dan tingkat
keparahan perdarahan. Karena dibutuhkan diagnosis yang akurat
dan perawatan yang cepat, diperlukan pemeriksaan CT scan
dengan cepat dan intervensi bedah saraf .

Gambaran Perdarahan Epidural pada CT Scan Kepala Non-


 Perdarahan Subdural
Temuan CT scan dalam hematoma subdural tergantung
pada lamanya perdarahan. Pada fase akut, hematoma subdural
muncul berbentuk bulan sabit, ketika cukup besar, hematoma
subdural menyebabkan pergeseran garis tengah. Pergeseran dari
gray matter-white matter junction merupakan tanda penting yang
menunjukkan adanya lesi.

Gambaran Perdarahan Subdural dengan Fraktur Tengkorak


(kiri)
Gambaran Perdarahan Subdural pada CT Scan dan Perdarahan Subdural disertai Perdarahan
Subarakhnoid (kanan)
 Perdarahan Subaraknoid
perdarahan subaraknoid (SAH) terlihat mengisi ruangan
subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi CSF di sekitar
otak. Rongga subaraknoid yang biasanya hitam mungkin tampak
putih di perdarahan akut.

Gambaran Perdarahan Subarakhnoid pada CT Scan


Kepala
 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma
terhadap pembuluh darah, timbul hematoma intraparenkim dalam
waktu ½-6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma ini bisa
timbul pada area kontralateral trauma. Pada CT scan sesudah
beberapa jam akan tampak daerah hematoma (hiperdens), dengan
tepi yang tidak rata.

Gambaran Perdarahan Intraserebral pada CT Scan


Kepala
 Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan
darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu
timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral. Pada perdarahan
intraventrikular akan terlihat peningkatan densitas dari gambaran
CT scan kepala. Jika terlambat ditangani, perdarahan
intraventrikular akan menyebabkan terjadinya ventrikulomegali
pada sistem ventrikel (hidrosefalus) dari gambaran CT scan.

Gambaran Perdarahan Intraserebral disertai Perdarahan Intraventrikular pada CT


Scan Kepala
Cidera kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak. Berdasarkan Skala Koma Glasgow, cidera
kepala dibagi atas cidera kepala ringan (SKG 14-15), sedang (SKG 9-13) dan
berat (SKG 3-8).
Cidera kepala dapat menimbulkan perdarahan intrakranial berupa
fraktur tulang kepala, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraventrikular, dan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan foto polos kepala digunakan untuk melihat pergeseran
(displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada
tidaknya perdarahan intrakranial.
Pemeriksaan CT Scan kepala sangat berguna pada cedera kepala
karena isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada cidera
kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk
maupun ukurannya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Hipertensi
    Referat Hipertensi
    Dokumen31 halaman
    Referat Hipertensi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen56 halaman
    Hipertensi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Surat
    Surat
    Dokumen4 halaman
    Surat
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen25 halaman
    Daftar Isi
    Anonymous XsERfJPwt
    Belum ada peringkat