Anda di halaman 1dari 21

NEFROLITHIASIS/ BATU

GINJAL
Lusy yulita sari
30101407227
ANATOMI
Ginjal

Organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing


satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub
atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah
ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan
posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
FISIOLOGI
 Fungsi ginjal
a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan
cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh,
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
Batu ginjal
massa keras seperti batu yang berada di
ginjal dan salurannya dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi
Sumber : (Nugroho, Ditto. 2009). Batu ginjal.
Etiologi
 Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik).
 Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah
Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3.Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas
atau sedentary life.
Teori pembentukan batu
 Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena
adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam
larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap
didalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti
batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
 Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein
urine (albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan
kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
 Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal
mengandung zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara
lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa
peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang,
akan memudahkan terbentuknya batu didalam saluran kemih.
Manifestasi klinis
 Keluhan utama: nyeri pada pinggang

 Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

 Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat


saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering
menyertai keadaan ini.
 Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi
sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan
jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
Pemeriksaan penunjang
 Foto Polos Abdomen
kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemihmenilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal.
 Pielografi Intra Vena (PIV)
menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen.
 Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal
atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengkerutan ginjal.
 Pemeriksaan Mikroskopik Urin mencari hematuria dan Kristal.
 Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal
 Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya
 Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
 Ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.
Terapi
 Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm.
Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa
keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
I. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
II. α - blocker
III. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di
samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat
ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya
obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya
ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi.
 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit
dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga
memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak
untuk batu ureter. Meskipun demikian mesin generasi
baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan
tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga
untuk batu yang keras perlu beberapa kali
tindakan.
sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya
diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di
suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk
memecahkan batunya. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah
ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan
ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien
sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar
bersama air seni.
 Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri
atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui
alat yang dimasukkan langsung ke dalam
saluran kemih. Alat dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara,
atau dengan energi laser.
 Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi,
laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:
pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak
jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi
atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yang
menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
 Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama,
pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai
tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian
stent sangat perlu. Juga pada batu ureter
yang melekat (impacted).
Pencegahan
1) Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan
produksi urin 2-3 liter per hari.
2) Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3) Aktivitas harian yang cukup.
4) Pemberian medikamentosa.
5) Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
6) Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
7) Rendah oksalat.
8) Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
9) Rendah purin.
10) Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang
menderita hiperkalsiuri tipe II.
Komplikasi
 Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita
adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.
komplikasi signifikan: avulsi ureter, trauma organ pencernaan,
sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru
dan urinoma.
kurang signifikan: perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
 Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter.
Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga
dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat.
Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang
ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Prognosis
Tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar
ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena
faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan
ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya
masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya.
Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai