Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 7

1. NISA EKA PUTRI


2. IDA AYU GEDE LITARINI
3. NI PUTU KARTIKA CANDRA DEWI
4. IRA RISDIANA
5. NOVITA TRI UTAMI
CASE CONTROL
PENGERTIAN
Penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik observasional yang dilakukan
dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan
status paparannya. Hal tersebut bergerak dari akibat (penyakit) ke sebab (paparan).

Tahapan Penelitian Case Control

1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai


2. Mendeskiripsikan variable penelitian: Faktor risiko, efek
3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, control) dan cara untuk pemilihan subyek penelitian
4. Menetapkan besar sampel
5. Melakukan pengukuran
6. Menganalisis hasil penelitia
Kekurangan dari Penelitian Case Control
1. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan mengandalakan daya ingat atau rekam
medis.
2. Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh.
3. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk meyakinkan bahwa kedua
kelompok tersebut benar sebanding dalam perbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya.
4. Tidak dapat memberikan incidence rates.
5. Tidak dapat diapakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel dependen,hanya berkaitan dengan satu
penyakit atau efek.

Kelebihan dari Penelitian Case Control

1. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satu-satunya,cara untuk meneliti kasus yang
jarang atau yang masa latennya panjang.
2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
3. Biaya yang diperlukan relative murah.
4. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit.
Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai factor resikosekaligus dalam satu penelitian.
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA MAHASISWA POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TANJUNGKARANG

VALIDITAS
Pada penelitian ini mempunyai validitas yang tinggi di mana memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
penelitian variabel (merokok) di ukur memberian hasil bahwa mahasiswa merokok 29,6% memiliki hubungan
antara kejadian merokok dengan ISPA.

KEPENTINGAN KLINIS DAN STATISTIK


Pada penelitian ini, di ambil berdasarkan kepentinagn klinis dan statistic. ISPA merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah di Indonesia karna kasus nya cukup tinggi.Di provinsi lampung tahun 2004 sebesar
27,24%, 2005 sebesar 29,88%, 2006 sebesar 46,29%, tetapi tahun 2007 terbesar pertama adalah diare 16,50%,
2008 sebesar 21,16%, 2009 sebesar 31,30%. ISPA selalu berada pada daftar 10 besar penyakit terbanyak di
rumah sakit maupun klinik layanan umum lainya. Salah satunya adalah Klinik Terpadu Poltekkes Kemenkes
Tanjung Karang. Data Terpadu selama 3 tahun terakhir (2009-2011), tertinggi dengan keluhan ISPA, rata-rata
kunjungan bulan Januari – Desember 2011 adalah 21 kasus (21,69%).
MAMPU LAKSANA
Penelitian ini sanggup atau mampu laksana karena : 1. sampel bias ditentukan dengan mudah (kampus di
wilayah Bandar lampung), 2. kriteria sampel bias di dapat ( orang merokok dalam 1 tahun terakhir menetap
dalam tempat tinggal nya paling tidak di Bandar lampung), 3. control mahasiswa yang merokok di klinik tetapi
tidak menderita ispa.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan case control dengan pendekatan retrospektif.
Dilakukan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang dengan
populasi kasus mahasiswa yang menderita ISPA pada bulan Januari sampai April 2012,
dan populasi kontrol adalah mahasiswa yang berobat ke klinik terpadu pada bulan yang
sama tetapi tidak menderita ISPA dan tidak menunjukkan gejala ISPA saat penelitian
dilaksanakan. Sampel berjumlah 172 mahasiswa namun yang dapat diwawancarai hanya
162 mahasiswa terdiri dari 81 kasus dan 81 kontrol.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian di dapatkan dan disajikan dengan :
1. Penentuan besar sampel di tentukan dengan uji hipotesis odds ratio (OR)
2. Hasil analisa Hasil analisa bivariat menunjukkanbahwa ada hubunganyang bermakna antara merokok, jenis
kelamin, status gizi, dan pencemaran dalam rumah dengan kejadian ISPA pada mahasiswa. Dan variabel yang
tidak berhubungan secara signifikan adalah olahraga, lingkunganfisikrumahdankepadatanhunian.

EVIDENCE BASED PENELITIAN


Salah satu evidence based penelitian ini yaitu teori soemantri (2009) yang menyatakan penyebab tunggal yang
menjadi pencetus terjadinya ISPA adalah merokok. dan di dukung oleh penelitian suhandayani (2007) bahwa
orang yang merokok beresiko 4-6 kali lebih besar untuk menderita ISPA di banding dengan orang tidak merokok. (
copas lanjutannya)

OUTCOME
hasil keseluruhan dalam penelitian ini menunjukan ada hubungan bermakna antara merokok
dengan kejadian ISPA pada mahasiswa setelah mengontroljenis kelamin, status gizi, pencemaran
dalam rumah, lingkungan fisik rumahdan interaksi antara jenis kelamin dengan merokok.
Mahasiswa yang merokok beresiko 4,278 kali menderita ISPA dibanding dengan mahasiswa yang
tidak merokok, dengan interval antara 1,559 sarnpai 11,739 kali.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai