Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

HEMOPTISIS EC BRONKITIS KRONIK

Disusun Oleh :
Muhammad Hanafi Qusyairi
1102010181
Pembimbing :
dr. Edy Kurniawan, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
SEPTEMBER 2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
 Hemoptisis = Ekspektorasi darah atau dahak bercampur darah yang
berasal dari saluran napas bawah dan parenkim paru.
 Sumber perdarahan dari saluran napas atas/bukan saluran napas
bawah dan parenkim pseudohemoptisis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. ETIOLOGI

TABEL 2. INSIDENSI ETIOLOGI HEMOPTOSIS

Sebab Hemoptisis Insidensi

Infeksi : Tuberkulosis, abses paru, bronkitis, bronkiektasis, infeksi jamur, parasit, 60%
necrotizing pneumonia
20%
Neoplasma : Karsinoma bronkogenik, lesi metastatis, adenoma bronkus

Penyakit kardiovaskular : emboli paru, stenosis mitral, malformasi arteriovena,


5-10%
aneurisma aorta, edema paru

Lain-lainnya : Bronkolitiasis, hemosiderosis idiopatik, sindrom Goodpasteur, terapi


antikoagulan, adenoma bronkus 5-10%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.4 PATOFISIOLOGI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.5 KLASIFIKASI

Kriteria hemoptisis masif yang menurut Busroh (1978) sebagai berikut :

1.Batuk darah sedikitnya 600 ml/24 jam.


2.Batuk darah volume antara 250-600 ml/24 jam pada pasien dengan kadar Hb<10g/dL dan
masih terus berlangsung.
3.Batuk darah volume antara 250-600 ml/24 jam pada pasien kadar Hb>10 g/dL sedangkan
dalam pengamatan 48 jam masih belum berhenti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.5 KLASIFIKASI

Kriteria hemoptisis mengancam jiwa menurut W.H.Ibrahim didefinisikan:

1. Batuk darah > 100 ml dalam 24 jam.


2. Batuk darah menyebabkan abnormalitas pertukaran gas dan/atau terjadi obstruksi saluran
napas.
3. Batuk darah menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.6 DIAGNOSIS
ANAMNESIS

• Volume dan frekuensi batuk darah menentukan kegawatannya dan hal tersebut dapat mengarahkan ke suatu
penyebab spesifik.
• Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran napas.
• Gejala lain yang berhubungan/terkait dapat membantu dalam mendiagnosis:
 Demam dan batuk produktif mengisyaratkan infeksi
 Timbul tiba-tiba karena sesak dan sakit di dada mengindikasikan kemungkinan emboli paru atau infark
miokard yang disertai dengan gagal jantung kongestif.
 Kehilangan berat badan yang signifikan mengisyaratkan kanker paru atau infeksi kronik seperti
tuberculosis atau bronkiektasis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.6 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK

• Tanda-tanda penting. Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan takikardia merupakan suatu tanda
darurat.
• Pemeriksaan jantung dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya hipertensi paru akut (terdapat
peninggian komponen paru suara jantung kedua), kegagalan ventrikel kiri akut (adanya summation gallop)
atau penyakit katup jantung seperti stenosis mitral.
• Pemeriksaan dinding dan rongga Dada. Kelainan di sini secara tersendiri jarang menjadi penyebab
hemoptisis; namun dapat menjadi petunjuk seperti trauma dinding dada, konsolidasi, infark paru, maupun
edema paru kardiogenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.6 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan darah tepi lengkap. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan
darah yang akut. Jumlah sel darah putih yang meninggi mendukung adanya infeksi. Trombositopenia
mengisyaratkan kemungkinan kanker paru.
• Kajian koagulasi, pemeriksaan hemostase berupa waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial
(APTT) dianjurkan apabila dicurigai adanya koagulopati atau menerima warfarin/heparin.
• Analisis gas darah arterial harus diukur apabila pasien sesak jelas dan sianosis.
• Pemeriksaan dahak. Pasien dengan darah bercampur dahak, pewarnaan gram, BTA atau preparasi kalium
hidroksida dapat mengungkapkan penyebab infeksi dan pemeriksaan sitopatologik untuk kanker.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.6 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Imaging
Radiografi dada akan menunjukkan adanya massa paru, kavitas atau infiltrat yang mungkin
menjadi sumber perdarahan.

Bronkoskopi
 Bronkoskopi fiberoptik
Bronkoskopi fiberoptik dengan anesthesia topical paling sering digunakan karena instrumen fleksibel ini dapat
memvisualisasi bronki subsegmental dan saluran napas sentral, danlebih nyaman bagi pasien. Satu kelemahan alat
ini adalah diameter tempat meghisap cairan perdarahan (suction port) yang kecil (<2mm).
 Bronkoskopi kaku
Perlu untuk pasien hemoptosis masif dan ketika dicurigai terjadi aspirasi benda asing. Kekurangannya adalah
biasanya dibutuhkan anesthesia umum dan hanya bisa memvisualisasi saluran napas sentral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.7 TATALAKSANA

Tahap-tahap :
Tujuan :  Tahap 1: Pembebasan jalan napas dan stabilisasi
 Mencegah asfiksia akibat penderita
batuk darah  Tahap 2 : Melokasi sumber dan mencari penyebab
 Melokasi asal perdarahan perdarahan
 Menghentikan perdarahan Tahap ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (foto
 Mendapatkan diagnosis toraks, CT scan toraks, angiografi) dan pemeriksaan
bronkoskopi menggunakan BSOL atau bronkoskopi kaku.
 Tahap 3 : Pemberian terapi spesifik
Terapi spesifik ditujukan untuk menghentikan dan mencegah
berulangnya perdarahan, terdiri dari terapi menggunakan
bronkoskop dan tindakan operasi.
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.U
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam II. ANAMNESIS
Status : Menikah
• KELUHAN UTAMA
Alamat : Desa Babakan
MRS tanggal : 24-09-2017 BATUK BERDARAH  2 JAM SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT.

• KELUHAN TAMBAHAN

BATUK BERDAHAK , SESAK


LAPORAN KASUS

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan batuk disertai darah  2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih bening dan kental tetapi hilang timbul sejak 2
bulan yang lalu dan dirasakan semakin memberat terkadang sampai menimbulkan sesak sejak 1 minggu
terakhir. Timbulnya batuk tidak dipengaruhi oleh alergi ataupun kondisi cuaca.
Keluhan nyeri pada perut saat batuk juga dikeluhkan pasien. Pasien merupakan perokok berat sejak
usia 30 tahun, dan mulai mengurangi jumlah rokok menjadi setengah bungkus sehari sejak sekitar empat
bulan yang lalu.
Riwayat demam 1 minggu yang lalu dan sudah diobati. Keluhan penurunan berat badan ,
berkeringat malam hari dan riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal oleh pasien. Keluhan mual (-),
muntah (-). BAB dan BAK normal. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).
LAPORAN KASUS

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat diabetes melitus disangkal.
 Riwayat penyakit jantung dan hipertensi sebelumnya
disangkal.
 Riwayat penyakit pernapasan disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

RIWAYAT PENYAKIT DENGAN KELUHAN YANG SAMA DALAM KELUARGA DISANGKAL.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

PASIEN SUDAH MENIKAH. PENDERITA BEKERJA SEBAGAI PEDAGANG MAINAN. PASIEN TINGGAL SERUMAH
DENGAN ISTRI DAN 9 ORANG ANAKNYA . RUMAH PASIEN MINIM VENTILASI CAHAYA, TIDAK DISERTAI
DENGAN LANGIT-LANGIT RUMAH, DAN UDARANYA LEMBAB. KESAN : STATUS SOSIAL EKONOMI KURANG.
LAPORAN KASUS
PEMERIKSAAN FISIK KEADAAN SPESIFIK
Keadaan Umum  Kulit
Keadaan umum : tampak sakit Warna sawo matang, eflorosensi (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
Keadaan sakit : sakit sedang sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-),
Kesadaran : composmentis pertumbuhan rambut normal.
Gizi : kurang  KGB
Dehidrasi : (-) Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak
Tekanan Darah : 130/90 mmHg teraba.
Nadi : 84 kali per menit, reguler  Kepala
Pernafasan : 25 kali per menit Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
Suhu : 36,7o C deformitas (-).
Berat Badan : 46 kg  Mata
Tinggi Badan : 165 cm Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva
IMT : 46/(1,65)2 = 46/ 2.7225 = 16.9 (kurang) palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+),
pergerakan mata ke segala arah baik, mata cekung (+).
 Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam
perabaan baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
 Telinga
Pendengaran baik.
LAPORAN KASUS

KEADAAN SPESIFIK
 Mulut  Jantung
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi Inspeksi : ictus cordis samar terlihat
lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), atrofi papil(-), stomatitis(- Palpasi : ictus cordis teraba
),bau pernapasan khas (-). Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra,
 Leher batas kiri linea axilaris anterior sinistra ICS VI
Pembesaran kelenjar thyroid (-), hipertrofi musculus Auskultasi : HR 84 x/menit, reguler. Murmur (-) sistolik, punctum
sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk(-). maximum di katup mitral. Gallop (-)
 Dada  Abdomen
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), Inspeksi : datar
krepitasi (-). Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar dan lien
 Paru tidak teraba.
Inspeksi : statis simetris kanan dan kiri, dinamis kanan = Perkusi : thympani, shifting dullness (-)
kiri, tidak ada yang tertinggal, retraksi +/+ Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : fremitus taktil dan fremitus vokal simetris kanan  Genitalia
= kiri (Tidak diperiksa)
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru  Ekstremitas
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (+/-) , wheezing (-) Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-),sianosis (-).
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-),
edema pretibia dan pergelangan kaki (-).
LAPORAN KASUS

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI

TANGGAL 24 SEPTEMBER 2017


LAPORAN KASUS

 Cor tidak membesar, sinuses dan diafragma normal.


 Pulmo : Hilus normal
 Corakan paru bertambah
 Tidak tampak perbercakan lunak
 Tampak bayangan rongga-rongga lusen dengan pola
retikuler disekitarnya pada kedua lapang tengah dan
bawah paru.
 Kesan : Bronkitis kronis dengan bronkhiektasis
LAPORAN KASUS
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

TANGGAL 25 SEPTEMBER 2017


V.DIAGNOSA KERJA
Pengecatan gram : Hemoptisis et causa Bronkitis kronis
Bahan Sputum
Bakteri Diplokokus VI.DIAGNOSIS BANDING
Gram Negatif (-) Hemoptisis et causa bronkitis kronis
Leukosit (+) 3-6 dengan TB paru
Sputum BTA : Hemoptisis et causa bronkitis kronis
Sputum A (Sewaktu) Negatif dengan bronkektasis
LAPORAN KASUS

VII.PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Medikamentosa Promotif :
 Amoxicilin tablet 3 x 500 mg  Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta komplikasi yang dapat terjadi
 Memberikan pengetahuan tentang pengobatan yang diberikan serta pentingnya keteraturan dalam
 Ambroxol syrup 3 x 1 c berobat
 Vitamin B complex 1 x 1  Memberi edukasi kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien serta menciptakan lingkungan
bebas polusi di rumah
 Paracetamol tablet 3 x 500  Menghirup uap air panas 2-3x selama 15 – 30 menit/hari
mg ( jika demam )  Menghindari zat – zat yang mengiritasi bronkus seperti berhenti merokok, menghindari asap rokok
orang lain (perokok pasif) serta memakai masker bila terpapar zat yang bisa mengiritasi bronkus
 Latihan fisik, psikososial, latihan pernapasan
LAPORAN KASUS
Preventif
 Mengurangi paparan terhadap asap baik asap bakaran ataupun asap rokok
 Mengurangi aktivitas berlebihan untuk meminimalkan terjadinya sesak
 Menciptakan lingkungan yang bebas dari polusi
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functional : Dubia ad bonam
Kuratif
 Non Farmakologi
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
• Istirahat di rumah
• Menggunakan masker
• Makan makanan yang bergizi untuk menjaga imunitas tubuh, bila dianggap perlu
dapat diberikan vitamin tambahan
• Berolahraga ringan dan teratur untuk memperbaiki pernapasan dan memperbanyak
oksigen masuk ke paru-paru
BAB III
KESIMPULAN

1. Hemoptosis merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan
oleh berbagai macam etiologi.

2. Pecahnya aneurisma dari Rasmmusen’s pada dinding kavitas paru disertai fibrosisperivaskuler merupakan penyebab utama
hemoptosis yang masif.

3. Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya darah yang keluar bersama batuk.

4. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma dan bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia
relatif muda harus dipikirkan pertama – tama tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian stenosis mitral. Sedangkan
hemoptoe pada usia lebih dari 40 tahun kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu tuberkulosis, kemudian
bronkiektasis.
BAB III
KESIMPULAN

5. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara pembantu diagnosis dan tindakan terapeutik yang penting pada hemoptisis masif
dan harus dikerjakan pada waktu perdarahan masih berlangsung.

6. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan hipovolemik dan bahaya aspirasi.

7. Pada prinsipnya penanganan hemoptoe ditujukan untuk memperbaiki kondisi kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan
yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif maupun dengan operasi, tergantung
indikasi serta berat ringannya hemoptisis yang terjadi.

8. Prognosis dari hemoptosis ditentukan oleh tingkatan hemoptosis, macam penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

• ALSAGAFF H. RAI IB. ALRASYID SH. PENANGGULANGAN BATUK DARAH DALAM SIMPOSIUM ILMU
KEDOKTERAN DARURAT. FK – UNAIR. SURABAYA. 1979. P.162 – 164
• PRICE SA. WILSON LM. PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIK PROSES-PROSES PENYAKIT (PATHOPHYSIOLOGY
CLINICAL CONSEPTS OF DISEASES PROCESSES) ALIH BAHASA ADJI DHARMA. EGC. JAKARTA. 1984. P. 531.

• ROGER SM. SIGNS AND SYMPTOMS. HEMOPTYSIS. 4TH ED. JB LIPPIN- COTT COMPANY. PHILADELPHIA.
1964. PP. 320 – 323
• SETIATI, SITI., ET AL. 2014. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. EDISI VI. JAKARTA. INTERNA PUBLISHING.

Anda mungkin juga menyukai